Mohon tunggu...
Agung Pramono
Agung Pramono Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Pemerhati Hukum dan Sosial

pemahaman yang keliru atas makna hak adalah akar dari semua kejahatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kenyataan Hukum di Dunia Blockchain

10 Agustus 2020   09:00 Diperbarui: 10 Agustus 2020   09:11 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembelajaran Keterbukaan

Kelahiran suatu hukum ditandai dengan kesadaran akan asas ubi societas ibi ius yang menerangkan bahwa hukum selalu hidup berdampingan dengan masyarakat, dengan pengertian bahwa manusia sebagai zoon politicon yang berhubungan dengan manusia lain yang menjadi sebab lahirnya hak dan kewajiban.

Konsekuensi logis dari pembaharuan atau perkembangan teknologi selalu menimbulkan isu hukum yang baru sesuai dengan karakter teknologi tersebut yang tentunya sangat mempengaruhi bagaimana manusia mensikapi dan memanfaatkannya, karakter dan mental manusiapun dapat mengalami perubahan sebagai akibat dari kebiasaan akan kebutuhannya terhadap teknolkogi.

Memang ada juga teknologi yang dibuat khusus untuk mempermudah aktivitas profesional hukum, seperti teknologi penelusuran elektronis yang dengan mudah dapat menemukan produk hukum yang diinginkan hanya dengan mengetikkan kata kunci (keyword), penelitian hukum dan manajemen terapan, teknologi yang berkaitan dengan kebutuhan hukum yang dapat mencari peraturan perundang-undangan dan mengetahui syarat-syarat administrasi tertentu yang harus dipenuhi, Sup Tech yang dapat membantu pengelola untuk melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran suatu proses administrasi.

Revolusi industry 4.0 adalah sebutan untuk trend yang berkaitan dengan otomasi dan pertukaran data, akan ada pasar data untuk pengembang yang membutuhkan data untuk pekerjaannya.

Namun, yang perlu kita pahami sebagai dasar adalah bahwa teknologi tersebut mempunyai penyimpanan data yang sebenarnya tidak mempunyai sekat atau hanya mempunyai perlindungan sesuai dengan sifatnya yang digital atau virtual, sehingga pada dasarnya semua pemanfaat teknologi saling terhubung didalam dunia sibernetik tersebut, hanya tinggal membuka aliran kanal yang meski mempunyai kerumitan tertentu tapi secara sederhana hanya berupa nama dan kata kunci.

Perangkat lunak pada dasarnya merupakan sebuah sistem digital yang dirancang untuk mengirim data dari satu pihak ke pihak lainnya, membutuhkan satu server terpusat sebagai penerbit dan pengelola data. Ketika terjadi gangguan pada server, website tidak bisa diakses dan otomatis pengguna tidak dapat menggunakan layanan secara optimal.

Dalam perkembangannya, teknologi blockchain merespon dengan menawarkan suatu solusi atas kekecewaan atau ketidakpuasan dari banyak pengguna terhadap gangguan tersebut diatas, dan juga terhadap cara kerja perangkat lunak (software) yang terpusta. Sistem blockchain hadir dengan mengubah pendekatan yang secara umum awalnya bersifat sentralistik menjadi desentralisasi.

Pengertian blockchain sebagaimana yang digambarkan oleh Francois Zaninotto adalah bahwa blockchain diibaratkan sebagai sebuah buku besar fakta, direplikasi di beberapa komputer yang telah terpasang jaringan P2P (peer-to-peer: pengguna ke pengguna) untuk berbagi, mencari dan mengunduh berkas, pada intinya, sebenarnya secara tidak sadar telah terjadi suatu konsensus yang terbentuk dalam jaringan untuk menentukan agar fakta ini ditempatkan agar muncul dalam buku besar tersebut, konsensus inilah yang disebut sebagai block.

Namun, apabila pengguna tidak menyadari telah terjadi kesepakatan diam-diam maka secara tradisional peristiwa tersebut menjadi suatu keadaan atas saling percaya, dengan catatan dalam konteks yang positif dan objektif, namun apabila tidak maka para pihak belajar untuk memiliki karakter terbuka sebagai konsekuensi dari pemanfaatan teknologi ini, atau dengan kata lain pengguna yang lugu telah bersikap membuka diri dan mengabaikan bahwa telah lahir sebuah konsensus atau kesepakatan yang sbenarnya dapat memberikan perlindungan secara hukum.

Sebaliknya bilamana telah berbuat abai maka dapat menimbulkan kerugian dan kerumitan tersendiri karena fakta-fakta yang bisa jadi private dan rahasia -- tersimpan dalam sebuah ruang virtual, dunia sibernetik di era digital yang dapat terbuka secara umum oleh masyarakat dunia dengan sangat cepat, ketika fakta dan data tersebut disalahgunakan oleh pihak lain.

Tantangan Keshahihan

Pertanyaan pengguna awam yang terbiasa dengan sistem daring biasanya adalah tentang: bagaimana bila pengguna tidak memasukkan input dengan jujur dan benar? Bagaimana bila lupa private key (dalam bahasa pengguna umum adalah nama dan password)? Atau apa yang terjadi pada data penting yang terabaikan dalam blockchain tersebut?

Sebagaimana umumnya suatu sistem jaringan, blockchain dalam penggunaannya juga membutuhkan input data yang mana harus termutakhirkan (update) secara realtime, pembaharuan pada pangkalan data (database) akan terjadi setiap kali pengguna memberikan inputnya, inilah menjadi faktor penentu atas kesahihan hasil dari pengolahan data. Hanya saja, yang akan selalu menjadi permasalahan adalah bagaimana sistem mempunyai cara yang dapat memastikan bahwa mereka yang memasukkan informasi (pengguna) telah bertindak dengan jujur.

Sistem blockchain juga tidak lepas dari potensi kesalahan manusia, sedangkan perbedaannya dengan sistem basis data tradisional adalah memiliki tur internal untuk menghapus data yang tidak benar, sistem berbasis blockchain tidak atau belum memiliki hal ini, sehingga informasi yang salah tersebut akan tetap ada di dalam sistem.

Meskipun setiap pengguna memiliki kunci privat (private key) dan kunci publik (public key), dimana hanya penyelenggara penyelenggara sistem saja yang dapat mengasosiasikan kerahasiaan ini untuk mengenali identitas pemilik, akan tetapi belum ada sistem yang secara private mampu untuk menghindarkan sistem dari potensi transaksi informasi, informasi atau identitas pemilik masih saja dapat terlacak atau terpecahkan kerahasiaan kodenya.

Masih ada saja celah yang meski belum berkembang tapi sudah ditemukan potensi masalahnya, bagaimanapun juga sebuah program adalah karya manusia, kunci utama adalah tetap pada manusianya.

Polemik Data Yang Menjadi Asset Tak Bertuan

Dengan banyaknya industri yang bisa menggunakan teknologi Blockchain, maka dapat dipastikan akan muncul polemik hukum, dan satu-satunya cara untuk mengantisipasi masalah hukum adalah dengan memperbaiki atau melakukan penyesuaian terhadap instrumen hukum terkait teknologi informasi dan penggunaan dari teknologi informasi itu sendiri, yang mana idea regulasi harus mempertimbangkan pengaturan pada sisi teknologinya, bukan hanya pada produknya karena sebuah produk bisa lahir dari kebutuhan masyarakat dengan tidak membatasi ruang gerak kreativitas yang menjadi dasar dasar dari pengembangan perangkat.

Di sinilah letak tantangan pemikiran hukum yang harus dijawab oleh para pengemban hukum agar dapat mengatur teknologi untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik, inovasi secara alamiah harus tumbuh dengan baik yang berarti juga informasi dan data juga akan tersampaikan dengan baik.

Terhadap blockchain harus dipahami bahwa dalam penggunaannya ini masih memiliki potensi isu hukum, seperti misalnya, kepemilikan data dan pembuktian aset dalam suatu address milik seseorang, terdapat juga risiko kehilangan atau lupa private key sehingga tidak dapat diakses dan data yang ada didalam blockchain menjadi 'aset' tidak bertuan.

Kemudian, apabila terjadi pelanggaran hukum pada penggunaan blockchain, pelacakan dan penentuan pelaku akan sulit dilakukan. Sebab, address dalam jaringan blockchain pada dasarnya sudah tersedia didalam suatu jaringan tanpa didaftarkan terlebih dahulu. Seseorang tidak dapat memilih kombinasi angka dan huruf untuk address yang ia gunakan, karena terjadi secara acak dalam jaringan blockchain itu.

Sekali lagi, meskipun sulit tapi penulis selalu mengingatkan bahwa bukan hal yang tidak mungkin, karena hanya masalah waktu saja, dalam konteks teknologi tentunya tidak menyita waktu sama atau lebih banyak ketimbang secara fisik atau non-teknologi.

Beberapa konsep penting menurut penulis yang harus diperhatikan dari blockchain adalah, antara lain:

  • Kebenaran input data oleh pengguna.
  • Kekal (Tidak dapat dirubah), dalam konteks blockchain, berarti bahwa sekali sesuatu telah dimasukkan ke dalam blockchain, itu tidak dapat dirusak.
  • Masih diliputi polemik tentang privasi sementara beberapa lainnya mengatakan itu transparan. Identitas seseorang disembunyikan melalui kriptogra yang kompleks dan hanya diwakili oleh alamat publik mereka. Jadi, jika Anda ingin mencari riwayat transaksi seseorang, tidak akan tampak "[identitas] mengirim [jumlah] [sesuatu]" melainkan akan terlihat sebagai "[rangkaian huruf dan angka] mengirim [jumlah] [sesuatu]".

Kembali Pada Manusia Untuk Tidak Diperalat Perangkat

Perkara IT (informasi teknologi) mestinya diimbangi dengan wawasan akan keberagaman identitas, karakter dan nilai etik, kegiatan hari ini, edukasi atas interaksi sosial-budaya yang bersinggungan dengan hukum dalam era cyber.

Sifat disruptif dari blockchain yang berpengaruh terhadap cara-cara tradisional adalah bahwa apapun yang ada dalam blockchain sebenarnya adalah sebuah bentukan informasi elektronik yang bisa dikirimkan seperti surat elektronik. Oleh karena pada dasarnya blockchain adalah sebuah 'tulisan yang diubah kedalam bentuk digital' untuk menghindari penipuan, namun di saat bersamaan tetap mempunyai kemungkinan dapat diakses oleh pihak ketiga sesuai tujuan dan keperluannya.

Teknologi akan semakin berkembang dan dikembangkan, manusia diperhadapkan dengan resiko dan konsekuensi logis atas perubahan etika berkaitan dengan penyesuaian terhadap karakter teknologi, manusia memiliki suatu tantangan dalam merespons tren digital dan hukum akan mengalami kontraksi dalam sistemnya.

Secara tradisional, dinamika hukum  adalah akibat dari interaksi manusia dan sumber utama hukum adalah perundang-undangan dan regulasi yang dibuat oleh pemerintah dan legislator dalam sistem civil law, sedangkan sistem hukum common law, kasus pengadilan seringkali menjadi sumber hukum utama dimana hakim memiliki peran yang lebih aktif dalam memutuskan hukum untuk menjawab permasalahan masyarakat, namun di era industry 4.0 hukum akan sangat dipengaruhi oleh perilaku teknologi terapan. Pembuat regulasi harus mampu memiliki kepekaan dan wawasan yang baik untuk merespon ketika terjadi permasalahan yang diakibatkan oleh perilaku perangkat tekno.

Sistem hukum mungkin akan mengalami hambatan ketika akan diubah oleh karena akan tetap berpedoman kepada doktrin, alternatif yang ditawarkan oleh para akademisi adalah penyesuaian dalami mindset pendidikan hukum yang harus berubah menyesuaikan situasi, karena menurut mereka hambatan kita terdapat pada pola pikir konvensional bahwa ilmu hukum itu harus bergerak sesuai aturan yang ada, sebenarnya hal ini terjadi karena kemantapan terhadap pilihan dari sebuah sistem hukum yang disesuaikan dengan keadaan negara, sejarah dan doktrin yang relevan.

Bagaimanapun perkembangan sebuah perangkat tekno dan sejauh apapun perubahan yang mempengaruhi perilaku manusia sebagai pengguna, namun hukumnya tidak boleh terlepas dari identitas, karakter dan nilai etik.

Hal mendasar secara tradisional tetap merupakan faktor penentu keberadaan, fungsi dan maksud teknologi kecerdasan buatan, dan program hanyalh perangkat yang dibuat berdasarkan pesanan.

Adv. Agung Pramono, SH., CIL.

Kongres Advokat Indonesia [KAI -- Pimpinan TSH]

DPC Klaten

Anggota Forum Intelektual KAI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun