" Ko matamu bengep gitu sayang, pasti kamu abis nangis ya. Apa kalian berantem sayang?" tanya Mama.
"Heum, biasa ma Zidan hanya salah paham aja ko. Nanti juga kita akan baikan lagi seperti biasa." Jawabku enggan menanggapi semua pertanyaan mama karena takut nanti malah jadi panjang lebar.
" Yaudah ma, kalau gitu Fifah mau ke kamar dulu ya." pamit Afifah.
Tiba - tiba terdengar suara ketukan pintu utama, kutahu itu siapa.
"Sudah sana buka pintunya dulu sayang. Itu pasti Zidan deh." Perintah mama dan ternyata pemikiran kita sama.
Ku bukakan pintu terlihat wajah kacau Zidan, rambutnya berantakan dan acak - acakan matanya menatapku dengan sendu. Apa aku salah karena sudah meninggalkannya tadi?
"Sekali lagi aku benar - benar minta maaf sayang sama kamu." ucapnya sambil memegang tanganku.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, sudah lupakan saja!" seruku, entah kenapa aku tak ingin lagi membahas kejadian di taman tadi.
Dia memelukku erat aku merasakan pundaknya bergetar dan pundakku pun terasa basah. Zidan menangis, ini sungguh sangat aneh seperti tak biasanya saat kami sedang bertengkar.
"Zidan kamu menangis? Maaf kalau aku salah, tapi aku sama Angga hanya sekedar ngobrol biasa tidak lebih. Kami berdua tidak ada apa - apa kamu hanya salah paham sayang." ucapku mencoba membuat dia sedikit lebih tenang.
"Kamu gak salah, aku yang salah karena marah-marah gak jelas sama kamu sayang. Tidak seharusnya aku lampiaskan amarahku kepadamu, Angga hanya alasanku saja. Maafkan aku sayang ... aku hanya takut kehilanganmu karena sungguh aku sangat mencintaimu." cercanya kepadaku nampak kelihatan sekali ketakutan dimatanya, dia begitu sangat takut jika kehilanganku.