"Mencintainya adalah hal terindah dalam hidupku dan ingin memilikinya adalah harapanku sejak dulu."
~ Muhammad Zidan Irfan~
Ku edarkan pandanganku ke penjuru arah Taman mencari sosok seseorang yang telah lama menempati ruang hatiku, akhirnya mataku menangkap sosok lelaki tampan itu. Dia tengah duduk sembari memejamkan matanya sepertinya dia nampak sangat kelelahan, dengan cepat ku berjalan ke arahnya. Saatku tiba tepat berada di depannya dia masih tetap diam, ku rasa dia tak menyadari kedatanganku akhirnya ku belai lembut pipinya.
"Ehh!" sepertinya dia sudah terbangun.
"Hai!" ucapku, saatku lihat matanya terbuka dan mulai menyadari kehadiranku.
"Aku merasa benar - benar sangat bingung. Hei kenapa dia, kenapa wajahnya seperti terlihat sangat marah? Apa aku ada salah padanya?" Gumamku bertanya - tanya dalam hati.
"Kamu kenapa?" tanyaku saat dia menatapku dengan sangat tajam, aku merasa takut.
"Kamu kenapa lama, kemana aja kamu?" tanyanya dengan nada ketus.
"Maaf tadi aku ada kelas tambahan, aku juga belum sempat ngasih tahu dan kabarin ke kamu. Kamu lama ya nunggunya?" tanyaku jujur karena merasa bersalah sudah membuatnya menungguku terlalu lama.
"Bohong!" tuduhnya dengan suara yang mulai naik satu oktaf.
"Beneran sayang aku gak bohong sama kamu." belaku berkata jujur.
"Afifah sekali lagi aku tanya, kamu tadi ngapain aja?" Suaranya mulai meninggi, nampaknya dia begitu sangat marah.
Tapi apa salahku?
"Aku ya ngampus, bukannya kamu sudah tahu itu Zidan."
"Bohong! Kau sudah berani membohongiku Afifah." bentak Zidan.
Aku pun termenung dan terdiam, aku semakin dibuatnya tak mengerti. Sungguh tak mengerti apa maksud dari semua ucapannya.
"Kenapa diam! Kau sudah tahu apa kesalahanmu?" tanya Zidan.
"Salah aku apa sayang, dari tadi aku diam karena aku gak tahu dan benar - benar gak ngerti apa maksud kamu. Aku gak pernah membohongimu perihal apa pun Zidan."
"Kamu mau tahu salahmu apa? Oke sekarang aku tanya, tadi siang kamu bertemu lagi kan dengan pria asing itu?" tanyanya lagi dengan nada tinggi, aku begitu merasa sangat ketakutan melihat ia marah - marah seperti ini.
" Oh Angga maksud kamu? Tadi aku memang bertemu dengan ia di kantin tapi kita hanya ngobrol biasa aja sayang, dia hanya menanyakan perihal tugas kampus saat ia kemarin tidak masuk kelas karena sakit." Jawabku jujur karena memang seperti itu adanya.
"BERAPA KALI SUDAH AKU KATAKAN, JANGAN PERNAH DEKAT DENGAN PRIA MANA PUN. KARENA AKU TAK MENYUKAINYA!" bentak Zidan, aku hanya bisa diam menunduk dan menangis.
Seperti itu lah sosok seorang Zidan yang memiliki sifat dan sikap yang sangat keras kepala, emosian, cemburuan dan over protektif. Ia sangat tak menyukai jika aku dekat dengan pria mana pun, meskipun itu hanya sebatas ngobrol perihal masalah kampus.
"Maaf!" ucapnya setelah ia melihatku menangis dan berlinang air mata dipipi ini.
Aku tak menjawabnya, dari dulu aku lelah dengan sikapnya yang berlebihan seperti ini. Emosi dan cemburunya selalu membutakan kebenaran yang ada di depan mata.
"Ucapanku barusan menyakitimu lagi ya Fah, maafin aku ya sayang." ucapnya lagi sambil menarikku dalam dekapan hangatnya, jujur aku merasakan nyaman jika ada di dalam dekapannya.
"Aku mau pulang!" kataku dengan suara serak, karena habis menangis.
Kulepaskan pelukannya, aku hanya ingin pulang aku lelah tak ingin membahas ini lagi. Kulihat dia masih diam menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan.
Aku lebih memilih tak menghiraukannya, aku berbalik dan meninggalkannya.
"Afifah, tunggu!" teriak Zidan memanggil namaku, tak kuhiraukan. Aku lebih memilih melanjutkan perjalananku.
Setelah satu jam dalam perjalanan akhirnya aku sampai di depan rumah, aku segera memasuki ruangan untuk menuju tangga kamarku.
"Afifah sayang, kenapa ko kamu tumben baru pulang?" tanya mama yang nampak heran dan bingung.
" Iyaa maaf ma tadi Fifah ada kelas tambahan, tadi juga sekalian mampir ke Taman sebentar janjian dengan Zidan."
" Ko matamu bengep gitu sayang, pasti kamu abis nangis ya. Apa kalian berantem sayang?" tanya Mama.
"Heum, biasa ma Zidan hanya salah paham aja ko. Nanti juga kita akan baikan lagi seperti biasa." Jawabku enggan menanggapi semua pertanyaan mama karena takut nanti malah jadi panjang lebar.
" Yaudah ma, kalau gitu Fifah mau ke kamar dulu ya." pamit Afifah.
Tiba - tiba terdengar suara ketukan pintu utama, kutahu itu siapa.
"Sudah sana buka pintunya dulu sayang. Itu pasti Zidan deh." Perintah mama dan ternyata pemikiran kita sama.
Ku bukakan pintu terlihat wajah kacau Zidan, rambutnya berantakan dan acak - acakan matanya menatapku dengan sendu. Apa aku salah karena sudah meninggalkannya tadi?
"Sekali lagi aku benar - benar minta maaf sayang sama kamu." ucapnya sambil memegang tanganku.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, sudah lupakan saja!" seruku, entah kenapa aku tak ingin lagi membahas kejadian di taman tadi.
Dia memelukku erat aku merasakan pundaknya bergetar dan pundakku pun terasa basah. Zidan menangis, ini sungguh sangat aneh seperti tak biasanya saat kami sedang bertengkar.
"Zidan kamu menangis? Maaf kalau aku salah, tapi aku sama Angga hanya sekedar ngobrol biasa tidak lebih. Kami berdua tidak ada apa - apa kamu hanya salah paham sayang." ucapku mencoba membuat dia sedikit lebih tenang.
"Kamu gak salah, aku yang salah karena marah-marah gak jelas sama kamu sayang. Tidak seharusnya aku lampiaskan amarahku kepadamu, Angga hanya alasanku saja. Maafkan aku sayang ... aku hanya takut kehilanganmu karena sungguh aku sangat mencintaimu." cercanya kepadaku nampak kelihatan sekali ketakutan dimatanya, dia begitu sangat takut jika kehilanganku.
"Jangan khawatir sayang, aku gak akan pernah marah atau pun pergi meninggalkan kamu. Aku akan tetap berada di sampingmu kapan pun itu, percayalah."
"Sekali lagi aku benar - benar minta maaf sama kamu sayang karena tadi aku membuatmu menjadi takut, kamu mau kan memaafkan kesalahanku?" sesal Zidan.
"Tanpa kamu minta maaf, aku udah jauh lebih dulu memaafkanmu sayang. Sudah ya anggap aja masalah tadi hanya salah paham saja."
Tanpa mengucapkan kata - kata Zidan langsung memeluk erat tubuh Afifah, ia merasa begitu sangat beruntung sekali memiliki sosok kekasih yang begitu sabar, pengertian dan bisa menerima segala kekurangannya selama ini seperti Afifah.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Cerita ini merupakan salah satu penggalan bab yang ada di dalam Novel Menggapai Surga Bersamamu. Bagi Teman-teman yang penasaran ingin tahu kelanjutan episodenya seperti apa, yuk order dan peluk novelnya sekarang juga.
INFO PEMESANAN HUBUNGI Link di Bawah ini :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H