Ia bertanya. Tapi tidak tahu pada siapa. Semua tidak ada yang berani menatap. Hanya, ada suara Yudha.
"Besok sore. Kita ikut jalan sehat di gereja !"
Pemuda berambut gondrong itu berbicara. Ia tak peduli lagu baru saja selesai dinyanyikan. Mulai bercerita. Â Soal hadiah indah dan tentunya tubuh sehat.
"Ke mana saja nanti jalannya ?"
"Cukup jauh !"
Yudha memperhatikan sekitar. Sama saja. Semua sibuk dengan gawainya. Tak ada tatap mata. Semua berbohong.
"Tidak ! Memang begitu cara kerjanya. Kalau kumpul bersama pemuda. Bawa gawai. Entah tidak dipakai. Itu bisa membuatmu terlihat sibuk."
Pernah Yudha mendapatkan alasan dan saran seperti itu. Itu awal mula, ia membenci pertemuan tapi mencintai perjumpaan. Sudah malam, apa tidak ada yang mau disampaikan ?
Batin Yudha, menatap ke luar. Hujan belum reda. Sorot mata mereka yang besok sekolah kian lelah. Nyata, kalau biasanya sejam lalu sudah tidur. Malam ini malam dalam percakapan entah. Semua itu demi apa ?
Entahlah. Ad yang pernah bilang. Untuk menjaga iman. Ada juga menyampaikan. Itu bentuk perjuangan. Tak salah juga, Yudha menyimpulkan. Supaya tak sepi ketika membuat kegiatan. Lebih lagi, supaya kalau mati. Ada yang mau melayat. Kita semua calon mayat bukan ?
"Mas. Aku minta tolong antarkan pulang !"