Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ini Surga

19 Desember 2022   14:01 Diperbarui: 19 Desember 2022   14:12 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penagih hutang itu pergi tanpa pamitan. Mungkin dia malas mendengarkan Seno beradu mulut dengan istrinya.

***

Seno merasakan dadanya sesak. Hampir seminggu dia tidak beranjak dari tempat tidurnya. Ia teringat akan gambar di belakang bungkus rokok yang sering dibelinya. "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan & janin". Kepalanya pusing dan dahinya berdenyut. Seno mengabaikan ingatan akan bungkus rokok itu. Ia mencoba untuk tidur saja.

"Mas, makanan burungmu sudah habis. Aku tidak tahu bagaimana memberinya makan. Kalau dijual saja bagaimana, nanti aku minta Lik Manto untuk membantu menjualkan. Bisa untuk bayar hutang dan makan," kata istri Seno. Tentu, ucapan istrinya itu membuat dia jadi tidak bisa tidur. Seno meminta istrinya menuliskan sesuatu.

"Ambilkan kertas dan pena, tolong tuliskan. Beli kroto, ulat hongkong, jangkrik, dan pisang. Lalu, untuk pemakan madu, beri saja susu kental manis, dicampur kuning telur, dan madu. Kalau ada yang mau membeli burungku, murai batu di sangkar biru itu harganya dua jutaan. Lalu, burung cucak ijo di sangkar coklat harganya tiga juta. Itu pesanku, aku pusing sekali. Mau tidur, tapi dadaku sesak," ujar Seno.

Istrinya mencatat seperti yang diminta oleh Seno. Karena tidak paham, ia minta tolong pada Lik Manto, kakak pertama dari Seno. Semua burung Seno memang burung mahal, terutama murai batu. Burung murai batu itu yang membantu keuangan keluarga Seno, terutama ketika Seno sudah tidak bekerja lagi.

***

Pagi ini, Seno terbangun dari tidurnya. Dadanya masih sesak, tapi perlahan dia bangkit, mencari kursi rodanya. Tapi, kursi rodanya tidak ada. Ia menatap jam, ternyata juga tidak ada di tempat seharusnya. Ia malah disapa oleh Ibunya, Bu Hesti yang seingatnya sudah meninggal lima tahun sebelum Seno kecelakaan.

"Kau sudah disini, No. Ayo, bertemu dengan Kakek dan Nenekmu. Kakekmu sering memperhatikan keluhanmu, ternyata ia senang dengan hobi barumu. Ia juga memelihar burung murai," kata Bu Hesti.

"Kenapa Ibu ada di sini, bukankah Ibu sudah meninggal?" tanya Seno ketakutan.

Ibunya hanya tersenyum. Perlahan mulai meninggalkan Seno. Tak lama kemudian, muncul seorang penyandang disabilitas mental. Ia berusaha mendekati Seno, tapi malu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun