Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mangut Lele

9 Februari 2023   10:00 Diperbarui: 9 Februari 2023   10:05 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mangut Lele

Cerpen Yudha Adi Putra

Kaca mobil terbuka. Pria berkaca mata hitam menoleh. Mengamati sekeliling. Bisa untuk menyeberang atau tidak. Suara klason terdengar. Menderu panjang. Membuat kaget penjual sayuran. Deru aliran sungai tak terdengar. Burung dara berterbangan. Semua terkejut. Pengendara mobil membuka pintu. Keluar dengan gagah. Menolong seorang kakek-kakek.

"Pelan-pelan. Jalan kampung bukan untuk balapan !"

"Maaf. Saya terburu-buru."

Kakek tua terkapar di jalan. Semua orang mendekat. Pengendara motor melaju. Tak peduli apa yang diperbuat. Menyelamatkan diri sendiri.

"Ini tabrak lari namanya !"

"Ayo kita kejar."
"Tidak sampai. Kita beritahu warga saja !"
"Plat nomor tidak ada. Dia pasti pemuda klitih. Kemarin ada berita di koran seperti itu !" ujar seorang bapak dengan membawa koran.

"Mari. Bantu saya membawa ke mobil." Kata pria berkacamata hitam. Mereka tahu betul, itu adalah Jarwo. Sekarang, sudah menjadi pejabat. Tetap saja, datang terlambat.

"Kalau saya terlambat. Saya tadi menolong orang. Jadi tidak masalah. Jadi pejabat melayani masyarakat. Kakek tua tadi bagian dari masyarakat juga."

"Asal tidak tiap hari seperti itu" ujar kawan Jarwo ketika di kantor.

Kabar Jarwo menolong orang menjadi ramai. Banyak pembicaraan. Ada yang mendukung. Tak jarang malah mencela. Gara-gara menolong kakek tua. Jarwo jadi ketahuan. Kalau dia sering berangkat terlambat. Tak masalah. Semua akan reda kalau dibiarkan. Maklum, pasti dicari saja kesalahan orang benar.

"Nanti kita makan siang dengan apa?" tanya Jarwo pada temannya.

"Bagaimana kalau mangut lele ?"
"Aku jadi ingat soal lele. Dulu, kita mencari bersama. Menyusuri sungai demi sungai. Membawa pancing dan jaring. Kau ingat itu Jar ?" lanjut kawannya.

Belum sempat Jarwo menjawab. Ada polisi masuk ke kantornya. Mencari orang bernama Jarwo. Untuk dimintai keterangan. Ada kasus klitih lagi. Pemuda dengan iseng membacok warga. Pemuda itu persis yang ditemui Jarwo. Menabrak kakek-kakek di jalan.

"Pak polisi. Bagaimana kalau kita makan mangut lele dulu ?"
"Tapi,"

Belum sempat melanjutkan percakapan. Jarwo mengajak mereka jalan-jalan. Ada mangut lele enak. Semua pejabat harus coba. Makan mangut lele sebentar tak masalah bukan ?, gumam Jarwo.

***

Jarwo tak pernah mengira. Ada sebuah pagi. Pagi dengan daya ubah. Bagi kehidupan Jarwo. Pagi itu penuh sesal. Merapalkan doa. Menghentikan informasi. Pagi jadi jernih. Ada harapan dinantikan. Sebelum akhirnya, lapar tiba.

"Kalau bisa. Mulai pagimu dengan minum. Dua gelas air akan bermanfaat. Tapi ingat, itu harus air putih !"

Perkataan guru bahasa Jawa diingat betul. Jarwo menaatinya. Pagi itu juga. Air putih diminumnya. Bukan hanya minum. Lapar juga tiba. Tak ada makanan.

"Aku mau beli mangut lele saja !"
"Dimana ?"
"Entah !"

Ketika hendak pergi, Jarwo melihat. Sepeda tua tergeletak. Membawa beban berat. Semacam kayu bakar. Sudah diduga, pasti dia datang. Dia dengan mulit cerewet Berbicara soal apa saja. Termasuk, apa yang dimakan. Dimana membelinya. Jarwo diam. Enggan berkomentar.

"Mau beli makan ? Punya uang ?" kata orang itu. Ia menukar kayu dengan tempe. Ibunya Jarwo pembuat tempe.

Tak ada jawaban. Jarwo pergi dengan harapan. Bisa makan mangut lele. Perjalanan dinikmati. Ada kecelakaan. Seorang perempuan. Masih mudah. Tertabrak kereta. Mengakhiri hidupya. Ia mengandung. Tak disangka. Ada mangut lele di tangan Jarwo. Seketika tumpah, tak bisa dimakan.

"Katanya beli mangut lele ?" tanya Ibunya Jarwo.

"Sudah pergi tadi ? Kenapa sepedanya masih ada di depan rumah ?"

Ibunya Jarwo tahu. Ia tak senang dengan orang itu. Memang menyebalkan, tapi masih saudara.

"Kalau masih saudara kenapa ?"
"Dia bawa mangut lele. Untukmu !"
Jarwo menangis. Kejam. Ternyata ada orang peduli. Mangut lele membawa maaf. Akan komentar. Keingintahuan tanpa dasar.

***

Perjalanan Jarwo dan polisi berlanjut. Mereka makan dan minum. Bersama banyak cerita lucu. Tentang pasar dibongkar.

"Kenapa Anda begitu suka dengan mangut lele ?" tanya polisi.

"Mangut lele membawa maaf."

Godean, 09 Februari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun