Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sandal

4 Januari 2023   15:40 Diperbarui: 4 Januari 2023   15:38 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Mau bagaimana lagi, sarapan di tempat biasa saja, nanti bisa bertemu dengan lele terenak di Godean. Aku suka, konspirasi memang. Semoga masih tersedia," harap Yudha sambil melihat pemandangan di sebelah kirinya. Ada sawah membentang dengan pematang sawah sedang dibenahi oleh petani. Petani yang banyak itu nampak nungging, mungkin hanya dengan cara seperti itu, padi dapat ditanam. Kalau berjalan maju ? Ah, ribet.

            "Lelenya sudah habis, Mas. Makan yang lain saja. Sudah siang ini, itu lihat ! Sudah jam sepuluh," ujar pejual makanan. Aku belum kenal ibu penjual makanan ini. Nampaknya, dia sosok rajin. Bangun jam tiga bersiap memberi makan kepada siapa saja yang mau bayar. Baik juga dia, pernah aku tertinggal di warungnya. Ia berteriak pada Yudha.

            "Mas, sandalnya tertinggal. Mana bau lagi, itu sandal habis menginjak apa sih ?" tawa Ibu penjual makanan itu lepas. Yudha hanya tersenyum malu. Beberapa mata menatapnya, itu kejadian beberapa minggu yang lalu.

            "Tapi, saya mau makan lele, Bu. Masa tidak ada, besok disimpankan satu ya Bu," harap Yudha dengan melihat sisa-sisa makanan. Berharap ada sesuatu yang membuatnya mau makan.

            "Memangnya sepeda motor bisa pesan dulu, ini cuma lauk lele. Kalau mau ya datang lebih pagi. Jangan malas, sudah mau makan apa?" bentak ibu tadi. Mempersiapkan makanan untuk banyak orang ternyata membuatnya terlihat galak.

            "Nasi sama telor saja, Bu. Sama aku minta usus goreng. Sepertinya enak, nanti kalau masih ada kuahnya dikasih ya, Bu."

            "Siap, itu saja. Itu lima ribu. Kau ada uang berapa?" tanya penjual sayuran itu.

***

            Sudah yakin dengan semua yang dilakukan. Yudha nampak kesal dengan suasana rumah. Bagaimana tidak, tetangganya yang pengangguran itu berisik sekali. Ada pengeras suara dengan lagu-lagu tidak jelas. Memang, lagu dan kebiasaan itu telah menjadi semangat bagi sebagian orang, tapi tidak dengan Yudha.

            "Panas-panas begini, kenapa menyalakan pengeras suara ? Memangnya tidak gerah. Lagunya tidak jelas, maklum saja. Dasar miskin dan pengangguran. Kerjaannya hanya seperti itu. Mungkin, tidak pernah terbayangkan untuk membaca atau membuat artikel sederhana ? Isu politik diikuti atau tidak ? Tentu iya, sejauh memberi makan pada ego mereka," keluh Yudha. Berusaha menulis dia, tapi suara tidak jelas itu membuatnya marah. Aku juga ikut kesal. Sebagai akibatnya, aku dilemparkan dekat tanaman. Semoga saja, Yudha segera pergi supaya aku dicari. Bukankah begitu, hanya dicari ketika dibutuhkan ?

            "Bagaimana ya, apa yang harus dilakukan. Ini tidak bisa dibiarkan. Memang, orang seperti itu tidak pernah tahu asyiknya membaca dan menulis!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun