Mohon tunggu...
Bayu Segara
Bayu Segara Mohon Tunggu... Administrasi - Lihat di bawah.

Penulis saat ini tinggal di Garut. 0852-1379-5857 adalah nomor yang bisa dihubungi. Pernah bekerja di berbagai perusahaan dengan spesialis dibidang Layanan & Garansi. Sangat diharapkan jika ada tawaran kerja terkait bidang tersebut . Kunjungi juga blog saya di: https://bundelanilmu.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Papah, Apakah Engkau Ayahku

21 Maret 2011   13:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:35 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran ini, seperti lebaran yang lalu, kampungku mendadak ramai. Berbondong-bondong orang kembali ke kampung halamannya setelah lama tinggal di negeri asing. Banyak orang berkumpul baik di rumah-rumah, warung-warung atau di tempat biasa kami duduk-duduk ngobrol di pinggir jalan yang membelah desa. Bersenda gurau, melepas kangen dengan saudara, teman atau bekas tetangga adalah pemandangan biasa jika sore hari datang.

Rumah-rumah penduduk tampak terlihat.lebih hangat daripada biasanya. Kehangatan itu timbul karena penghuninya telah lengkap lagi, pulang kembali ke rumah setelah sekian lama tinggal di perantauan. Terdengar gelak tawa atau pecahnya tangisan adalah hiburan yang dinanti oleh rumah yang dulu sepi

Aku….Seperti mereka juga kembali ke tanah kelahiran. Berharap bersuka ria dengan saudara yang kukangeni, kebetulan ibuku tidak ikut pulang kampung. Namun, harapan tinggal harapan, tak ada sanak saudaraku yang menyambut kepulanganku. Dalam obrolan basa-basi, kurasakan dinginnya sikap mereka.

*****

Hari itu tiba, lebaran yang ditunggu telah datang. Semua berkumpul di rumahnya masing-masing, tertawa dan bertangisan bahagia. Memainkan segala sandiwara cinta diantara mereka. Tampak manusia berseliweran, ada yang pergi ke rumah tetangga untuk bersalam-salaman sambil mohon maaf atas segala kesalahan atau adapula yang pegi ke kampung lain untuk berkunjung ke saudara yang nun jauh disana demi silaturahmi.

Kulangkahkan kakiku ke rumah itu, rumah nenekku, di teras depan rumahnya kududuk. Tak ada uluran hangatnya tangan dari penghuni rumah yang menyuruh masuk ke dalam. Terasa hambar, penerimaan mereka, jiwa ini bisa merasakannya. Akupun melangkahkan kaki lagi, menuju rumah saudara yang lain. Sama, hanyalah kekosongan yang aku dapatkan dari sikap mereka.

Hingga akhirnya ku terduduk di pinggiran rel kereta api, sendiri, sepi. Merenung, kenapa ini harus terjadi, bukankah lebaran itu semua orang berkumpul dengan keluarganya. Mengapa aku tidak? Lama kesendirian ini kunikmati. Terkadang, jika kereta lewat, ada kesenangan yang mengaliri pikiranku. Ah, mereka juga seperti aku, masih dalam kesendirian di kereta api menuju keluarganya untuk pulang.

*****

5 tahun berlalu.

"Kamu sudah ke rumah Bapakmu belum?", tanya kakak misanku ketika kami duduk mengobrol di ruang tengah rumahnya.

"Belum", jawabku datar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun