"Memangnya ada apa di malam hari? Mau kena gigit ular seperti anaknya kepala desa itu?" kata Haryo.
"Tentu bukan. Kalau di malam hari, kita bisa mencari belut. Menikmati malam sambil terus berdoa memohon supaya diberikan panen yang melimpah," ujar Setyo.
Percakapan mereka terus membicarakan tentang sawah. Menjadi petani di desa memang menyenangkan. Bersama dalam suka dan duka. Meski begitu, tidak jarang mereka juga terlibat konflik. Misalnya, ketika musim kemarau dan berebutan air. Itu menjadi konflik bagi petani desa.
***
"Sepertinya tanah di sawah sudah cukup gembur. Ayo, kita kerahkan Hura untuk membajak!" kata Setyo.
Jawaban Haryo hanya anggukan kepala lalu memasang kuk bajak pada Hura. Secara perlahan, Hura diajak berjalan mengelilingi sawah. Perlahan, sawah mulai terbolak-balik tanahnya. Dari kejauhan, datang burung berwarna putih.
"Burung kuntul ini kelaparan. Mereka mau mendekat," ujar Setyo.
"Benar sekali. Tapi, kenapa tidak berani mendekat sampai ke sawah ya?" tanya Haryo.
"Mungkin burung itu ketakutan. Biasanya banyak penembak burung. Kalau tidak ditembak, ada yang memakai getah pohon nangka. Nanti kalau kena, bisa buat lauk orang-orang soalnya!" kata Lik Karmanto.
Hari kian siang benerang. Matahari bersinar terik. Mereka kehausan setelah setengah hari membajak sawah. Tak di sangka, dari pematang sawah tampak seorang perempuan. Perempuan itu membawa bakul.
"Makan siang sudah tiba! Ayo kita berteduh terlebih dahulu," ujar Esti menyapa mereka.