"Aku tidak bisa mati, bahkan untuk saat ini."
"Kenapa ?"
"Sebab penulis tidak pernah mati, karyanya abadi. Mendidik tanpa harus hadir. Mungkin tubuhnya mati, tapi caranya mendidik menjelma jadi apa saja. Bahkan, lebih dari itu, ia menjadi guru. Penulis menjadi pahlawan. Penulis tidak bisa mati, ia sebagai guru yang memberi banyak ilmu."
Aku tercengang. Aku tidak menyangka kalimat itu keluar dari mulut kekasihku.
"Jadi itu yang meracuni pikiranmu, alasanmu mau jadi guru ? Alasanmu terus menulis seperti itu ?"
"Ya! Itu sebabnya saya mau jadi penulis, saya mau jadi guru untuk mengajarkan supaya semua orang tidak bisa mati. Saya juga tidak mau mati,"
Aku bingung. Belum pernah aku dijawab seperti itu. Aku jadi gugup.
"Aneh!" kata saya kelepasan.
"Siapa yang membuatmu seperti itu, gadis penyair itu ? Siapa yang mendoktrinasi kamu ? Kamu mau seperti mereka yang tidak jelas itu ?"
Yudha memandang wajahku dengan tajam. Matanya meyakinkan, jujur, dan penuh perhatian.
"Siapa Yudh ? Jawab !"