Pak sekdes terlihat agak ragu, lalu melontarkan suatu pertanyaan kepada Ki Gapes.
"Tapi Ki, sebenarnya kan itu semua kewenangannya Pak lurah?" tanya Pak sekdes.
Ki Gapes dengan sigap menimpali, "bilang aja si lurah itu gagap, dia belum siap menghadapi wabah penyakit ini... Untuk setiap keputusan yang memerlukan persetujuan si lurah yang sangat penting bagi keuntungan rencana kita, sebisa mungkin Pak sekdes harus bisa mempengaruhi si lurah, terserah Pak sekdes caranya mau seperti apa. Tapi kalo ada keputusan yang tidak ada untungnya bagi kita, biarkan saja si lurah gamang sendiri. Biar dia di cap tidak becus jadi pemimpin desa, dan itu akan menjadi suatu keuntungan bagi calon kepala desa Pak Deden, anaknya Mbah".
Pak sekdes menganggukkan kepala tanda memahami penjelasan Ki Gapes. Begitupun dengan Mbah yang menganggukkan kepala penuh wibawa. Beberapa saat tidak ada yang saling berbicara, hingga Pak RW 01 bertanya ragu pada Ki Gapes.
"Kalo tugas saya apa, Ki?" tanya Pak RW 01.
Ki Gapes menimpalinya dengan tersenyum sungging menggoda Pak RW 01, "tugas Pak RW atau keuntungan yang bakalan di dapat Pak RW?".
Pak RW 01 tersenyum dan sedikit agak malu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ki Gapes, lalu berkata, "dua-duanya Ki?".
Beberapa saat Ki Gapes hanya tersenyum kemudian berkata pada Pak RW 01, "semua warga di desa ini sudah tau siapa yang paling rapi dalam pengerjaan perpipaan. Tentunya mereka sudah tau siapa yang harus di minta untuk pengerjaan memindahkan aliran air dari sumur rumah mereka masing-masing ke aliran air yang berasal dari air PAM desa".
Pak RW 01 tersenyum puas setelah mendengar penjelasan Ki Gapes.
"Apa semuanya sudah jelas mengenai tugasnya masing-masing dalam rencana ini?" tanya Ki Gapes.
Semuanya menganggukkan kepala. Ki Gapes pun tersenyum puas.