Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mendidik Tanpa Harus Hadir

20 November 2022   20:30 Diperbarui: 20 November 2022   20:32 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sayang, dengar baik-baik. Aku hanya ingin bertemu kami di antara sibuknya jadwalku pemotretan ini. Setelah ini nanti terserah kamu ! Menjadi penulis dan guru itu bukan impian. Itu cuma keromantisan usang yang sudah tidak sesuai dengan digitalisasi sekarang. Kita hidup di era digital sayang. Semua berkembang dan perjumpaan menjadi tidak terbatas. Saat ini, sudah tidak ada orang mau jadi penulis dan guru seperti dirimu. Kalau ada, mungkin mereka gagal dan terpaksa oleh keadaan. Mereka jadi guru supaya bisa kerja saja, asal tidak dihina tetangga di desa. Kau paham kan sayang ? Setiap ada kesempatan untuk mendapatkan yang lebih, tentu akan diambil untuk lebih kaya lagi. Kamu kenapa mau menulis dan mengajar ? Kamu mau miskin ? Kesehatan di hari tua sebagai penulis tidak jelas. Kamu hebat lho sayang, kenapa hanya mau jadi penulis. Ayolah, jangan memilih masa depan orang putus asa seperti itu."

"Iya. Aku ingin menjadi penulis dan mengajarkan menulis itu."

"Mengapa seperti itu ? Kamu keras kepala sekali ! Apa tidak ada pilihan lain ? Atau apa ? Kamu tahu, hidup sebagai penulis itu seperti apa ? Jadi guru itu seperti apa ? Apa hidupnya jelas ? Tidak. Mereka cuma merokok dari kedai ke kedai. Menaiki motor butut yang kalau dijual belum tentu laku. Hidupnya menderita dengan banyak tangisan karena tidak ada uang. Tuntutannya banyak dan tidak ada yang bisa ditebak, tapi uang dari menulis tidak banyak. Tidak ada uang dari mengajar, bisa saja malah rugi untuk beli bahan ajar. Lihat, apa ada penulis hidupnya bahagia ? Mereka mati muda menderita ? Kamu mau seperti itu ? Atau guru ? Guru mana yang kaya ? Mereka gajinya tidak seberapa. Rumahnya tidak jelas, bergelantungan burung dan ada di desa. Mungkin mereka kaya, tapi bukan dari mengajar atau menulis. Karena pekerjaan menulis itu spekulatif, tidak bisa ditebak. Itu aneh sekali. Masa kamu mau jadi seperti itu ? Penulis itu menderita, ia miskin. Coba lihat, penulis mana yang hidupnya mewah. Itu hanya bualan saja, buku terjual banyak, itu permainan saja. Guru juga tidak ada yang seperti itu. Tidak ada penulis yang tidur nyenyak, mereka gelisah. Banyak waktu malam dipakai menulis. Itu tidak sehat. Coba kamu pikirkan lagi, aku tidak mau kamu jadi penulis atau guru atau apa lagi yang miskin-miskin itu !"

"Sudah saya pastikan, saya akan menulis dan mengajarkan tulisan saya."
Aku terkejut, belum pernah Yudha menjawab dengan santai seperti itu.

"Pikirkan sekali lagi sayang, aku mohon. Aku kasih waktu, sebelum kita lanjut ke jenjang yang lebih serius. Kita akan menikah tahun depan."

"Pikiranku akan tetap sama. Saya mau jadi penulis dan guru."

"Tidak, dipikirkan dulu sayang. Aku ada jadwal pemotretan. Aku pergi dulu ya, sampai jumpa beberapa hari lagi. Aku mohon."

Aku memilih meninggalkan Yudha. Tas yang kujatuhkan sudah ditata kembali oleh Yudha. Aku mengeluh sepanjang jalan. Bagaimana masa depanku nanti. Yang aku jadikan tempat mengeluh adalah Rakel. Menurut dia, aku sudah salah memilih orang untuk dicintai dan tidak membicarakan soal impian dari awal pacaran, sehingga Yudha jadi pendek berpikirannya.

***

"Kamu mungkin tidak memperhatikan pergaulannya, makanya dia jadi liar. Masa mau menulis dan mengajar. Itu memiskinkan diri sendiri !"

Aku memilih diam saja. Teman dan sahabat mulai banyak berkomentar. Nasib di pergaulan serba gengsi memang begitu. Ada banyak komentar, bahkan soal hidup dan pilihan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun