"Keren! Jatuh cinta di bali? Mana dengan orang bule lagi...." Begitu reaksi Jef ketika aku menceritakan pengalamanku semalam. "Jahat kau, kenapa tidak mengajakku?"
Aku menimpuk kepalanya dengan hape, menyuruhnya diam. Suaranya keterlaluan. Aku tidak mau orang lain ikut tahu. Bisa repot. Pasti semuanya ingin berkunjung ke kedai kopi depan hotel tengah malam nanti. Lalu hilanglah kesempatanku mengobrol dengan Ke.
"Dasar ribut! Jangan keras-keras, nanti orang lain tahu."
Jef menatap mataku selama sedetik lalu menyeringai, "Aku baru tahu kau posesif."
Ia menyandarkan punggungnya ke kursi dan bersedekap lalu melanjutkan, "Oke, aku akan tutup mulut dan membiarkanmu mengejar gadis itu. Aku tidak akan mengganggumu."
"Serius? Kukira kau bakal memaksa ikut nanti tengah malam."
"Ar, sudah dua tahun sejak kau berpisah dengan pacarmu. Aku sudah lama tidak melihat binar cinta di matamu lagi. Jatuh cintalah, berbahagialah, jadilah orang normal."
"Jef, kau mabuk ya? Sejak kapan omonganmu jadi seperti ini?"
Orang yang ditanya mengernyit, "Dimana-mana kalau orang mabuk itu omongannya kacau. Jelas-jelas omonganku ini bijaksana. Mana mungkin mabuk."
Tanpa sadar aku tersenyum kecil. Jef benar. Jatuh cintalah dan jadi orang normal. Barangkali Ke akan menjadi penyelamat dari traumaku jatuh cinta.
"Nah itu kau yang mabuk. Senyum-senyum sendiri kayak orang gila...."