Pancasila. Kata yang menggambarkan identitas sebuah bangsa yang hidup  di tujuh belas ribu lebih pulau indah dengan sumber daya melimpah; bangsa  Indonesia. Pancasila adalah janji para pendahulu yang diikrarkan karena kesamaan  nasib; dijajah di tanah sendiri. Janji yang menjadikan mereka bersatu, merebut hak  untuk hidup bebas dan merdeka. Janji itu juga hingga saat ini diteruskan oleh anak  cucu mereka, sebagai pemersatu bangsa. Bermacam keyakinan, beragam suku dan  budaya, mampu hidup berdampingan dan saling membantu karena Pancasila yang  sudah mendarah daging. Menjadi contoh bagi dunia, bahwa 'perbedaan' di antara  mereka bukan sebab saling menentang, tetapi alasan mereka untuk hidup  berdampingan.Â
"Dalam menghadapi semua ujian tersebut, kita bersyukur bahwa Pancasila  tetap menjadi bintang penjuru untuk menggerakkan kita. Menggerakkan persatuan  kita dalam mengatasi semua tantangan. Menggerakkan rasa kepedulian kita untuk  saling berbagi. Memperkokoh persaudaraan dan kegotong royongan kita untuk  meringankan beban seluruh anak negeri. Dan menumbuhkan daya juang kita  dalam mengatasi setiap kesulitan dan tantangan yang kita hadapi," suara Presiden  Jokowi yang terdengar dari sebuah benda berbentuk kotak saat menyampaikan  pidato peringatan Hari Lahir Pancasila.Â
Rahman menambah volume televisi agar bisa lebih jelas mendengar pidato  dari Presiden Republik Indonesia itu. Ia mendengarkan dengan saksama setiap  pesan yang diamanatkan Bapak Jokowi. Peringatan Hari Lahir Pancasila tahun ini  memang berbeda, karena di tengah-tengah pandemi virus covid-19. Rahman sangat  setuju, di masa seperti ini setiap masyarakat harus saling membantu dan menjaga  persatuan bangsa. Karena dengan bersatu, bangsa ini akan bisa melewati setiap  ujian yang datang silih berganti.Â
Di pikiran Rahman, bukan saatnya saling menyalahkan. Hampir semua  negara menghadapi permasalahan ini. Dan pemerintah Indonesia sudah melakukan  yang terbaik dalam menekan penyebaran virus covid-19. Demi menyelamatkanÂ
bangsa ini dari bahaya virus yang menyerang sistem pernapasan. Dan rakyat pun  harus saling membantu memerangi, dengan menjalankan setiap protokol kesehatan  yang disampaikan pemerintah. Dengan sikap disiplin masyarakat, akan sangat  membantu pejuang-pejuang kesehatan di garis terdepan. Semakin tertib dan disiplin  masyarakat, wabah ini akan berakhir dengan cepat.Â
"Serius banget kamu, Man," suara seorang pemuda membuyarkan lamunan  Rahman. Johan; teman satu rumah Rahman itu sedang berjalan ke sebuah kursi  kayu. Duduk di atasnya, sembari membawa sebuah cangkir berisi kopi panas.Â
"Isi pidato Pak Jokowi sangat berguna nih untuk bahan skripsiku," balas  mahasiswa semester akhir itu. Masih serius mencatat setiap poin penting yang  ditangkap telinganya. Â
"Enggak usah mikirin skripsian dulu, Man. Kuliah juga masih belum bisa  tatap muka, loh. Santai dulu lah di rumah," Johan menyeruput kopi yang  dibawanya. Setelah air berwarna hitam itu melewati kerongkongannya, bunyi 'Ah'  menjadi pertanda ia sangat menikmati minuman itu.Â
"Situasi sekarang tidak bisa jadi alasan dong untuk santai-santai aja. Ingat, Â tugas yang semakin ditunda-tunda akan semakin banyak. Dan aku mau cepat lulus, Â hehe."Â
"Terserah kamu lah. Kalau aku sih enggak mau jadi mahasiswa yang wisuda  lewat daring. Jadi, lebih baik nunggu semua normal."Â
Rahman menggelengkan kepala mendengar ucapan sahabatnya itu. Segala  keterbatasan sekarang bukan lah alasan untuk bermalas-malasan. Kita harus tetap  beraktivitas. Tentunya dengan menjalankan protokol kesehatan. Memakai masker,  menjaga jarak, tidak bersalaman atau bersentuhan, dan selalu mencuci tangan  dengan sabun hingga bersih. Mencoba masuk di sebuah tatanan baru yang berbeda  dari sebelumnya, atau istilah yang sekarang sering kita dengar; new normal.Â