Tarik-ulur tentang ketersediaan ARV di Asmat berlangsung sejak tahun 2017. Kini, sudah tahun 2019, tetapi belum ada titik terang terkait ketersediaan ARV di Asmat.
Selain ARV, tantangan lain yang harus diatasi adalah minim pendamping minum obat (PMO). Â Pada saat pasien terdeteksi positif HIV, siapa akan mendampingi? Di Asmat, pasien HIV dan AIDS cepat mati lantaran terlantar. Keluarga tidak terlalu peduli dengan kesehatan anggota keluarganya yang sakit.
"Kami siapkan bahan makan untuk pasien. Kami berharap nanti keluarga masak dan kasih makan tetapi keluarga juga ikut makan sehingga bahan makanan yang kami kasih itu cepat habis," tutur Wahyu yang turut mendampingi pasien positif HIV di Sawa Erma.
Berbagai keterbatasan, baik obat ARV maupun pendamping minum obat harus menjadi perhatian serius Dinas Kesehatan dan lembaga Gereja. Dinas Kesehatan perlu memastikan ketersediaan ARV di Asmat. Sedangkan lembaga Gereja, baik Katolik maupun Protestan perlu mendampingi pasien HIV.
Duka AsmatÂ
HIV dan AIDS turut menyumbang angka kematian orang Asmat. Misalnya, pada tahun 2018, berdasarkan data RSUD Agats, terdapat 20 orang yang ditemukan mengidap HIV dan AIDS. Data tersebut, belum termasuk yang ditemukan di Puskesmas. Selain itu, ada banyak orang yang suspect HIV mati lebih cepat sebelum diperiksa.
Kematian orang Asmat akibat HIV dan AIDS menimbulkan duka mendalam. Di atas tanah lumpur dan rawa-rawa yang kaya akan kayu gaharu telah menjadi sumber penyakit mematikan ini. Pada era tahun 2000-an, ketika Asmat terkenal sebagai penghasil gaharu, para Pekerja Seks Komersial (PSK) berbondong-bondong ke Asmat. Gaharu ditukar dengan PSK. Mata rantai HIV dan AIDS berkembang biak dengan cepat dan membunuh ratusan orang Asmat.
Duka Asmat akibat HIV dan AIDS tidak diikuti dengan upaya nyata dari tua-tua adat untuk melindungan anggota suku dan marga dari bahaya HIV dan AIDS. Kondisi ini terjadi lantaran minimnya sosialisasi dari instansi terkait. Karena itu, di masa depan, upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS harus melibatkan tua-tua adat sebagai pihak yang paling dekat dengan orang Asmat.
Tidak dapat dimungkiri bahwa apabila HIV dan AIDS tidak segera mendapatkan perhatian serius dari para pemangku kepentingan, maka dapat dipastikan bahwa di masa depan, orang Asmat akan mengalami badai kematian mengerikan akibat HIV dan AIDS. Untuk memutus mata rantai kematian HIV dan AIDS di Asmat, para pemangku kepentingan harus bersama-sama mencari alternatif penyelesaiannya.Â
Karena itu, sekali lagi, para pemangku kepentingan, yang terdiri atas pemerintah, Gereja dan Adat harus duduk bersama untuk membicarakan pencegahan HIV dan AIDS di Asmat sehingga kematian akibat penyakit mematikan ini dapat segera teratasi.
Saat ini, orang Asmat sedang berduka akibat badai kematian silih berganti karena HIV dan AIDS. Siapa (mau) peduli pada penderitaan orang Asmat ini? Bagaimana mewujudkan kepedulian terhadap orang Asmat, khususnya untuk pencegahan HIV dan AIDS?