"Halo, Mas. Ayo kita bermain. Kau sudah ditunggu," sapa lelaki separuh baya itu dengan meneteskan air liur.
Seno mampu bergerak ternyata, meski tanpa memakai kursi roda. Ia kehausan, mencari gelas tidak ada. Tapi, tiba-tiba ada air keluar di dekat mulutnya.
"Aku dimana ini ? Istriku dimana ? Bagaimana dengan burung-burungku ?" tanya Seno mengabaikan lelaki yang mendatanginya tadi. Ia memperhatikan tangannya masih tidak ada. Pikirnya, ia pasti bukan di surga. Kalau di surga, tangannya tentu ada.
Ia berkeliling tempat itu dan nampak sebuah rumah ramai dengan orang. Pemandangan itu ada di atas Seno. Nampak pula, orang dengan baju hitam lalu di lehernya ada tanda putih sedang membaca doa.
"Terima kasih untuk semua yang hadir. Mari kita bersama lanjutkan pemakaman Bapak yang terkasih Dwi Seno Triyono dengan mengingat firman Tuhan, Berbahagialah orang-orang yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini. -- Wahyu 14 :13" ucap lelaki berbaju hitam itu dengan lantang. Lalu, sekelompok pemuda membawa kayu salib, foto Seno, bunga, dan peti berjalan menuju tempat pemakaman.
"Apa ? Jadi aku sudah mati ? Apa ini di neraka ?" tanya Seno dengan histeris.
"Ini Surga, Mas." kata seorang penyandang disabilitas tuna netra sambil tersenyum.
Godean, 19 Desember 2022Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H