"Jangan sampai ilang! Kompor di rumahku tak bisa menyala tanpa dipicu korek soalnya," kata Jarwo pada Haryo yang tengah asyik menyalakan rokoknya.
"Kenapa tidak beli yang baru? Itu bahaya!"
"Uang dari mana? Gaji saja habis sebelum akhir bulan. Untuk cicilan ini itu, belum lagi anakku minta kucing,"
Mendengar kata kucing, Haryo terkejut. Ia merasa seperti teringat sesuatu. Perjumpaannya dengan kucing putih ketika mengepel tadi pagi. Kucing yang menemani setiap pagi Haryo.
"Belikan saja, Jar. Cepat belikan," kata Haryo bersemangat. Kini, malah Jarwo bertanya-tanya. Kenapa, tiba-tiba Haryo tampak antusias.
***
Senja telah tiba, sepulang dari kerja Haryo mencari anaknya. Anak perempuan yang begitu dikasihinya. Menatap anak itu, membuat Jarwo teringat akan istrinya. Istri Haryo meninggal karena sakit lima tahun silam.
"Pak, ini kopinya," begitu kata perempuan yang sering disapa Asih.
"Terima kasih ya, nak."
"Iya, Pak. Boleh tidak ya, Pak. Kalau aku pelihara kucing? Lucu sekali. Aku mau," ujar Asih tampak bersemangat. Sorot matanya penuh harap. Perempuan yang besok bermimpi untuk kuliah itu menatap Bapaknya.
"Tidak! Bikin kotor saja nanti. Kamu, kan mau kuliah. Belajar yang rajin, malah mau pelihara kucing," ujar Jarwo.