Pak Faizal terus berusaha membangkitkan semangat Maimun untuk pantang menyerah berusaha sekuat mungkin agar mau melanjutkan pendidikan ke SMA. Walau berat dan penuh rintangan sekalipun. Bagaimana tidak, di desa Maimun sekolah hanya ada sampai tingkat SMP, untuk melanjutkan ke SMA harus menempuh jarak yang sangatlah jauh, lebih dekat ke kota.
Maimun sudah berbicara langsung mengutarakan niatnya melanjutkan sekolah, namun orang tuanya tetap menolak mati-matian untuk tidak melanjutkan dan menikah saja. Maimun hanya bisa menangis. Angin malam jadi saksi suasana itu, juga turut serta menghapus linangan air mata Maimun.
Bahkan Pak Faizal sudah mendatangi orang tuanya Maimun, bicara dari hati ke hati agar memperkenankan anaknya melanjutkan impian besarnya. Namun tak merubah sedikitpun keputusan mereka.
Sudah keberapa kalinya Pak Faizal membujuk orang tua Maimun. Dia bawakan roti cokelat dari kota buat keluarga itu, berharap kiranya terbuka hati dan pikiran mereka lantas mengizinkan Maimun melanjutkan SMA. Tetap yang keluar dari lisan orang tuanya "Tak ada gunanya" atau "Percuma saja, sama saja, ngerepotin saja...bla...bla..."
***
Akhirnya hari pengumuman kenaikkan kelas telah tiba. Maimun lulus dengan nilai terbaik di sekolah itu. Tapi tetap bukanlah kebanggaan bagi orang tuanya, prestasi terbaik itu tetap menikah bagi mereka.
Maimun menghilang. Orang tua dan warga sudah berusaha mencari kemana-mana tapi tetap tak ditemukan. Seperti debu disapu angin, Maimun tiba-tiba saja lenyap seketika. Tak ada jejak dan tak ada pesan sama sekali yang ditinggalkan.
Prabumulih, 11 Mei 2016