Penalaran Untuk Menemukan Hukum
Legal Reasoning merupakan sebuah penalaran hukum melalui metode untuk menganalisa elemen hukum dalam bentuk argumentasi yuridis yang menunjukkan pendirian hukum dengan tujuan untuk menjamin ketertiban, dan kepastian hukum, menyelesaikan suatu permasalahan yang nyata secara imparsial, objektif, proporsional dan manusiawi. Legal reasoning berguna sebagai pertimbangan untuk memutuskan suatu kasus.
Pasal 25 ayat (1) UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan, "Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut,memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili."
Sumber hukum yang tidak tertulis bisa jadi berasal dari temuan Advokat dalam legal reasoningnya yang disampaikan sebagai dasar mempertahankan atau membela kepentingan dan hak hukum kliennya, yang bisa digunakan oleh Hakim.
Hal ini sangat bisa diterima dengan penalaran dari UU No. 21/2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 21 ayat (1) yang menyebutkan, "Yang dimaksud dengan petugas di persidangan adalah hakim, penuntut umum, panitera, pendamping korban, Advokat, polisi, yang sedang bertugas dalam persidangan tindak pidana perdagangan orang."
Ketentuan tersebut diperkuat dengan pendapat dari Sudikno Mertokusumo yang mengatakan, "Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa peristiwa hukum yang konkrit". [Sudikno Mertokusumo & A. Pitio, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, 1993, hlm. 4]
Argumentasi Advokat
Menurut H.F. Abraham Amos metode legal reasoning mempunyai ciri khas yang bersifat memberikan sanggahan dalam paradigma hukum yang diperdebatkan, khususnya menvangkut masalah aplikasi dan implementasi hukum serta sikap tindak aparatur institusi pengadilan dalam hal penegakan hukum dan keadilan terhadap suatu bentuk perkara yang dapat dibedakan dalam kategori politis atau kriminalitas murni. [H.F. Abraham Amos, Legal Opinion, 2004, hlm. 22]
Akan tetapi kepentingan dari sanggahan tersebut seharusnya diterima sebagai bentuk kendali untuk merelatifisir terjadinya kesesatan hukum sebagaimana dipaparkan oleh R.G. Soekadijo, yaitu argumentum ad ignorantiam, argumentum ad verecumdiam, argumentum ad hominem, argumentum ad misericordiam dan argumentum baculum. [lihat Bahder Johan Nasution, Sri Warjiyati, 2001, hIm. 15]
Bagaimanapun juga seorang Advokat dituntut untuk melakukan suatu penalaran hukum dimana harus mempunyai daya pikir sistematis dengan segala problematikanya, yang akan bersinggungan dengan pemaknaan hukum yang multi-dimensional dengan tujuan demi tercapainya keadilan dan kemanfaatan.
Argumentasi hukum adalah suatu keterampilan ilmiah dalam rangka pemecahan masalah hukum, dimana hasil analisisnya dituangkan dalam bentuk pendapat hukum sebagai ciri khas setiap yuris dalam rangka pemecahan masalah hukum. [H.D. Effendy Hasibuah, Legal Reasoning, Mata ajar Pendidikan khusus Advokat, 2008, hlm. 2]