Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ini Surga

19 Desember 2022   14:01 Diperbarui: 19 Desember 2022   14:12 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini Surga

Cerpen Yudha Adi Putra

"Aku ingin tahu rasanya punya tangan, biar tidak diremehkan. Mereka tidak mau memperhitungan pandanganku," keluh Seno sepulang dari melakukan hobinya.

Seno sering mengeluh karena hanya bisa berada di kursi roda. Dia ingin cepat mati saja. Kalau mati, Seno beranggapan kalau di surga nanti punya tangan lagi. Tangan Seno dulu harus diamputasi sebagai akibat dari kecelakaan yang menimpanya. Lalu, semenjak menjadi penyandang disabilitas Seno jadi senang memelihara burung dalam sangkar. 

Burung dalam sangkar itu seperti dirinya, begitu kalau ditanya alasan. Seno juga aktif melombakan burung peliharaannya. Hampir setiap Minggu pagi, dia hadir paling pagi di lapangan ujung desa untuk menggantang burung.

Hingga tak berselang lama, Seno merasa terhina karena pendapatnya ketika mengusulkan lomba gantangan tidak diterima. Tentu, banyak orang menyepelekan, memangnya penyandang disabilitas yang tidak punya tangan bisa berbuat apa ? Sudah baik diberi kesempatan untuk ikut bergabung, kurang lebih seperti itu pandangan pecinta burung kicau kalau Seno berpendapat.

Keinginan Seno untuk cepat mati karena tak tahan akan hinaan dan remehan orang lain semakin kuat ketika tahu utangnya bertambah banyak. Seno banyak melakukan pinjaman untuk beli tiket melombakan burungnya.

"Tolong segera dibayarkan ya, Mas. Ini sudah nunggak dua bulan lebih. Jadi, bunganya nanti bisa bertambah terus," tagih pria berbadan gemuk ketika menjumpai Seno di kursi roda sedang memandikan burung murainya.

"Nanti kalau saya ada uang, langsung saya bayarkan, Pak. Sekarang, saya belum ada uang untuk bayar," jawab Seno.

"Kenapa tidak menjual burung saja, memenuhi teras rumah. Mana kalau pagi berisik lagi. Kau jual saja burungmu itu, biar bisa bayar hutang," usul istrinya Seno.

"Tidak, diam saja kau. Tidak usah ikut campur urusan laki-laki," ujar Seno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun