"Bukan hanya itu saja, kau ingat waktu Bandiyo itu datang sore hari di rumah ? Pamong masyarakat pembawa petaka dia!" lanjut perempuan itu.
"Ada apa emangnya ? Aku tidak mengerti yang kau maksudkan. Kau sendiri tidak menceritakannya padaku," jawab Sutoyo.
"Memangnya kapan kau mendengarkan aku ? Kerjamu tidak jelas. Pagi, siang, sore, bahkan malam hari hanya mengurusi burung. Kau harusnya bekerja ! Dasar pengangguran," kejujuran perkataan istri Sutoyo tentu jika didengarkan oleh laki-laki lain, bisa memicu tamparan atau kekerasan. Tapi, tidak dengan Sutoyo. Ia hanya tersenyum, seperti ada rasa sakit yang ditahannya.
***
Sebagai desa yang punya potensi wisata, desa tempat tinggal Mbah Darto juga tidak mau kalah berlomba-lomba menjadi desa wisata. Makanya, sore itu, Bandiyo datang memberikan undangan untuk Mbah Darto supaya mau memimpin malam tirakatan merti dusun. Sebagai pamong masyarakat dengan sebutan Pak RT, dia tahu betul siapa saja yang bisa terlibat untuk mengembangkan desa wisata. Tidak jarang, karena gengsi desa wisata sampai mengada-ada hal yang sebenarnya tidak ada. Seolah, semua desa itu harus menjadi wisata. Padahal, desa mereka wisatanya alam berupa sawah dan tentu kesederhanaan hidup orang desa yang indah dilihat mata. Tapi, tidak untuk dihidupi beberapa tahun.
"Mbah Darto, selamat sore. Sedang sibuk apa ini ? Wah, tanamannya bagus-bagus," sapa Bandiyo, bahkan sebelum turun dari sepeda klasiknya.
"Ya begini, pekerjaan pensiunan. Merawat tanaman dan merawat diri sendiri. Ada apa Pak RT ?" ucap Mbah Darto.
"Sebentar, tak rapikan dulu. Silakan duduk dulu, tidak terburu-buru to ini ?" lanjut Mbah Darto.
"Santai saja, Mbah. Saya tunggu sambi lihat-lihat tanaman ya,"
Mbah Darto langsung berkemas. Sore hari memang menjadi kebiasaan untuk merawat tanaman. Ketika ia merapikan gunting rumput, matanya melirik pada pintu ruang tamu. Kemana istri Sutoyo ? Kenapa tidak keluar dan berjabat tangan dengan Pak RT ? Bukannya kalau ada tamu harus disambut, apalagi ini pamong masyarakat. Kok, perempuan itu tidak nampak.
"Ada apa Pak RT ? Maaf berantakan sekali rumahnya," kata Mbah Darso.