Tanpa saya sadari, selama bekerja sebagai 26 jurnalis di Harian Kompas sebelum pensiun dini, saya banyak menulis biografi di Rubrik Sosok. Jumlahnya puluhan, tapi tidak sampai seratus.
Saat baru diterjunkan di lapangan dari pelatihan jurnalistik selama setahun, saya menulis sosok -sebutlah biografi singkat- tentang mantan petugas peniup peluit di Stasiun Sudimara saat terjadi kecelakaan maut tabrakan frontal antardua gerbong kereta api, yang menewaskan 150 orang di tahun 1987. Saya masih ingat judul sosok itu "Djamhari Kena Vonis Dua Kali".
Desk yang wajib ditempuh setiap jurnalis adalah "Desk Metro". Ini sesungguhnya desk yang paling menantang, karena basic cerita rakyat atau warga ada di sini. Pak Luwi, guru kami, menyebutnya "city story", apapun kisah kota dan manusia penghuninya. Semua kisah yang tersaji tidak terlalu penting, tapi menarik.
Oleh editor desk metro, saya diplonco setiap malam harus mengecek kamar mayat di RSCM, wajib melapor siapa dan berapa mayat yang baru masuk.
Sosok Djamhari saya ketahui berdasarkan info dari adiknya saat saya mewawancarainya. "Bagusnya Mas tulis itu nasib kakak saya, Djamhari, sudah ditahan karena dianggap salah, dipecat pula PJKA tanpa pesangon dan uang pensiun," katanya.
Singkat cerita, sosok Djamhari dimuat di Harian Kompas. Senengnya bukan main, sebab saya anggap itulah biografi pertama tulisan yang bisa dimuat.Â
Saat pelatihan "in house" Kompas, saya menulis sosok gitaris Spanyol Andres Segovia, yang saat itu memasuki usianya yang ke-70. Karena masih latihan di ruang kelas, tentu saja tidak dimuat di Kompas.
- Kang, bagaimana kiat atau cara menuilis biografi itu? Bukankah ada banyak orang di dunia ini? Siapa yang layak saya tulis dan bagaimana memulainya?
+ Begini, Dek, sifat dasar manusia sebagai manusia (human being) adalah mengetahui dan mengenal sesamanya, bukan? Nah, itu dari sisi pembaca. Kepentinganmu menulis adalah bagaimana memuaskan pembacamu itu, bukan?
- Apa maksudnya, Kang?
+ Sebagai manusia, Adek ini ingin lebih mengenal manusia atau simpanse, sih?
- Ya, manusialah, Kang!
+ Bagaimana dengan keinginan pembaca?
- Ya, mereka juga pasti tertarik membaca manusia dibanding membaca simpasnse.
+ Bagus. Itu kuncinya, KENALI manusia-manusia yang ada di sekitarmu dulu, Dek.
- Buat apa mengenal mereka?
+ Buat menulis tentang mereka itu!
- Apa menariknya cerita tentang mereka?
+ Karena kamu belum bertanya apa, bagaimana dan siapa mereka itu 'kan, Dek?
- Ya, memang belum. Haruskah aku bertanya kepada mereka tentang siapa mereka?
+ Lha iya dong, katanya kamu minta diajari menulis biografi.
Naluri penulis atau jurnalis, tentulah menulis para pesohor, orang ternama, sosok Presiden, artis, pebisnis. Itu tidak salah, sebab dari sisi nilai berita (news value), mereka ini masuk kategori "prominency", yaitu orang yang sangat dikenal luas. Mereka punya cerita yang hebat, jatuh-bangun, adalah drama yan asyik dibaca.
Tentu jurnalis atau wartawan ogah menulis warga biasa saja, yang bukan pesohor, tidak pula sedang membuat cerita karena prestasi yang diraihnya, misalnya. Benar, tadi 'kan saya bilang bagaimana menulis biografi basic atau dasar.
Caranya bagaimana? Ya, tulislah orang-orang yang ada di sekelilingmu terlebih dahulu!
Siapa mereka itu? Siapa saja... Dari keluarga dekatmu di rumah sajalah; ada ayahmu, ibumu, kakakmu, adikmu, paman-bibimu, bahkan pembantumu, tukang kebunmu, dan seterusnya.
Ketika pilihan jatuh pada sosok ayahmu, misalnya, maka bisa dipastikan, kamu hanya mengetahui ayahmu sebatas suami dari ibumu yang kemudian melahirkanmu, bukan? Atau paling jauh, ayahmu itu adalah anak pertama dari pasangan kakek-nenekmu di kampung sana. Selebihnya, ayahmu ya ayahmu yang sering kamu lihat sehari-hari.
Tetapi cobalah ungkapkan niatmu ingin berlatih menulis biografi dengan sosok ayahmu sendiri, tentu dia bersedia menceritakan siapa jati diri yang sesungguhnya, perjalanan hidupnya sampai saat ini, kisah masa lalunya yang ternyata penuh drama.
Bahkan katanya, kamu belum tentu ada kalau ayahmu itu dipaksa kedua orangtuanya (alias kakek-nenekmu) agar menikah dengan gadis tetangga anak orang kaya yang masih terbilang saudara.
Nah, ini dia...!
- Jadi, ayah saat itu menolak untuk dijodohkan?
+ Ya, karena ayah lebih memilih perempuan sederhana yang kelak jadi ibumu.
- Lalu, bagaimana ayah bisa menikahi ibu?
+ Kawin lari. Pokoknya nekatlah...
- Terus, bagaimana dengan orangtua ayah saat itu?
+ Marah besar, mereka mengusir ayah dan tidak mau menerima ibumu sebagai menantu mereka, sampai kamu akhirnya lahir.
- Bagaimana ketika kakek-nenekku melihat aku sebagai cucu yang mungkin diperlihatkan ayah-ibu kepada mereka untuk pertama kalinya?
+ Mereka tetap marah, bahkan tidak mau menerimamu sebagai cucunya.
- Gilaaa...! Tetapi, Yah, sekarang kakek-nenek dari pihak ayah itu baik sekali kepadaku.
+ Mereka dikalahkan oleh waktu dan kenyataan, bahwa kakek-nenekmu itu tidak mungkin bertahan dengan sikap kerasnya. Lagi pula kenyataan, bahwa kamu ternyata satu-satunya cucu perempuan di saat anak-anak lain, yaitu paman-bibimu, tidak ada yang memiliki anak perempuan.
- Jadi kakek-nenekku bangga karena aku cucu perempuan, begitu?
+ Ya, bisa jadi, tetapi kamu jangan GR dulu sebelum bertanya langsung kepada kekek-nenekmu di kampung sana.
Nah sekarang, bisakah kamu menyusun biografi singkat tentang ayahmu hanya berdasar cerita yang kamu gali sendiri?
Tentu bisa, sebab semua hasil penggalian itu adalah informasi penting yang bisa kamu ceritakan kembali. Ingat ya kunci lainnya, menulis biografi itu harus selalu menggunakan kata ganti orang ketiga, yaitu "dia" atau "nya" (jika jamak tentu saja "mereka"). Ganti nama ayahmu dengan kata ganti "dia" atau "nya".
Tapi, bagaimana kamu harus memulainya? Itu memang rahasia dapur penulis. Tetapi untukmu, saya akan membocorkan rahasia bagaimana cara menuliskannya, cara menulis sosok yang mencuri perhatian pembaca.
- Jadi, bagaimana cara memulai menuliskannya, Kang?
+ Sabar, Dek, bukan sekarang.
- Kapan, Kang?
+ Kapan-kapan.... (Bersambung)
PEPIH NUGRAHA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H