Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terpisah

15 Januari 2023   12:30 Diperbarui: 15 Januari 2023   12:53 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terpisah

Cerpen Yudha Adi Putra

"Heh ! Hati-hati kalau pakai motor. Mentang-mentang motor bagus, kalau lewat jalanan sepi seenaknya !" teriak seorang petani membawa jerami.

Suara klakson melengking dengan keras. Motor Yudha tetap melaju kencang di antara jalan yang tidak rata. Petani berusaha menyebrang, tapi mundur kembali. Sebagian ada yang kaget. Waktu pulang merumput menjadi menyebalkan karena bertemu pengendara sepeda motor dengan laju cepat

"Maaf, Pak ! Saya buru-buru !" teriak Yudha, lalu menghilang menembus jalan samping sawah kian jauh. Deru knalpotnya keras sekali. Debu-debu berterbangan.

"Dasar anak muda!" bentak petani lain.

Ada dua permintaan janji, dalam waktu yang sama. Empat belas Januari, tepat di jam tujuh malam. Itu membuat Yudha terburu-buru melintasi sawah. Mencari jalan tercepat menuju Magelang. Semakin cepat berjumpa, semakin cepat nanti pulang.

***

"Sudah sampai dari tadi, Pak?" tanya seorang siswa.

"Belum ada. Kemana ya, Mas Yudha belum juga datang," jawab Pak Sugeng.

Terdengar suara motor datang. Nampak lelaki dengan helm hitam, lengkap bersama jaketnya turun. Ia tersenyum dan melambaikan tangan ke arah siswa.

"Halo teman-teman. Maaf terlambat, tadi jalannya macet sekali !" teriak Yudha. Ia mencopoti perlengkapan berkendaranya. Berjalan menuju mereka, tak menyalami. Hanya langsung minum dan duduk. Sedikit cerita soal perjalanan, tentu juga soal impian hidup. Lalu, acara di mulai.

"Kami tadi cemas Pak. Kami mengira Mas Yudha tidak akan datang. Kebingungan mencari ganti bagaimana," keluh seorang siswi. Nampak ia akan menjadi pembawa acara di malam hari itu. Semua siswa berpakain merah, natal telah tiba. Senyuman dan jeda sebentar di antara banyak pilihan kegiatan seperti main game dilakukan.

"Begitulah, datangnya pasti tepat waktu dan membuat kecemasan tersendiri," sahut seorang teman yang lain.

Percakapan dilanjutkan, perayaan natal dimulai dengan senang. Ada penyalaan lilin. Sedikit pembinaan karakter.

"Karakter seperti apa ini ? Pembinaan karakter tidak bisa satu malam, tentu butuh waktu seumur hidup, kita tertawa bersama saja!" ujar Mas Yudha pada saat sesi pembinaan karakter.

"Kita mau punya karakter Pancasila!" seru seorang siswa.

Guru lain dan tamu undangan tersenyum. Nampak keberhasilan mereka untuk memancing pertanyaan. Memangnya, apa yang dimaksudkan dengan karakter Pancasila. Bukan soal teori saja, ada realita. Menyenangkan ketika bisa melihat semuanya baik-baik saja. Karena bukan tidak mungkin, mereka yang duduk bersama itu adalah calon koruptor yang baik dan benar. Bisa juga menjadi calon penentu kebijakan yang terpisah dari realita kehidupan. Hidup tak ada yang bisa mengerti.

***

Pergantian waktu terjadi, semua hal banyak berubah. Ada canda yang bisa datang, hanya sebentar saja. Kesepian menjadi kawan, bisa juga menjelma menjadi air mata. Hasrat mencoba untuk memelihara harapan kecil.

"Mas, besok bertemu dengan anak-anak SMP ya, kita belajar bersama. Motivasi untuk terus melangkah dengan senang, berjuang dengan banyak harapan!" ujar Bu Harti. Perkataan itu dalam sebuah pesan, mengusik Yudha dalam permenungannya.

"Iya, Bu. Sampai jumpa besok. Semoga kita bisa terus untuk bersyukur. Baik untuk diperjuangkan setiap kehidupan," jawab Yudha.

Tak lama kemudian, perjalanan di mulai. Rasa tumbuh, soal kesiapaan untuk memulai langkah.

"Mas, jangan lupa. Besok membantu menjadi pembawa acara, kegiatan di mulai tepat jam delapan malam," pesan itu dibaca Yudha setelah setuju dengan Bu Harti.

Pergumulan di mulai. Bagaimana mungkin, berada dalam dua tempat dalam satu waktu. Mungkin itu akan menjadi melelahkan, tapi apakah harus berbohong ? Bisa juga. Itu sangat berdampak untuk dinamika ke depan, terutama sebagai seorang penulis. Hidup dari kata dan puisi.

"Semua itu harus fokus. Jadi satu, kalau tubuhnya ada ya pikirannya ada di sini. Satu persatu akan selesai, bukan dipisah. Terpisah akan membuat lelah, tubuhnya di mana ? Pikirannya pindah-pindah!" ujar Yudha menutup pembinaan karakter untuk SMP.

Seperti menasihati diri sendiri. Yudha tersenyum, melangkah menuju tempat parkir dan membawa sepeda motornya dengan laju cepat. Di tempat lain, nampak acara sudah di mulai. Yudha tergantikan.

                                                                                                                                                

Salam, 15 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun