Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tas Kulit Janu

5 Juli 2023   11:31 Diperbarui: 5 Juli 2023   11:33 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tas Kulit Janu

Tulisan Yudha Adi Putra

Kamu masih saja memakai tas kulit itu. Tas kulit yang sebenarnya sudah lama. Istrimu mengira, itu hadiah dari mantan kekasihmu dulu. Anakmu juga pernah menabung. Mencoba membelikan tas baru untukmu. Namun, tetap saja kamu menolaknya. Kamu memilih tetap memakai tas kulit lusuh. Tas kulit yang menyimpan cerita bagimu. Paling tidak, hanya itu barang berharga yang tersisa.

"Itu tas dari siapa, kenapa kamu pakai terus? Apa tidak ada tas lain. Bukankah setiap pulang, kamu bisa saja mendapatkan tas. Entah dari pelatihan, seminar, atau apa kegiatanmu itu!" ujar istrimu kala pagi.

Momen sarapan menjadi amat menyenangkan bagimu. Melihat anak dan istrimu bisa makan sampai kenyang. Lalu, nanti sibuk dengan mimpi dan kegiatannya masing-masing. Itu pasti menyenangkan, harapnmu. Kini, waktu terus berjalan. Anakmu kian dewasa, sudah hampir delapan belas tahun. Tepat seusia ketika kamu mengalami kejadian berkenaan dengan tas itu.

"Kalau saja, dulu tidak ada kerusuhan. Pasti pemilik tas ini masih ada bersamaku," katamu pada istrimu yang kian dibuat bingung.

Bagaimana tidak, kamu sendiri tidak pernah menjelaskan peristiwa yang terjadi. Bisa saja, dugaan istrimu benar. Kamu pernah mencintai orang lain dan orang itu memberikan tas itu. Tapi, sekuat tenaga kamu menjelaskan. Seolah, memang semua punya masa lalu. Tapi, tas itu bukan masa lalu yang buruk.

"Hanya semacam kenangan. Tidak untuk diceritakan, setiap orang boleh menyimpan rahasia bukan ? Ini bukan tentang berbohong. Tapi, bagaimana menjaga rahasia,"

Perkataanmu itu membuat istrimu kian cemburu. Seolah, tidak semua hal bisa kamu ceritakan kepadannya.

***

Sepuluh tahun yang lalu, kamu tetap saja tidak bisa melupakan. Kejadian di mana berhasil merusak pagimu. Tak ada yang mengira, itu menjadi kesempatan terakhir kamu bisa pulang. Bersama tas kulit milik kakakmu. Kamu terus berjalan. Menghindari kerusuhan. Kerusuhan itu tergambar dengan jelas di depanmu ketika menatap tas kulit itu.

"Tas kulit ini melindungi kepalamu. Barang berjatuhan dan mungkin saja bisa melukai. Tapi, tetap terus melangkah dengan tas kulitmu itu,"

Ujar seorang lelaki yang menyadarkanmu. Kakimu kala itu terantuk batu. Membuat dirimu tidak sadarkan diri. Lalu, malam bergantian datang. Menukar banyak impian dengan harapan.

***

Beragam kejadian terus membentukmu. Kamu juga menikah. Tapi, tidak sepenuhnya bahagia. Bisa saja, setiap pertemuan memunculkan penjelasan.

"Tidak usah menikah. Untuk apa, setiap langkah hidup kita akan dilakukan secara sendiri. Bukan bersama orang lain. Di kuburan nanti juga sendiri," ujarmu kala putus asa. Tapi, katamu sendiri Tuhan itu baik. Kamu diberi istri yang baik dan anak-anak yang tumbuh dengan cerdas.

"Kalau tidak menikah, bagaimana menjalani semua ini. Hidup menjadi kian penuh dengan masalah,"

Perkataan sahabatmu itu terkenang. Melalui banyak peristiwa kepulangan. Sebuah pertemuan membuat kawan lama bertanya kembali. Bukan tentang menikah, tapi tentang tas kulit yang kamu kenakan.

"Tidak usah menikah cepat. Mereka yang sendiri saja bahagia. Mereka yang menikah malah dipastikan mau menikah lagi kalau bisa, sekali kurang cukup!"

Kelakar dan gelak tawa terdengar. Itu momen di mana tas kulitmu menjadi hilang. Tak sadar, ketika asyik berbicara. Ada seorang lelaki mendekat. Dengan cepat, lelaki berambut kribo itu mengambil tasmu. Lalu, berjalan perlahan melewati kerumuhan. Baru setelah ada ponsel tersenggol. Ada yang merasa kalau kehilangan.

"Ada copet!"

Teriakmu hingga menghentikan tawa beberapa orang. Tas kulit yang kamu kenakan kini tidak ada. Hilang bersama copet kribo yang berhasil melewati kerumunan.

"Kejar semua !" ujar seorang lelaki di sampingmu. Rupanya, lelaki itu kawan pencopet tadi. Mereka membuat sandiwara supaya bisa mengambil tas kulitmu.

Setelah mencoba mengejar, kamu berhasil menghubungi polisi untuk meminta bantuan. Tas kulitmu seolah lebih berharga dari apa saja yang kamu miliki. Polisi berhasil menangkap pencopet dengan rambut kribo.

Mereka kemudian kamu tanya, apa alasan mencopet. Jelas kalau mencopet itu tidak terpuji. Belum lagi yang dicopet hanya tas kulit kecil. Lusuh, bahkan kalau dijual sudah tidak laku.

"Kami hanya diminta oleh istrimu. Bayarannya mahal, jadi kami mau," ujar pencopet itu.

Kamu tertunduk, rupanya cemburu telah membuat istrimu gelisah. Padahal, tas kulit itu pemberian kakakmu.

Godean, 05 Juli 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun