Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bangku Pertama

23 Desember 2022   13:45 Diperbarui: 23 Desember 2022   13:49 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Puji Tuhan, lumayan buat jajan. Eh, tapi uangku kemarin kurang lima ribu. Tidak masalah sebenarnya, sekalian sedekah ya katamu. Hahahaha," jawab Sarijo.

            "Maklum, kantin kejujuran. Tapi, tetap saja banyak yang tidak jujur,"

            Hari berikutnya, dagangan Sarijo tidak laku banyak. Hampir separuh masih ada. Sarijo nampak sedih. Apalagi mendengarkan ucapan kakak tingkatnya.

            "Itu pasti makanannya tidak bersih, bikin penyakit. Kemarin, ada kawanku yang diare seminggu gara-gara beli makanannya Sarijo," ucapan itu terdengar Sarijo ketika berjalan di lorong kelas antara kelas 7 dan kelas 8.

            "Itu tidak benar. Kemarin, aku lihat juga. Uang di kantin kejujuran itu ditambahi oleh Aziz, pasti kalau bukan karena Aziz. Uang Sarijo tidak ada. Baik sekali Aziz itu," tambah seorang murid perempuan.

            Ketika di kelas, Sarijo menemui Aziz. Ia bermaksud bertanya soal uang dan makanan yang dijualnya. Tapi, Aziz sudah pulang duluan. Ada kabar kalau orangtuanya meninggal.

***

            Keramaian pasar dan kicauan burung yang dijualnya masih terdengar. Sarijo menangkap burung prenjak dalam sangkar coklat dan menyerahkan pada seorang pemuda. Selembar uang lima puluh ribu diterimanya dan ucapan terima kasih tanpa tatapan. Lelaki paruh baya itu masih belum menerima, kalau kabar kematian sahabatnya itu nyata. Ditatapnya sekeliling, pasar masih ramai. Hari Minggu dan suasana pagi yang cukup cerah.

            "Pak Aziz telah meninggal, tapi sepertinya masih suri. Ia menanti seorang sahabatnya, perlahan nama Jo, Jo, dan Jo dipanggilnya," kata seorang petugas yang menagih retribusi pasar.

            Dalam beberapa saat, Pak Sarijo berbenah. Ia membereskan semua dagangannya, ada yang dititipkan pada lapak di sampingnya, siapa tahu ada yang minat membeli burung kicaunya. Bergegas menuju rumah dengan pendapa di belakang pasar. Beberapa orang sudah tiba di sana, termasuk anak-anak Pak Aziz.

            "Itu sahabat Bapakmu, salami dia," kata seorang perempuan paruh ba

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun