"Mau sampai kapan seperti ini ? Aku dulu harusnya bisa kuliah sampai lulus, tidak hidup denganmu dan hanya menjadi buruh pabrik. Aku menyesal,"
"Kita harus terus berjuang , masih baik kita bisa hidup. Kau bisa punya pekerjaan dan burungku mungkin bisa menang digantangan," kata lelaki itu. Dia berhenti memandikan burungnya, ganti mendekati istrinya.
"Tapi kapan ? Memangnya apa yang bisa diandalkan dari burung itu ? Bukannya burung itu terbang. Dia bebas, bukan dikurung lalu disuruh berkicau kalau kamu mau. Dasar kejam!" seru Painem mendekati sangkar burung, tapi Herry tak memperhatikan.
Herry hanya terdiam dan berjalan menuju pohon jambu dekat kebun rumahnya. Ia menyingkap sarung yang dikenakannya. Lelaki pemelihara burung itu kencing, ia mengabaikan keluhan istrinya.
***
Dalam benak Manto, siapa yang tahu maksud burung berkicau dalam sangkar ? Apakah burung itu senang karena diberi makan dan dimandikan ? Burung itu berteriak minta tolong pada kawannya yang bisa terbang bebas ? Hanya burung prenjak Manto yang tahu. Paruh burung prenjak itu terbuka dan mengalunkan kicauan memanggil namanya sendiri. Saat Manto dan Painem beradu mulut, ada burung prenjak terbang mendekat di dekat pohon. Burung itu menyaut kicauan burung milik Manto. Manto terkejut, setelah kembali dari kencing, ternyata burung prenjak kesayangannya sudah tidak ada dalam sangkar. Tapi ada dua burung, bukan di dalam, tapi di atas sangkar. Mereka bersaut-sautan dan Painem tersenyum puas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H