Mohon tunggu...
Fajar Kustiawan
Fajar Kustiawan Mohon Tunggu... -

Seorang Pemerhati Sosial, Penggali Rahasia Kehidupan, Penikmat Seni, Pengempul Aksara dan Penghibur Duka yang selalu berusaha ceria agar menjadi insan yang berarti bagi makhluk lainnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Maimun dan Seragam SMA

11 Mei 2016   07:26 Diperbarui: 11 Mei 2016   07:32 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maimun hanya diam.

"Kartini mengangkat derajat kaum perempuan kala itu dengan pendidikan dan berbagai ilmu pengetahuan," lanjutnya.

"Perempuan dulu yang pemikirannya cenderung tertutup, akhirnya berubah, wawasan mereka meluas hingga turut membangun kemajuan bangsa ini."

Maimun masih terkesima dan terus tertarik ke dalam cerita yang disampaikan gurunya itu.

"Perempuan adalah gerbang pertama yang menciptakan generasi baru, bukankah kalian lahir dari rahim seorang ibu?" Kini Pak Guru menyapu wajah-wajah muridnya itu.

"Dan seorang ibulah yang terlibat banyak dalam membesarkan dan mendidik kalian,"

"Dibalik kesuksesan seorang anak ada ibu yang hebat, bukan hanya sekedar hebat membesarkan kalian dengan makanan tetapi jauh dari itu membuat kalian tumbuh menjadi seorang yang tangguh dan memilki impian besar dengan pendidikan."

Bel istirahat berbunyi. Semua murid meninggalkan kelas, hanya menyisakan Maimun dan Sarmin tentunya. Entah kenapa Maimun tak mau beranjak dari bangkunya. Pak Faizal melihat Maimun yang murung dan menghampirinya.

Maimun menceritakan semua dilema yang ia rasakan. Antara mewujudkan impiannya untuk terus sekolah atau kemauan orang tuanya yang menginginkan Maimun menikah saja. Dan sepertinya, menikah lebih aman baginya. Walau dalam batinnya seperti ada batu besar mengganjal.

Pak Faizal memahami itu semua. Dari awal kondisi ia datang kesekolah ini sudah melihat fenomena itu. Bagaimana tidak, baru satu minggu saja dia mengajar. Ada satu siswi yang tiga hari berturut-turut tidak masuk, dan keesokkannya dapat kabar kalau sudah menikah.

Di desa ini, menikah seperti mencarikan rumput untuk makan hewan peliharaan saja, terlalu mudah dan sesederhana itu. Laki-lakinya cukup bekerja nakok kebun karet, lalu punya uang beberapa rupiah saja, berasan pada calon mertua, undang tetangga sekitar makan-makan dan selesai, semudah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun