Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Undian Jalan Sehat

27 Januari 2023   19:00 Diperbarui: 27 Januari 2023   19:00 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan tadi ingat. Ia baru saja melupakan janjinya. Yudha sudah pergi. Amarah ada dalam hatinya.
Langkah mencari makan dimulai. Yudha berhenti pada sebuah toko. Ia menatap dekat gereja. Sudah banyak hiasan ditata.
"Wah. Siap untuk jalan sehat. Nanti aku mau dapat mesin cuci. Aku harus ikut !" gumam Yudha.
Ketika sampai di warung makan. Percakapan seorang penyapu jalan terdengar.

"Aku lapar sekali. Semoga nanti bisa ikut jalan sehat. Dapat makanan tidak ?"
"Itu masih nanti sore. Belum lagi, kalau hujan. Pasti batal !"
Dalam lamunan ringan, Yudha memperhatikan. Banyak juga orang berharap menang. Dalam undian jalan sehat seperti kehidupan.
"Kalau hidup diundi. Kita bisa mendapatkan dengan adil atau tidak ?"

"Setidaknya. Mulai adil jika kamu membayar makananmu malam kemarin dan pagi ini !"
Bentak penjual makanan. Yudha hanya tersenyum. Tangannya mulai meraih dompet.
"Berapa?"

"Lima puluh ribu !"
Dua lembar uang berwarna merah dikeluarkan. Yudha tersenyum.
"Buat mereka sekalian. Kasihan. Kelihatan kelaparan. Pasti sudah berhari-hari tidak makan !"
***
Kicauan prenjak tamu terdengar. Burung dengan mitos pembawa tamu. Entah milik siapa, tapi selalu berada di rumah Yudha. Tepat ketika pagi, selalu berkicau.
'Kita akan menangkapnya siang ini. Harus berhasil. Aku sudah muak !"
"Kenapa memang ? Bukannya burung memang harus bebas ?"

Seperti tidak dipahami. Yudha meninggalkan Ibunya. Memasang lem di samping kurungan kesil. Tampak burung prenjak datang seperti menghina.
"Mereka bertarung ! Pasti punyaku menang !"
"Kamu kira ini undian jalan sehat ?"

"Mirip !"
Wajah kesal mulai tampak. Burung dalam sangkar terdiam. Yudha ingat, tulisan semalam belum selesai. Ia berharap bisa melanjutkan. Tapi, ada janji ikut jalan sehat. Harapan untuk menang juga besar.
"Aku ingin sekali dapat mesin cuci."
Yudha menulis dalam kertas. Kertas warna kuning. Lipatan kertas itu dibawanya ke mana saja. Ada di dekat kunci motor.

"Semoga saja. Burung prenjak tamu tidak tahu ! Kalau aku nanti sore mau pergi. Jadi, bisa hinggap di ranting penuh lem itu !"
Harapan Yudha bermunculan. Soal prenjak tamu dan mesin cuci.

Tidak semua bisa menjadi kenyataan. Ada notifikasi masuk. Yudha mulai keheranan.
"Bu. Tamu datang. Entah dari mana. Ia membawa daster pesanan !"
"Pasti Bu Anas Tyas Indah. Ia kawan Ibu!"

"Cepat ditemukan!"
"Kamu kira kupon?"
Mereka tertawa. Ada kegelisahan. Yudha menatap layar gawainya. Sebuah nama di dekat judul skripsinya. Pdt. Robert Setio, PhD.

***
Sebulan yang lalu, Yudha menuliskan sebuah cerita. Cerita kehilangan uang. Dalam perjalanan pulang, Yudha mencoba mencari lagi. Tapi usaha itu percuma. Uang tetap hilang. Hingga, ia berhasil menuliskannya. Lama tidak bertemu, tulisan dan penulis bisa menjadi sahabat.

"Kalau aku tidak punya uang. Aku mau mendapatkan mesin cuci dalam undian jalan sehat !"
"Tapi. Kenapa ada kata kalau ? Itu artinya tidak mungkin !"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun