"Iya, benar sekali," sahut Gandi.
"Tapi, apakah itu tidak hanya akan menjadi beban untuk Marno? Dia harus membayar utang itu dengan susah payah. Lagi pula, siapa memangnya yang akan membantunya," sahut Gandi.
Mereka terdiam lagi. Hanya ada suara Marno yang mengerang kesakitan. Badannya berlumuran minyak dan berkeringat.
"Kalau aku jual beberapa kainku cukup tidak?" usul Gandi.
"Memang ada yang mau mengembalikan? Jangan sampai persahabatan kita rusak hanya karena utang mendesak. Pasti ada cara lain untuk membayar tukang pijat dan ganti rugi kerugian penjualan soto hari ini," ujar Haryo.
"Lalu, apalagi yang harus dilakukan. Daganganku masih dan aku tidak melanjutkan jualan hari ini," kata Yatno dengan lemas.
"Kita jual saja daganganmu itu dengan harga tinggi. Kita jual di depan hotel saja, mereka pasti punya banyak uang. Syukur lagi kalau mau memberi uang, kita tulisi untuk sedekah membantu kawan yang sakit," usul Gandi.
Belum sempat mereka saling bertepuk tangan. Tiba-tiba tukang pijat itu keluar. Dengan tergopoh-gopoh, ia bertanya kepada kelima kawan Marno.
"Siapa yang bisa membantu kawan kalian itu? Dia sudah mau meninggal!" ujar tukang pijat dengan tergesa-gesa.
Kelima kawan Marno saling menatap. Usulan-usulan untuk Marno musnah seketika.
Godean, 25 Juli 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H