Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

HIV-AIDS dan Duka Asmat

7 April 2019   09:42 Diperbarui: 9 April 2019   05:11 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokter Juwita P.S. Baharuddin dari Puskesmas Agats sedang menyajikan materi tentang HIV dan AIDS bagi siswa/i SMP YPPGI Agats, Jumat, (29-03-2019). Dok.Pribadi.

Sore hari, pukul 17.39 WIT. Matahari sudah terbenam. Saya pergi ke RSUD Agats. Saya bermaksud mengunjungi seorang kakak yang sedang dirawat karena sakit. Saat tiba di depan gerbang masuk RSUD Agats, seorang Bapak yang saya kenal berkata, "Pa guru, dia sudah pergi."

Kakak yang hendak saya kunjungi baru saja menghembuskan nafas terakhirnya. Saya pergi ke kamar jenasah. Isak tangis menyelimuti kamar jenasah. Adik perempun almarhum menangis sambil berbicara dalam bahasa Asmat. Sementara, si kakak yang saya kenal dekat itu terbaring kaku. Tubuhnya kurus, tulang berbalut kulit tanpa isi. Si kakak meninggal karena positif AIDS.  

"Pa guru, dia sakit sudah dua tahun. Dia pernah sembuh, tapi sakit lagi. Kemarin dulu kami bawa turun ke Agats. Tadi sore dia meninggal. Kami tidak tahu dia sakit apa. Kami pikir dia stress, karena dulu istri pertamanya meninggal itu, dia ada ambil foto sehingga dia pikiran," tutur kerabat si kakak yang sedang terbaring kaku.

Anggota keluarga masih meyakini bahwa kepergian si kakak tersebut bukan karena penyakit, melainkan ada masalah dengan roh-roh. Mereka meyakini bahwa roh istrinya terdahulu turut menyebabkan si kakak meninggal dengan tragis. Itulah kisah yang terjadi pada Sabtu, (2-3-2019).

Dua minggu sebelumnya, saya pergi ke dua kampung di sekitar Agats. Saya mengunjungi dua keluarga yang anggota keluarganya positif AIDS. Saya mendapatkan makam-makam sunyi. "Pa Pit, mereka sudah mati tahun lalu," tutur kerabat almarhum yang saya temui. Dua keluarga (pasangan suami-istri) meninggal karena AIDS. Mereka meninggalkan anak-anak yang masih kecil. "Pa Pit, mereka punya anak-anak tinggal dengan neneknya," tutur kerabat tersebut.

"Kaka sudah tahu. Mereka mati karena AIDS. Mereka punya badan kurus, luka-luka. Kulit kepala sudah terkelupas. Rambut rontok," tutur si kerabat yang merupakan kader kampung, yang pernah mengikuti pelatihan tentang HIV dan AIDS, yang diselenggarakan oleh LANDASAN Papua pada 15-16 November 2017 silam.

Kisah pilu tentang HIV dan AIDS juga terjadi pada pertengahan Februari 2019. Seorang guru di Asmat, yang saya kenal meninggal karena AIDS. Dia pergi meninggalkan istri dan anaknya yang masih bayi. Kuat dugaan, istri dan anaknya itu terinfeksi HIV. 

"Adik, Pak guru sudah meninggal dunia di Merauke. Dia sakit sehingga dibawa ke Timika. Setelah itu, mereka ke Merauke. Tanggal 11 Februari 2019, dia sudah pergi meninggalkan kita," tulis seorang guru kepada saya melalui SMS.

Nukilan kisah di atas, hanyalah serpihan kisah tentang badai kematian akibat HIV dan AIDS yang sedang melanda orang Asmat saat ini. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua, per 31 Desember 2018, penderita HIV dan AIDS di Asmat mencapai 177 orang. Tetapi, data riil sebenarnya lebih tinggi dari angka yang tertera pada laporan tersebut.

Saat ini, masyarakat di kampung-kampung jauh (terpencil) di Asmat tidak bisa mengakses informasi tentang HIV dan AIDS.  Sosialisasi tentang HIV dan AIDS, baik yang dilakukan oleh PSE Keuskupan Agats dan LANDASAN Papua masih terbatas di Agats. 

Sedangkan di Distrik Akat dan Atsj, informasi  tentang HIV dan AIDS disampaikan oleh koordinator distrik pada saat memberikan pendampingan di setiap kampung. Pastor Vince Cole dan staf yang membantunya memberikan informasi terkait HIV dan AIDS di kepada masyarakat di Sawa Erma.

Bagaimana dengan masyarkat di kampung-kampung lainnya di Asmat? Masyarakat jarang sekali mendapatkan sosialiasi tentang bahaya HIV dan AIDS. Mereka tidak tahu tentang HIV dan AIDS. Ketidaktahuan tentang proses penularan HIV dan AIDS turut telah menyumbang perilaku hidup tidak sehat yang berujung pada semakin banyaknya orang Asmat yang terinfeksi HIV dan AIDS.

Siapa harus memberikan sosialisasi tentang HIV dan AIDS kepada masyarakat? Sejak kehadiran LANDASAN Papua di Asmat, pada Maret 2017 silam, telah dilaksanakan lokakarya stakeholder untuk pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Asmat, pada 14 November 2017. LANDASAN juga menggelar pelatihan HIV dan AIDS bagi kader kampung di Distrik Agats. Selanjutnya, para kader mulai sosialisasi tentang HIV dan AIDS di kampung masing-masing.

LANDASAN dan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agats, telah berupaya melakukan pertemuan dengan Wakil Bupati Asmat, selaku Ketua Harian KPA Asmat untuk berdiskusi tentang HIV dan AIDS, tetapi sampai saat ini, upaya tersebut belum berhasil. Pertemuan hanya dilakukan dengan Sekretaris KPA Asmat, Ibu Sulis. Pertemuan-pertemuan Sekretaris KPA Asmat tidak membuahkan hasil apa pun.

Kini, Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, melalui Bidang P3, melakukan screening IMS dan HIV di caf dan warung-warung makan yang ada di Agats. Dinas Kesehatan juga telah menyediakan rapid test di Puskesmas. Tetapi, masih ada kendala, karena tidak setiap Puskesmas memiliki tenaga analisis kesehatan yang bekerja untuk melakukan pemeriksaan.

"Kami di Puskesmas Ayam sudah ada alat test HIV, tetapi tidak ada yang tahu menggunakannya," tutur staf Puskesmas Ayam pada saat kunjungan tim KOMPAK, pada hari Jumat, [28-02-2019].

Di sisi lain, upaya sosialisasi tentang bahaya HIV dan AIDS masih sangat terbatas. Padahal, upaya pencegahan paling efektif adalah melalui sosialisasi terus-menerus kepada kelompok paling beresiko. Selain itu, harus ada kebijakan untuk screening kepada setiap warga masyarakat yang tinggal di Asmat sehingga pasien yang ditemukan dapat langsung diobat.

ARV dan Pendamping

Pimpinan KOMPAK Papua, Hilda Evelin dan dokter Lingga saat melakukan pertemuan dengan Kabid P3 Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Yonathan Kambu di ruang kerjanya, Selasa, (26-03-2019). Dok. Pribadi.
Pimpinan KOMPAK Papua, Hilda Evelin dan dokter Lingga saat melakukan pertemuan dengan Kabid P3 Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Yonathan Kambu di ruang kerjanya, Selasa, (26-03-2019). Dok. Pribadi.

Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa kematian akibat HIV dan AIDS sedang marak terjadi di Asmat. Tetapi, sampai saat ini, ketersediaan obat ARV terbatas. "Untuk mendapatkan ARV, kami harus minta dari Timika. Asmat masih satelit Timika," tutur Kepala Bidang P3, Yonathan Kambu saat ditemuai tim KOMPAK, Selasa, [26-2-2019].

Sementara itu, dr. Rindang dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua mengatakan bahwa pihaknya berupaya supaya pada tahun 2019 ini, Asmat bisa mandiri ARV. "Kami berusaha supaya tahun 2019, Asmat mandiri ARV," tulisnya dalam pesan WA kepada saya.

Tarik-ulur tentang ketersediaan ARV di Asmat berlangsung sejak tahun 2017. Kini, sudah tahun 2019, tetapi belum ada titik terang terkait ketersediaan ARV di Asmat.

Selain ARV, tantangan lain yang harus diatasi adalah minim pendamping minum obat (PMO).  Pada saat pasien terdeteksi positif HIV, siapa akan mendampingi? Di Asmat, pasien HIV dan AIDS cepat mati lantaran terlantar. Keluarga tidak terlalu peduli dengan kesehatan anggota keluarganya yang sakit.

"Kami siapkan bahan makan untuk pasien. Kami berharap nanti keluarga masak dan kasih makan tetapi keluarga juga ikut makan sehingga bahan makanan yang kami kasih itu cepat habis," tutur Wahyu yang turut mendampingi pasien positif HIV di Sawa Erma.

Berbagai keterbatasan, baik obat ARV maupun pendamping minum obat harus menjadi perhatian serius Dinas Kesehatan dan lembaga Gereja. Dinas Kesehatan perlu memastikan ketersediaan ARV di Asmat. Sedangkan lembaga Gereja, baik Katolik maupun Protestan perlu mendampingi pasien HIV.

Duka Asmat 

HIV dan AIDS turut menyumbang angka kematian orang Asmat. Misalnya, pada tahun 2018, berdasarkan data RSUD Agats, terdapat 20 orang yang ditemukan mengidap HIV dan AIDS. Data tersebut, belum termasuk yang ditemukan di Puskesmas. Selain itu, ada banyak orang yang suspect HIV mati lebih cepat sebelum diperiksa.

Kematian orang Asmat akibat HIV dan AIDS menimbulkan duka mendalam. Di atas tanah lumpur dan rawa-rawa yang kaya akan kayu gaharu telah menjadi sumber penyakit mematikan ini. Pada era tahun 2000-an, ketika Asmat terkenal sebagai penghasil gaharu, para Pekerja Seks Komersial (PSK) berbondong-bondong ke Asmat. Gaharu ditukar dengan PSK. Mata rantai HIV dan AIDS berkembang biak dengan cepat dan membunuh ratusan orang Asmat.

Duka Asmat akibat HIV dan AIDS tidak diikuti dengan upaya nyata dari tua-tua adat untuk melindungan anggota suku dan marga dari bahaya HIV dan AIDS. Kondisi ini terjadi lantaran minimnya sosialisasi dari instansi terkait. Karena itu, di masa depan, upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS harus melibatkan tua-tua adat sebagai pihak yang paling dekat dengan orang Asmat.

Tidak dapat dimungkiri bahwa apabila HIV dan AIDS tidak segera mendapatkan perhatian serius dari para pemangku kepentingan, maka dapat dipastikan bahwa di masa depan, orang Asmat akan mengalami badai kematian mengerikan akibat HIV dan AIDS. Untuk memutus mata rantai kematian HIV dan AIDS di Asmat, para pemangku kepentingan harus bersama-sama mencari alternatif penyelesaiannya. 

Karena itu, sekali lagi, para pemangku kepentingan, yang terdiri atas pemerintah, Gereja dan Adat harus duduk bersama untuk membicarakan pencegahan HIV dan AIDS di Asmat sehingga kematian akibat penyakit mematikan ini dapat segera teratasi.

Saat ini, orang Asmat sedang berduka akibat badai kematian silih berganti karena HIV dan AIDS. Siapa (mau) peduli pada penderitaan orang Asmat ini? Bagaimana mewujudkan kepedulian terhadap orang Asmat, khususnya untuk pencegahan HIV dan AIDS?

Setiap orang, baik yang tinggal di Asmat, maupun di luar Asmat dapat berkontribusi dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS dengan caranya masing-masing. Para donatur bisa berpartisipasi melalui donasi untuk mendukung sosialisasi HIV dan AIDS di Asmat. 

Selain itu, warga masyarakat Asmat yang harus saling mengingatkan untuk dua hal, yaitu tidak mengonsumsi minuman keras (Miras) dan tidak melakukan seks bebas/tidak berganti-ganti pasangan seks.

Selain itu, duka Asmat akibat HIV dan AIDS bisa teratasi kalau orang Asmat selaku pemilik tanah Asmat, yang sangat kental adat istiadat senantiasa berpegang teguh (terpaut) pada adat. Setiap pribadi orang Asmat harus hidup sesuai dengan adat yang diwariskan leluhur, dengan tidak melakukan seks bebas/berganti-ganti pasangan seks. 

Nilai-nilai adat harus menjadi landasan kokoh kehidupan sosial orang Asmat. Pengabaian terhadap nilai-nilai adat Asmat akan mempercepat kematian orang Asmat akibat HIV dan AIDS. [Agats, 3-3-2019; 16.13 WIT_Petrus Pit Supardi]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun