Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Poletika: Gibran Rakabuming untuk 2029

14 Mei 2023   14:28 Diperbarui: 15 Mei 2023   08:01 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejenak perhatian kita tujukan pada Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo yang kini menjabat sebagai wali kota Surakarta, semata-mata realitas politik yang berkembang. Ayah Jan Ethes Srinarendra ini dilantik pada 26 Februari 2021 saat berusia 34 tahun.

Berita terbaru tentang Gibran tatkala namanya digadang-gadang sebagai "layak" mendampingi bakal capres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 ini. Akan tetapi, hal itu tidak mungkin terjadi dan hanya sebatas rumor untuk konsumsi media saja, sebab Gibran tidak cukup umur jika "dipaksa" menjadi cawapres maupun capres, yakni usianya yang belum mencapai 40 tahun.

Pasal 169 huruf q Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan, "Persyaratan/ menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden. Adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun." 

Anehnya, Lembaga Survei Nasional (LSN) "memaksakan diri" memasukkan nama Gibran ke dalam survei terbarunya di saat usia Gibran belum mencukupi. Bukankah ini sama saja memasukkan Jan Ethes ke dalam surveinya? Satirnya begitulah.

Akan tetapi, di luar persoalan persyaratan menjadi capres/cawapres yang belum cukup umur, hasil dari survei LSN itu juga cukup mengejutkan di mana nama Gibran langsung bersaing dengan nama Mahfud MD dan bahkan Muhaimin "Cak Imin" Iskandar dalam sebuah simulasi.

Saat disandingkan dengan Prabowo Subianto sebagai cawapres, Mahfud MD memperoleh 10,2 persen, kemudian Gibran dengan 9,8 persen dan Cak Imin 9,4 persen. Artinya, Gibran langsung bersaing dengan dua nama yang memang telah berkibar-kibar di ranah politik ini.

Gibran adalah politikus dari PDIP dan suka atau tidak, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini kini menjadi "gudangnya" calon pemimpin nasional. Ganjar Pranowo yang kini menjadi bakal capres, juga berasal dari "kandang banteng".

Boleh jadi ada efek ikutan dari Presiden Jokowi yang selama dua periode menjabat Presiden RI, sehingga PDIP mendapat efek ekor jas. 

Pun Gibran, di luar sosok ini memang mumpuni baik sebagai pengusaha mupun politikus muda, popularitas maupun elektabilitasnya bakal terus terdongkrak karena tidak lepas dari predikatnya sebagai "putra sulung presiden" dan juga karena ia berkiprah di PDIP.

Diperkirakan, karena nama Gibran sudah disebut-sebut (mention) secara "prematur", maka jelang perhelatan Pilpres 2029 nanti setelah Presiden Ke-8 RI terpilih di PIlpres 2024 ini, nama Gibran akan merajai elektabilitas berbagai lembaga survei. 

Tidak tertutup kemungkinan, Gibran menjadi Presiden ke-9 RI, mengikuti jejak ayahandanya, karena pada saat itu persyaratan cukup umur sudah terpenuhi. Tinggal meniti karier sebagai gubernur saja, Jateng maupun DKI Jakarta, biar jejaknya sama.

Prediksi yang terlalu dini? Mungkin iya. Akan tetapi, di ruang publik dengan media sosial merajai opini dan isu-isu terkini, mengkristalnya sebuah nama untuk capres maupun cawapres sudah terjadi sejak dini, tatkala sebuah nama terus-menerus secara konstan dan berkesinambungkan di-"mention" media sosial. 

Nama itu, siapapun dia, akan melekat di alam bawah sadar publik. Demikian pula kakak Kaesang Pangarep dan Kahiyang Ayu ini. Nama Gibran sudah sangat populer dan popularitas modal awal elektabilitas.

Meski survei LSN ini terkesan sia-sia dan sekadar "test the water" -karena tidak mungkin lembaga survei itu tidak paham batasan usia capres/cawapres- ternyatalah nama Gibran telah melekat di benak publik sejak saat ini. Buktinya nama Gibran bersaing langsung dengan Mahfud MD dan Cak Imin sebagai cawapres untuk Prabowo Subianto.

Tentu saja yang tertampar oleh survei itu adalah muka Cak Imin yang menduduki peringkat paling buncit, padahal sejatinya dialah yang paling "berhak" menjadi pendamping Prabowo sebagai cawapres. Bersama Gerindra, PKB yang dipimpinnya membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).

Bayangkan ketika menuju enam tahun lagi menjelang Pilpres 2029 di mana Gibran sudah berhak ikut "nyapres", mungkin namanya akan merajai elektabilitas berbagai lembaga survei sebagaimana Ganjar Pranowo sebelum disalip Prabowo Subianto. 

LSN mencatat, elektabilitas Prabowo 31,8 persen, Ganjar 18,6 persen, disusul Anies Baswedan 18,2 persen. Bukan tidak mungkin, Gibran akan menjadi capres potensial di masa mendatang dari PDIP.

Akan tetapi, apakah Gibran akan tetap diusung oleh PDIP, hal ini tergantung dinamika politik yang terjadi. Sebagai misal, "nasib" Gibran di PDIP akan ditentukan oleh keputusannya di saat-saat kritis jelang Pilpres 2024 ini, yakni soal dukung-mendukung capres yang berkelindan saat ini.

Di antara tiga nama capres yang beredar, Gibran tentu akan men-"skip" nama Anies Baswedan yang diidentikkan sebagai antitesis dari ayahnya, Jokowi. Tinggallah Gibran memilih di antara dua nama bakal capres; mendukung Prabowo Subianto atau mendukung Ganjar Pranowo.

Jika mengikuti naluri "galibnya", tentu saja Gibran akan mendukung Ganjar. Dalam segala hal, Ganjar lebih pantas mendapat dukungan (endorse) dari Gibran. Sama-sama dari provinsi yang sama, juga dari partai yang sama. 

Gibran adalah wali kota yang secara hierarkis merupakan "bawahan" Ganjar sebagai gubernur Jawa Tengah. Masak iya bawahan (Gibran) tidak mendukung atasannya? Di PDIP pun, Ganjar dan Gibran sama-sama cemerlangnya sebagai kader partai.

Akan tetapi, di saat-saat kritis ini, tidak tertutup kemungkinan Gibran akan mengalihkan dukungan kepada Prabowo Subianto! Kok bisa? Ya bisa saja, namanya juga politik, tidak ada yang tidak mungkin, bukan?

Bukan rahasia, Gibran saat ini merupakan "Presiden Relawan Jokowi" dengan kekuatan "pasukan" yang tidak bisa dianggap enteng. Pendulum politik perpilpresan mau tidak mau akan berubah arah jika dalam waktu dekat, misalnya, Gibran mengumumkan dukungannya kepada Prabowo.

Pengkhianat partai? Boleh jadi demikian sebutannya, sehingga keberadaannya pun akan dipersoalkan PDIP, bahkan bukan tidak mungkin berujung pada pencopotannya sebagai kader PDIP. 

Ah, tetapi mungkin analisis ini terlalu mengada-ada, tidak mungkinkah itu terjadi, "bunuh diri" namanya. Ya, boleh-boleh saja, tetapi itu tadi, dalam politik segala kemungkinan bisa terjadi.

Publik awam bertanya-tanya, kepada siap sesungguhnya Jokowi alias ayahanda Gibran melabuhkan dukungan; kepada Ganjar atau kepada Prabowo. Jawaban yang sederhana dan masuk akal (logis) tentu saja Jokowi akan mendukung Ganjar, tidak bisa diragukan lagi. 

Selain dua periode menjabat Presiden RI berkat PDIP, Jokowi adalah "petugas partai" yang harus patuh kepada keputusan Megawati selaku ketua umum partai.

Akan tetapi kalau "dibaca" secara "hermenutika politik" baik dari "gesture" (fisikal) maupun pernyataan-pernyataannya (verbal), sesungguhnya Jokowi lebih berat ke Prabowo Subianto! Oleh orang-orang PDIP dan loyalis partai, pernyataan ini bisa dianggap memecah-belah, tetapi bicara hati kecil yang sulit terselami, pilihan Jokowi adalah Prabowo.

Apalagi tatkala Jokowi melemparkan pertanyaan yang sama kepada Prabowo dan Ganjar di tempat terpisah, "Bagaimana cara Anda membentuk Kabinet jika terpilih sebagai Presiden RI nanti?" misalnya. 

Sebagai petugas partai, jawaban Ganjar tentu saja, "Terserah apa kata Ibu (Megawati)". Tetapi jawaban Prabowo mungkin, "Akan saya susun bersama Bapak (Jokowi)".

Apakah Gibran akan menjadi "kepanjangan tangan" Jokowi dalam hal dukungan mengingat Jokowi selaku Presiden RI wajib netral ketika KPU sudah menetapkan capres-cawapres definitif? Bisa jadi, iya. Artinya, cermin dukungan Jokowi itu ada pada kepada siapa Gibran mengarahkan dukungannya melalui sebuah deklarasi resmi.

Jika ini terjadi, jelas ini pertaruhan luar biasa bagi karier Gibran selanjutnya di ranah politik, sementara Jokowi tetap menjalankan "netralitasnya" sebagai Presiden RI terhadap siapapun capres-cawapres yang bertarung di Pilpres 2024 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun