Mohon tunggu...
Petra Wahyu Utama
Petra Wahyu Utama Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sejarah

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” -Pramoedya Ananta Toer-

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Kedai Kopi Aman, Legendanya Tempat Ngopi di Tanjungpinang

24 Desember 2019   04:02 Diperbarui: 3 Januari 2020   04:43 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada kurun waktu pemerintahan Orde Baru, Tanjungpinang hanya merupakan sebuah kecamatan yang berada pada wilayah dari Provinsi Riau. 

Namun, setelah penerbitan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau maka secara administratif Tanjungpinang ditetapkan sebagai ibukota dari Provinsi Kepulauan Riau. 

Dari sisi sejarah dan budaya pun, Kota Tanjungpinang turut mewarnai dinamika tersebut bahkan hal ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda. Termasuk dalam hal ini adalah "Budaya Ngopi" yang begitu melekat pada diri masyarakatnya.

Kondisi tersebut tidak lepas dari ciri khas orang-orang Melayu Tanjungpinang yang terbuka terhadap budaya luar yang masuk ke wilayahnya. 

Tak pelak jika heterogenitas dan toleransi beragama di Tanjungpinang begitu tinggi. Orang-orang Bugis, Jawa, Batak, Minang, Flores, Tionghoa, "Keling", Arab, dan lain sebagainya membaur menjadi satu dalam bingkai ke-Indonesiaan. 

Dalam proses pembauran ini, kedai kopi menjadi sarana yang paling efektif digunakan oleh masyarakat untuk saling berinteraksi satu sama lain. 

Bahkan karena begitu banyaknya kedai kopi yang bisa jumpai, Tanjungpinang kemudian dijuluki sebagai "Negeri Seribu Kedai Kopi". Meskipun apabila dicermati dengan seksama, kota ini tidak dapat dijumpai keberadaan perkebunan kopi seperti di Bandung, Jambi, Bali, atau pun Toraja. 

Namun demikian, "Budaya Ngopi" ini tetap berlangsung dari generasi ke generasi. Para peramu kopi di Tanjungpinang rata-rata mendatangkan biji kopi berjenis Arabika atau Robusta dari beberapa wilayah di Indonesia yang kemudian diracik dengan bahan-bahan lain untuk menciptakan sebuah ciri khas. 

Hal ini pun juga dilakukan oleh salah satu kedai kopi yang telah menjadi legenda di Tanjungpinang yakni Kedai Kopi Aman.

Dokpri
Dokpri
Bagi sebagian besar masyarakat yang hidup atau pun singgah sementara di Tanjungpinang, Kedai Kopi Aman menjadi salah satu tempat yang wajib untuk dikunjungi. Bahkan akan terasa kurang apabila datang ke Tanjungpinang tetapi belum berkunjung ke kedai kopi ini. 

Sebagai salah satu tempat yang telah menjadi sebuah destinasi, Kedai Kopi Aman tidak hanya menyajikan Kopi O (kopi hitam) sebagai menu andalannya tetapi juga terdapat beraneka kuliner yang bisa dinikmati oleh pelanggan ketika duduk di tempat ini. Mulai dari Roti Prata, Nasi Lemak, Nasi Goreng, Mie Pangsit, Ikan Bakar, Roti Boy, dan lain sebagainya.

Awal Kemunculan Kedai Kopi Aman
Sejak Provinsi Kepulauan Riau berhasil mekar dan berdiri sendiri pada 2002, giat pengembangan perekonomian yang sebelumnya tidak begitu optimal mulai menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. 

Mulai dari galangan kapal, industri padat karya, sentra industri kecil, tambang, dan kegiatan jasa mulai dioptimalkan oleh pemerintah setempat. 

Tidak hanya di Batam yang telah dikenal terlebih dahulu sebagai kota otorita, momentum masyarakat dalam perjuangan melakukan upaya pemekaran wilayah ini ternyata juga mampu dibidik sebagai peluang oleh beberapa pegiat usaha di Tanjungpinang. 

Salahsatunya adalah pasangan suami istri yakni Stephen Christiangie dan Jusmini Chen yang memanfaatkan momentum ini untuk mulai merintis usaha kedai kopinya pada 2001. Kedai kopi ini kemudian diberi nama Kedai Kopi Aman. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata "Aman" dapat diartikan sebagai bebas dari gangguan. Sehingga secara filosofis orang-orang yang ngopi di tempat ini akan merasa bebas dari gangguan, santai, dan nyaman ketika menghabiskan gelas-gelas kopi sambil bercengkrama dengan rekan sejawatnya. 

Selain itu nama "Aman" juga diambil dari nama panggilan sehari-hari Stephen yakni "Koh Aman" atau "Bang Aman". Pasangan beretnis Tionghoa ini kemudian membuka usahanya di Jalan D.I Panjaitan Km. 9 Komplek Bintan Centre Blok A Nomor 22 yang termasuk dalam Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur.

Perintisan kedai kopi ini adalah pengembangan dari unit usaha yang mereka miliki. Sebelumnya kedua pasangan ini telah memiliki pabrik pembuatan roti yang diberi nama "Rumah Roti". 

Pada mulanya, kegiatan wirausaha yang dijalankan kedua pasangan ini sempat disangsikan bahkan dicibir oleh orang-orang terdekat dan koleganya. Hal ini mengingat kedua pasangan ini merupakan Sarjana Ekonomi dari salahsatu universitas ternama di Jakarta dan Bandung. 

Bagi sebagian orang yang mengenalnya keputusan mereka untuk berwirausaha dianggap sebagai langkah yang salah. Mengingat mereka berdua telah memperoleh pekerjaan sebagai karyawan di salahsatu perbankan terkenal di Indonesia dengan gaji yang cukup tinggi dan kondisi ekonomi di Indonesia yang tidak kunjung membaik pascakrisis 1998. 

Perlu diketahui bahwa paradigma orang-orang Pinang pada masa itu umumnya adalah demikian, karena ketika mereka sudah meraih gelar sarjana hendaknya mereka bisa menjadi pegawai atau pejabat di kota besar. 

Setelah menikah, kedua pasangan ini justru mengambil keputusan yang cukup berani untuk berwirausaha dan mematahkan paradigma yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. 

Dengan susah payah, mereka berdua menjalankan usaha roti dan membuktikan bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang tepat. Hal ini kemudian terbukti, mereka mampu menjalankan usaha rotinya bahkan mengembangkan usahanya dengan membuka kedai kopi.

Pada awal operasionalnya, Stephen dan Jusmini diharuskan bekerja lebih keras. Mengingat mereka berdua harus membagi fokus pikirannya untuk menjalankan dua unit usahanya. Mulai dari mendatangkan kopi, meracik, hingga mencuci gelas-gelas kopi harus dilakukannya. 

Resep dan racikan kopi yang dibuat oleh Stephen ternyata begitu diminati oleh masyarakat di Tanjungpinang. Dari tahun ke tahun jumlah pelanggan mengalami peningkatan dan Stephen mampu mempekerjakan karyawan yang berasal dari warga sekitar. Stephen kemudian mengajarkan cara meracik kopi kepada karyawan yang ikut bekerja dengannya. 

Hal ini bisa dilihat ketika karyawannya yang bernama Tri, Hendrik, dan Yana mengolah kopi sebelum disajikan kepada para pelanggan. Ketiga orang ini merupakan salah satu contoh karyawan yang setia mengikuti Stephen dan Jusmini dari sekian banyak karyawan yang dipekerjakan. 

Belasan tahun lamanya Tri, Hendrik dan Yana ikut membantu dalam meracik kopi dan melayani pelanggan. Ada pula karyawan yang juga telah mampu membuka usaha kedai kopinya sendiri setelah keluar dari Kedai Kopi Aman. 

Melihat hal ini, Stephen tidak kecewa namun justru ia senang karena dengan membuka usaha sendiri, maka mantan pekerjanya itu bisa membantu pemerintah untuk mengurangi jumlah pengangguran.

Hingga kini jumlah pelanggan setia semakin bertambah banyak. Dari pukul 07.00 WIB sampai 23.00 WIB orang-orang berlalu lalang dan keluar masuk kedai kopi sehingga jam kerja karyawan pun juga dibagi menjadi dua shift. Bahkan pada hari sabtu dan minggu kepadatan penikmat kopi di Kedai Kopi Aman bisa melebihi antrian girik sembako bersubsidi. 

Dengan secangkir kopi bercita rasa khas Hainan atau jenis minuman lainnya, ternyata para pengunjung tidak akan mengeluarkan "kocek" lebih dari Rp. 10.000,-. Tidak heran jika kedai kopi ini selalu dipadati pengunjung, karena selain nikmat harganya pun sangat ramah di kantong.

Kedai Kopi Aman sebagai Sarana Interaksi dan Integrasi Sosial Masyarakat
Heteroginitas di dalam masyarakat akan berlangsung dengan baik apabila pembauran pada masyarakat itu sendiri bisa berjalan dengan lancar. 

Kedai kopi menjadi salah satu sarana efektif untuk menciptkan hal tersebut. Mengingat kedai kopi menjadi tempat bagi berlangsungnya interaksi sosial dan perputaran berbagai arus informasi. Setiap orang yang datang ke Kedai Kopi Aman bebas membicarakan berbagai hal. 

Apapun itu dapat dibahas tanpa pretensi, tanpa sekat, tanpa pembatasan. Sambil menikmati kopi dan makanan, para pengunjung bisa "berborak-borak" (berbual-bual) ria membahas masalah politik, ekonomi, hukum, bahkan menggosipkan teman atau tetangga sekitar. 

Tidak heran jika pada saat duduk di kedai kopi ini, obrolan dari jumlah seribu rupiah hingga bermilyar rupiah menjadi perbincangan umum yang bisa diperdengarkan antara satu sama lain.

Interaksi sosial di kedai kopi ini akan memunculkan keuntungan bagi semua pihak sesuai dengan peran dan tujuan masing-masing. Pemilik kedai mendapat keuntungan dari minuman kopi yang dijual dan pelanggan mendapat kepuasan menikmati minuman kopi sambil bertukar pendapat serta informasi. 

Tidak heran jika berbagai kelas sosial bisa ditemui di Kedai Kopi Aman. Mulai dari kuli, pelajar/mahasiswa, tukang ojek, polisi, tentara, guru, hingga PNS. 

Bahkan, mantan Walikota Tanjungpinang, Lis Darmansyah dan mantan Wakil Bupati Natuna, Almarhum Imalko Ismail terkadang bisa jumpai duduk menikmati kopi di kedai kopi Aman sambil bercengkrama dengan rekan-rekan sejawatnya.

Fenomena aktivitas dan interaksi yang berkembang ini, selanjutnya membentuk kelompok kebersamaan dalam satu tempat tersebut tanpa terjadi sekat antara pejabat dan rakyatnya. 

Bahkan ketika terjadi konflik antar individu atau pun sosial, maka integrasi juga bisa dilakukan di kedai kopi sehingga masalah yang terjadi tidak semakin berlarut-larut. 

Sudah tentu hal ini menjadi sebuah sistem yang menciptakan sebuah pembauran hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh. Tidak heran bila Kedai Kopi Aman menjadi tempat dari berlangsungnya proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.

Sumber: Dokumentasi di Kedai Kopi Aman
Sumber: Dokumentasi di Kedai Kopi Aman
Dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi, keunikan dari kedai kopi ini terus diperbincangkan dan direferensikan oleh orang-orang baik itu yang berasal dari dalam maupun luar Tanjungpinang. 

Bahkan, beberapa kali orang-orang dari luar negeri tampak berkunjung di tempat ini hanya sekedar untuk mencicipi cita rasa kopi dan melihat bagaimana proses peracikan kopi ini dilakukan oleh karyawan. 

Sudah sewajarnya bila Kedai Kopi Aman ditahbiskan sebagai salah satu ruang sosial di Tanjungpinang yang layak untuk dikunjungi.

Sumber referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun