Perkataan itu menjadi pedoman bagi Jarwo. Dalam benaknya, itu ternyata bukan larangan. Bisa diperbolehkan. Tapi, ada syarat ketat. Kucingnya harus dirawat.
***
Jarwo sudah mendapatkan informasi tentang kucing. Mantap pilihannya. Langkah tertuju pada kucing. Tapi, tentu tidak bisa dibawa sendiri.
"Bagaimana nanti kalau aku temani mengambilnya ?" sebuah penawaran yang tak pernah Jarwo dengarkan.
"Tenang. Jauh tidak, tapi kalau sore bagaimana ?"
Jarwo senang, sampai pertanyaan tak dijawabnya. Dibiarkan mengambang jadi harapan. Belum sempat waktu berubah jadi siang. Keinginan Jarwo memelihara kucing semakin besar.
***
Jarwo mengambil kucing, bukan gratis. Kucing mahal. Harganya cukup untuk membeli bensin 30 liter. Sekarang, bensin seliter saja sepuluh ribu. Bukan uang sedikit, tapi memangnya siapa yang bisa membeli kebahagiaan. Begitu prinsipnya, waktu menjadi cepat dan menyenangkan.
"Ada kucing baru, aku suka. Dia lucu dengan berbagai tingkah," seru Jarwo.
"Bagaimana kalau kucing itu diberi nama saja. Kucing punya nama jadi keren. Sejak kecil dilatih, nanti bisa terbiasa!" saran seorang teman.
Jarwo merasa sedih, sepulang dari kuliah. Ada berita kegagalan. Bukan pada studinya, pada apa yang dilakukan. Tak hanya itu, berita keberhasilan kawan semakin menghantui. Rasanya seperti ingin hilang.
"Kucingku di mana ? Kenapa tidak ada di kandang ?" tanya Jarwo panik.