Kurang Afdhol Penulis Kalau Bukunya Tidak Masuk Gramedia. Ah, katanya Siapa!
"Buku kamu sudah masuk di Gramedia, belum?"
"Kurang afdhol jadi penulis kalau bukunya belum berjejer di Gramedia."
Hmm...apakah segitunya seorang penulis diukur! Entahlah. (Mungkin hanya pikiran mereka yang saja yang merasa seperti itu! Tetapi bukan saya!)
Dulu sebelum saya berkecimpung di dunia tulis menulis dan literasi saya adalah seorang pembaca aktif. Hobi membaca. Terkadang seminggu tiga kali saya mampir ke toko buku Gramedia. Bukan hanya untuk apa-apa tapi hanya numpang baca saja selebihnya kalau ada uang lebih saya beli buku juga lho.
Itu dulu keinginan saya ke toko buku tidak ada yang istimewa! Hanya numpang baca saja. Kalau ada uang pasti beli buku juga. Karena untuk bahan bacaan di rumah. Karena saya hobi baca.
Oya, ingat saya saat itu tidak berpikiran untuk menjadi penulis hanya sekedar pembaca saja.Tapi kalau sekarang?
Sejak saya memutuskan untuk terjun ke dunia tulis menulis dan literasi pikiran mindset saya akhirnya berubah. Jika dulu hanya sekedar membaca aktif saja. Sekarang beralih ingin punya buku!
"Bukan penulis kalau belum punya buku!"
Okay, kononnya begitu kata para penulis. Itu kata mereka lho! Bukan kata saya. Katanya belum bisa dikatakan penulis kalau belum punya buku. Baik. Baik, kalau misalnya hanya diukur seperti itu. Saya hanya mengiyakan saja.
Setelah itu saya ingin membuktikan apa yang mereka katakan. Akhirnya tercapai! Padahal menurut Carmel Bird pernah berkata. “Dalam hal apa pun, penulis adalah orang yang menulis. Jika Anda tidak menulis, Anda bukan penulis. Anda bukan penulis kalau belum menuangkan kata-kata ke atas kertas. Hitam di atas putih. Menulis adalah kerja. Meskipun Anda menulis fiksi.”
Lalu yang keliru dan salah paham mereka (yang mengatakan bukan penulis kalau belum punya buku) atau seorang penulis sekaliber macam Carmel Bird? Lihat saja sendiri cara pemikiran dari kedua kubu itu!
Sekarang berlanjut ketika saya sudah punya buku, katakan begitu! Walau memang saya sudah punya baik antologi maupun solo. Antologi mungkin tidak terhitung jumlahnya. Mungkin ada kali 100-an! Karena saya tidak menghitungnya! Sebab, saya kala itu rajin mengikuti lomba-lomba dan event-event kecil maupun besar. Tapi saya tidak menghitung jumlahnya. Asal ikut, menulis dan kirim lalu menjadi finalis terus menang kemudian dibukukan!
Itu dulu yang saya lakukan. Kalau sekarang saya sudah tidak berminat lagi. Karena apa? Masa sudah kita yang menulis kita juga yang disuruh beli terus promosikan sendiri. Bukan hanya itu royalti tidak dapat. Entah kemana raibnya royalti itu serta digunakan untuk apa! Sedangkan iitu bagi yang menulis buku-buku itu tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya saya pun stop untuk mengikuti hal macam itu lagi.
Jika ditanya buku solo? Do'akan saja tahun ini akan segera terbit lagi. Walaupun bukan dari penerbit major besar atau ternama. Itu pun karena menang lomba saya bisa diterbitkan gratis! Dan saya sangat bersyukur sekali.
Oya, jika ditanya lagi apakah ada buku saya yang masuk Gramedia?
Saya jawab ada! Tapi itu antologi semua. Dan saya tidak bangga dengan hal itu semua. Yang menjadi banggaan saya karena saya sudah menaklukan Gramedia walau hanya satu atau dua bahkan lebih tulisan di buku-buku itu (antologi). Satu contoh saja yang saya sebut tidak usah banyak-banyak. Adalah buku kumpulan antologi "Sedekah Senyum" bersama Asma Nadia dkk. Walau royaltinya untuk amal atau sosial. Saya sangat senang sekali. Karena apa?
Karena saya bisa satu buku dengan tulisan seorang penulis senior yang saya kagumi dan saya apresiasikan karya-karyanya dengan membeli buku-bukunya. Terakhir yang saya beli adalah novelnya berjudul "Assalamualaikum, Beijing!". Walau belum sempat saya menghabiskan untuk dibaca karena kesibukan pekerjaan.
Maka dari itu kalau ada yang bertanya lagi. " Nggak afdhol (lagi) jadi penulis kalau bukunya belum masuk gramedia."
Hmm, begitukah mereka mengukur seorang penulis? Entahlah.
Saya pun sudah bisa menilai jika ada orang yang bertanya seperti itu, entah kepada saya atau Anda apakah bukunya sudah berjejer di Gramedia atau belum. Tidak usah berkecil hati! Lagi pula tidak ada standarisasi seorang penulis diukur dari bukunyanya "mejeng" di Gramedia. Bukan begitu, tho!
Lagi pula sekarang menerbitkan buku dan bisa berjejer di Gramedia itu mudah! Di penerbitan indie pun sudah melakukan hal itu. Sudah bisa bekerja sama sekarang. Dan bukan hanya itu saja apabila buku-buku kita penjualannya bagus dalam 2 bulan sampai 200 eksplar atau punya modal banyak (untuk menerbitkan) gampang saja bisa diterbitkan dan edarkan ke Gramedia. Tidak usah berkecil hati! Ini saya ketahui dari seorang teman yang juga punya penerbitan kala itu.
Jadi apakah seperti itu patokan seorang penulis hanya diukur bukunya berjejer di Garmedia? Akhirnya saya kembali mengingat apa kata seorang teman sesama penulis.
"Kurang afdhol jadi penulis kalau bukunya belum berrjejer di gramedia."
Saya hanya tersenyum saja sambil berseloroh. "Ah, katanya siapa!"[] 09052014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H