Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Asongan Tahu Petis

16 Januari 2023   12:00 Diperbarui: 16 Januari 2023   20:12 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tahu petis. Tribun Jateng/MAULANA RAMADHAN

Cerpen Yudha Adi Putra

Sebelum sinar matahari sepenuhnya cerah, ia sudah berdiri di antara lampu merah. Membawa sebuah kotak dengan cara digendhong. Kotak itu ada tulisan "Tahu Petis 5000". Ketika lampu merah menyala, saat tepat untuk berkeliling di setiap mobil yang berhenti.

"Tahu.. Tahu.. Tahu Petis cuma lima ribu," teriak lelaki itu sambil mengayun-ayunkan tahu di genggaman tangannya.

"Mau tahu petisnya, Pak!" kata seorang pengemudi mobil berwarna putih.

Sebenarnya, banyak mobil berhenti. Tapi, tidak semua mau membuka kaca mobil dan membeli tahu petis di lampu merah. Jika hari beruntung, setiap lampu merah pasti ada saja yang membeli. Entah karena kasihan atau memang tidak sempat membeli sarapan. Bisa juga sekalian beramal, membantu orang yang kesusahan sering mendapatkan balasan doa.

"Mau berapa Pak?" tanya penjual tahu.

"Dua saja. Ini uangnya," kaca mobil terbuka dan uang lima puluh ribuan keluar bersama tangan berhiaskan jam tangan mahal.

"Sudah, kembaliannya buat Bapak saja!" lanjutnya.

"Terima kasih, Pak. Semoga rezeki Bapak lancar terus. Sehat dan bahagia. Hati-hati di jalan ya Pak," doa penjual tahu petis sebelum lampu menjadi hijau dan mobil melaju kencang.

Penjual tahu petis tersenyum senang. Ada kelebihan uang untuk sarapan. Tapi, memang sering dibuat demikian. Banyak penjual asongan sengaja tidak membawa uang kembalian. Makanya, kadang meresahkan.

"Kalau bisa, bilang saja tidak punya kembalian. Mereka orang kaya, pasti uangnya banyak kalau cuma buat beli tahu petis." Pernah penjual tahu petis itu mendengar perkataan kawannya yang sudah lama berjualan. Kawan itu menjadi bos dari beberapa penjual tahu, bernama Darso Utomo. Mantan pegawai apotek samping kecamatan.

"Lalu, kenapa sekarang kamu tidak berjualan lagi ?" tanya penjual tahu petis baru. Ia sebenarnya seorang supir proyek. Saat mau mendaftar berjualan tahu petis secara asongan di jalan raya. Seragam supirnya masih digunakan. Ada bertuliskan nama Gatot Subagyo.

"Berjualan asongan itu uangnya habis buat pijet. Bayangkan saja, setiap pagi sampai siang. Kalau lagi semangat bisa sampai malam. Berjuang menggendhong kotak berisi tahu. Pegal sekali. Belum terkena suara berisik klakson. Kadang panas, tak jarang hujan. Banyak risikonya. Makanya, sekarang aku coba pekerjaan lain," jawabnya.

Karena memang tidak ada pilihan, Pak Bagyo mau menjadi penjual tahu petis asongan. Setidaknya sementara, sampai ada yang memakai jasa sopirnya. Kalau saja dia ada mobil, pasti ia bisa bekerja mengantarkan barang atau hewan ke pasar hewan setiap Selasa.

***

Ketika hendak berjualan tahu petis, Pak Bagyo diminta untuk mencatat sebuah nomor kendaraan. Catatan itu dibawa dalam gendhongan bersama beberapa tahu petis.

"Pak, nanti sekitar jam sepuluh pagi. Tolong cari dan berikan bungkusan tahu petis ini pada nomor kendaraan sesuai dalam tulisan. Harus tepat ya Pak," ujar Pak Darso, bosnya.

"Siap, apakah ini pesanan tahu ya?" tanya Pak Bagyo.

Pak Darso tak menjawab, Pak Bagyo lalu lanjut mengayuh sepedanya menuju tempat berjualan. Hari ini agak mendung, pembeli sepi, padahal anak Pak Bagyo sedang ingin dibelikan sepatu baru.

"Semoga saja ada yang memberi uang kembalian lebih. Jadi nanti, bisa buat beli sepatu," harap Pak Bagyo sambil mengusap keringatnya.

Matahari mulai menampakkan diri. Mobil dan motor berdatangan dan itu mendapatkan sambutan dari Pak Bagyo.

"Tahu.. Tahu.. Tahu Petis lima ribuan," teriak Pak Bagyo.

Tidak ada mobil yang membuka kacanya. Seolah semua sedang terburu-buru. Hingga, ada mobil hitam dengan nomor kendaraan sesuai catatan Pak Bagyo meski belum jam sepuluh pagi.

"Pak, saya borong tahu petisnya ya, sekalian kotakannya juga. Unik itu, saya suka !" kata perempuan dalam mobil.

Tanpa berpikir panjang, Pak Bagyo memberikan kotak berisi beberapa tahu dan ia menerima sekantong plastik uang seratus ribuan. Ia nampak keheranan, belum sempat mengucapkan terima kasih, mobil dan perempuan tadi sudah melaju dengan kencang. Di belakang, ada dua mobil polisi juga melaju dengan kencang.

"Hari ini, semua sedang terburu-buru apa ya ?" gumam Pak Bagyo.

Ketika sampai di tempat Pak Darso untuk setoran, ia terkejut. Beberapa polisi berdatangan dan Pak Bagyo mendengar percakapan bahwa gembong narkoba berhasil tertangkap bersama pengendarnya yang menyamar menjadi penjual tahu petis.

Demakijo, 16 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun