Tambrauw sebagai Kabupaten konservasi berarti menjaga dan melestarikan hutan masyarakat walaupun beberapa pohon kayu besi harus ditebang demi adanya pembangunan rumah, perkantoran termasuk jalan raya sebagai sarana transportasi darat. Delapan puluh persen hutan Tambrauw adalah hutan konservasi, sisanya menjadi hutan produksi sedangkan dalam pengertian masyarakat, seluruh hutan adalah miliknya.
Baru baru ini, telah dilakukan musyawarah adat untuk mengakomodir marga asli Tambrauw di suku Miyah guna mengatur hak milik masyarakat itu sendiri sehingga peraturan daerah yang mengatur untuk masyarakat adat dan konservasi hutan bisa terlaksana. Semua itu adalah upaya baik pemerintah dalam melindungi dan menghargai hak milik masyarakat dan juga meminimalisir terjadinya pengrusakan hutan.Â
Namun, perlu diakui bahwa beberapa tempat telah terjadi penebangan kayu secara berlebihan tanpa ijin masyarakat karena tidak adanya pengawasan, contoh kasus pemalangan jalan oleh marga momo di kampung siakwa menjadi bukti bahwa masuknya transportasi tentu diimbangi dengan kepentingan pemodal.
c). Ekonomi
Melepaskan tanah ulayat untuk pembangunan jalan dengan diberikan imbalan uang sebagai bentuk pelepasan tanah adatnya, Masyarakat secara langsung bukan lagi sebagai pemilik tanah adatnya. Sementara uang bagi hasil tidak merata dan berakhir dengan perang mulut sebagai bentuk konflik horisontal, hal itu sedang terjadi pada masyarakat suku Miyah saat ini karena tanah dipandang memiliki nilai uang dan bukan lagi sebagai alat pemersatu dalam hubungan kekeluargaan secara silsilah.Â
Dari sisi positif lainnya, transportasi jalan Fef -- Miyah membuka peluang usaha seperti kios dan juga mempermudah masuknya pengunjung wisata alam namun belum ada retribusi jelas dari pemerintah desa atau masyarakat lokal tentang itu.
Penutup
Transportasi darat hadir hanya sebagai sarana mempermudah jarak jangkauan dan sebagai akses mobilisasi, dalam kemajuan infrastruktur, jalan dan jembatan selalu diutamakan karena sebagai tolak ukur majunya suatu wilayah namun kehadiran infrastruktur tersebut juga menimbulkan banyak kesenjangan pada kehidupan masyarakat lokal, sehingga perlu adanya kajian kajian oleh akademisi menyangkut budaya, sosial, dan lingkungan sebagai fondasi terhadap masyarakat lokal. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H