"Aku mengerti. Lalu, ada apa yang salah dengan aku menjadi penulis. Apa yang salah dengan aku mengajar ?"
Aku terdiam. Menangis, keras kepala sekali Yudha. Akhirnya, aku memilih pergi lagi. Mungkin ini menjadi waktu untuk membuat Yudha sadar, aku akan menghilang dari hidupnya. Aku lelah mendengarkan ungkapannya soal guru, soal penulis. Tidak ada gunanya.
***
Tiga bulan kami tidak saling komunikasi. Tapi Yudha juga tida menghubungi aku. Aku jadi bingung dan cemas. Akhirnya, dengan membatalkan banyak janji pertemuan di hari Minggu. Sekali ini aku datang dengan penuh harapan. Mungkin Yudha ingin aku memohon, tapi aku tidak mengerti dengan semua ini. Tapikan aku harus berusaha ketika punya keinginan, dengan bonus doa, kalau memang Yudha bisa berubah, jangankan permohonan. Aku mau melakukan segalanya, asal dia tidak menjadi penulis atau guru dengan pekerjaan miskinnya itu. Aku mau kami kaya, tidak kesulitan uang di kemudian hari.
"Bagaimana sayang, kamu sudah berubah pikiran?"
"Aku mau terus belajar jadi guru dan menulis,"
"Kalau kamu masih mau jadi penulis dan guru, aku akan segera membunuhmu,"
"Apa ? Membunuhku ? Membuat aku mati ?"
"Aku sudah yakin dengan pilihanku. Aku akan membunuhmu sekarang juga kalau kamu masih mau jadi guru dan penulis,"
"Kamu tidak bisa membunuhku, aku tidak bisa mati,"
"Tidak bisa ? Jangan gila kamu, semua bisa mati, bahkan kamu akan mati sekarang juga,"