Mohon tunggu...
Heru Purnomo
Heru Purnomo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemanfaatan Drone untuk Membantu Proses Bioremediasi Air Laut yang Tercemar Tumpahan Minyak

15 Juli 2017   21:50 Diperbarui: 15 Juli 2017   22:15 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Contoh model drone penyemprot pestisida untuk lahan pertanian (Calderone, 2014)

Tumpahan Minyak

Indonesia  sebagai  negara  kepulauan yang diapit oleh dua benua    menjadikan    perairan    Indonesia  sebagai  jalur  perdagangan  dan transportasi  antar  Negara.  Banyak kapal-kapal  pengangkut  minyak maupun     cargo     barang     yang melintasi     perairan     Indonesia yang menyebabkan negara kita sangat rentan  terhadap  polusi  laut.  Ditambah dengan    posisi    Indonesia    sebagai penghasil    minyak    bumi,    dimana di beberapa  perairan dan pelabuhan Indonesia     dijadikan     sebagai     terminal bongkar  muat  rninyak  bumi  termasuk juga bermunculannya bangunan pengeboran  lepas  pantai  yang  dapat menambah resiko tercemarnya perairan  Indonesia (JICA-Dephub cit. Sulistyono,  2012).

Sebelum tahun 1960, permasalahan polusi laut kurang mendapat perhatian. Situasi ini kemudian    berubah    sejak    terjadinya kecelakaan   pada   kapal   tanker Torrey Canyon (1967),  Amoco   Cadiz milik Britania (1978), Exxon Valdez di Alaska (1989),  dan Sea  Empress milik  Wales Barat  Daya  (1996)  yang  menyebabkan tumpahnya  minyak  mentah  ke  dalam laut.  Peristiwa-peristiwa tersebut menggerakkan  para  pembuat  kebijakan, legislator,     dan     masyarakat, untuk  mengangkat permasalahan tentang pencemaran laut (Churchill cit.; Meinarni, 2016).

Polusi  dari  tumpahnya  minyak  di  laut  merupakan   sumber   pencemaran   laut   yang   selalu  menjadi  fokus  perhatian  masyarakat  luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh  masyarakat  sekitar  pantai  dan  sangat  signifikan  merusak  makhluk  hidup  di  sekitar  pantai  tersebut.  Pencemaran  minyak  semakin  banyak    terjadi    sejalan    dengan    semakin    meningkatnya    permintaan    minyak    untuk    dunia   industri   yang   harus   diangkut   dari sumbernya  yang  cukup  jauh,  meningkatnya  jumlah       anjungan-anjungan       pengeboran minyak    lepas    pantai.    Dan    juga    karena    semakin meningkatnya transportasi laut (Kuncowati, 2010).

Sebaran tumpahan minyak, selain mengakibatkan  pada  permasalahan  lingkungan juga dapat mengakibatkan pada permasalahan sosial    dan    ekonomi    pada daerah yang dilaluinya.   Lingkungan   yang   tercemar   oleh tumpahan  minyak,  kualitasnya  menjadi  turun. Turunnya    kualitas    lingkungan    berpengaruh dengan terhadap   kesejahteraan   masyarakat yang   ada   di   sekitarnya (Kusnandar cit. Suwedi, 2017). Apabila   semua  resiko  penanggulangan  dan  pemulihan  kualitas lingkungan  akibat  terjadinya  tumpahan  minyak jadi    beban    negara    maka efek timbulnya kerugian negara dan pembengkakan pengeluaran negara menjadi bertambah (Loureiro cit. Suwedi, 2017).

Minyak yang tumpah di lautan ini dapat dibersihkan melalui beberapa cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan teknik bioremediasi. Melalui teknik ini, tumpahan minyak akan didaur ulang seluruh material organiknya menggunakan bakteri pengurai. Bakteri tersebut dapat diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi yang telah dilokalisir menggunakan oil boom (semacam pelampung) (Priyono, 2012).     Dalam   hal   ini   bioremediasi   merupakan   proses  detoksifikasi  dan  degradasi  minyak  dari  senyawa   yang   kompleks   menjadi   senyawa   sederhana seperti CO2 dan H2O. Melalui proses ini  diharapkan  lahan  atau  lingkungan  akuatik  yang   tercemar   minyak   bumi   akan   menjadi   normal kembali (Udiharto cit. Nugroho et al., 2007).

Bioremediasi

Pada prinsipnya, bioremediasi adalah penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu untuk menurunkan kadar polutan tersebut.  Enzim-enzim  yang  dihasilkan  oleh mikroorganisme tersebut yang memegang peranan dalam memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan tidak berbahaya (Priadie, 2012).

Teknologi bioremediasi dengan mikroorganisme cukup potensial untuk diterapkan di Indonesia mengingat kondisi iklim dan keanekaragaman mikroorganismenya, karena    Indonesia    merupakan    daerah    tropis dengan  sinar  matahari  dan  kelembaban  tinggi yang   sangat   mendukung   percepatan   proses pertumbuhan mikroba untuk aktif mendegradasi minyak (Udiharto cit. Umroh, 2011). Tujuan  utama  bioremediasi  adalah  untuk  menghilangkan   kontaminan   dalam   lingkungan   sehingga   dapat   mengurangi   dampak   negatif   terhadap lingkungan (Bonner et al., 1997).

Kelebihan teknologi bioremediasi ditinjau dari aspek komersial, relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah, dan bersifat fleksibel. Ada empat teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi. Pertama, stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dan sebagainya. Kedua, inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus. Ketiga, penerapan immobilized enzymes, dan, keempat, penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar (Yetti, 2010).

Aplikasi bioremediasi skala besar   telah   dilakukan   di   Prince   William   Sound,   Alaska,   setelah   peristiwa tumpahan  minyak  Exxon  Valdez  pada  tahun  1989  (Boopathy  2000).  Bioremediasi dianjurkan sebagai metode yang aman dan efektif oleh badan-badan lingkungan hidup di seluruh dunia, termasuk Canadian Environmental Quality Guidelines, Canada-Wide Standards for Petroleum Hydrocarbons in Soil dan US Environmental Protection Agency. Negara-negara Uni Eropa menerapkan Dutch Standard untuk bioremediasi (Chevron, 2012).

Mikroorganisme Bioremediasi

Hidrokarbon  minyak  adalah  polutan  utama   pada   lingkungan   laut   sebagai   akibat   dari  limbah  kilang  minyak,  produksi  minyak  lepas  pantai, aktivitas pelayaran, dan tumpahan minyak akibat  kecelakaan  tanker.  Mikroflora  laut  dan  bakteri  dilaporkan  mampu  melakukan  degradasi  atau  pemanfaatan  senyawa  yang  ada  di  dalam  minyak (Head et al. cit. Tantowi dan Yopi, 2013). 

Aplikasi bioremedian dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri indigenous   dan  bakteri  komersial.  Bakteri indigenous  dapat diperoleh dengan melakukan isolasi bakteri dari tempat yang tercemar, sedangkan bakteri komersial (ataupun enzim) sudah mudah diperoleh di pasaran  berkat  perkembangan  iptek  bioremediasi (Priadie, 2012). Beberapa mikroorganisme telah diketahui memiliki kemampuan mendegradasi bahan-bahan ini. Salah satu bakteri yang populer dalam mengubah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya adalah Pseudomonas sp. 

Dengan kemajuan teknologi rekayasa genetika memungkinkan dihasilkan beberapa bakteri yang spesifik menangani limbah kimia tertentu sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan. 

Beberapa bakteri sudah dikenal dapat meremediasi berbagai jenis limbah, seperti bakteri Sulfurospirillum Barnesii. Selanjutnya beberapa mikroorganisme, seperti Sphingomonas, Pseudomonas, Stenotrophomonas, Ochrobactrum, Alcaligenes, Pandorea, Labrys, dan Fusarium, dikenal dapat mendegradasi limbah semacam Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (Yetti, 2010).

Bakteri  tersebut  mampu  mendegradasi  senyawa  hidrokarbon  dengan memanfaatkan  senyawa  hidrokarbon  sebagai  sumber  karbon  dan  energi  bagi pertumbuhannya     serta     menguraikan     komponen     minyak     bumi     karena kemampuannya  mengoksidasi  hidrokarbon  dan  menjadikan  hidrokarbon  sebagai donor  elektron.  Bakteri-bakteri  ini  banyak  tersebar  di  alam,  terutama  dalam perairan atau sedimen tercemar minyak (Lasari cit. Rahmaniar, 2016).

Penggunaan Drone untuk Bioremediasi Laut Tercemar

Drone adalah pesawat tanpa awak yang dikendalikan  dengan  sebuah remote  control, dilengkapi dengan GPS sebagai navigasi, dan lock position. Remot drone dapat di gantikan dengan smartphone menggunakan  aplikasi yang dapat di unduh di playstore menggunakan koneksi wifi  direct,  maupun  koneksi  sinyal wireless. Saat ini drone sudah banyak beredar dipasaran. Kebanyakan drone yang beredar di pasaran  adalah drone dengan  tipe tricopter, quad  copter,  heksa  copter,  okta  copter dan sebagainya.  Pada  umumnya drone digunakan untuk  berbagai  hal,  seperti  pemantauan  lalu lintas,  pemetaan  lahan,  investigasi  dan sebagainya (Pradana et al., 2016).

Kini drone mulai digunakan untuk membantu sektor agriculture sebagai pesawat pengawas kondisi tanaman. Agaar drone dapat di gunakan lebih maksimal di sektor pertanian perlu adanya modifikasi pada kamera  drone agar memiliki kemampuan lebih, salah satu bentuk modifikasinya adalah menambahkan infrared untuk dapat menangkap secara rinci dari bentuk daun, buah, biji dan batang pada tanaman hal ini bertujuan untuk mendeteksi serangan hama lebih awal . 

Tidak hanya untuk mendeteksi serangan hama, tetapi juga dapat mengidentifikasi kebutuhan unsur hara pada  sebuah ladang pertanian. Ini akan sangat membantu para petani agar hasil panen maksimal dan terhindar dari gagal panen akibat kerusakan tanaman (Anonim, 2016). Terakhir, drone digunakan sebagai alat untuk membantu pemyemprotan pestisida pada lahan pertanian.

Drone khusus yang berfungsi untuk melakukan penyemprotan pestisida.pertanian telah dibuat oleh Perusahaan teknologi pertanian asal China, DJI Technology Co.  Drone penyemprot tanaman ini bernama DJI Agras MG-1, yang memang dirancang untuk menyemprot tanaman. Kemampuan drone ini adalah 40 kali kali lipat dibandingkan penyemprotan manual. Drone penyemprot ini mampu membawa 10 kilogram cairan yang bisa menyemprot lahan seluas 7-10 hektar dalam satu jam. Kecepatan maksimal terbang drone ini adalah 8 meter per detik. Selain itu, drone ini juga dapat menyesuaikan intensitas penyemprotan untuk memastikan semprotannya rata (Sunu, 2016).

Berdasarkan hal di atas,maka drone layak dilirik sebagai alat yang digunakan untuk proses bioremediasi laut akibat tumpahan minyak. Kelebihan drone apabila diaplikasikan untuk bioremediasi air laut :

  • Desain, bahan, dan produksi relatif murah dan didapatkan
  • Dari segi resiko keselamatan kerja juga lebih aman. Menghindari kontak langsung dengan bakteri bioremediasi dan sumber cemaran minyak.
  • Penggunaan drone ini juga bisa langsung dilihat hasilnya melalui kamera yang terhubung dengan smartphone.
  • Lebih untung dan menghemat waktu karena dapat melakukan 2 aktivitas sekaligus. Pertama, penyemprotan bakteri bioremediasi  dan yang kedua pemetaan daerah tercemar.
  • Pengaplikasian cukup mudah. Drone yang membawa tangki beriisi agen bioremediasi disemprotkan melalui kendali jarak jauh (remote control) atau dapat dimodifikasi dengan smartphone sebagai pengendalinya.

Untuk lebih jelas silahkan saksikan demo penyemprotan lahan dengan menggunakan drone. Bayangkan saja area yang disemprot tersebut sebagai laut yang tercemar dan drone sedang penyemprot isi tangki yang berisi bakteri bioremediasi air laut yang tercemar minyak :

Perlu Dukungan Pemerintah

Kami percaya teknologi drone adalah satu potongan lain dari teknologi yang memajukan yang perlu kita rangkul. Indonesia dengan kandungan kekayaan ikan dan biota melimpah perlu dilindungi dari ancaman kerusakan oleh tumpahan minyak. Drone penyemprot merupakan solusi tepat untuk bioremediasi tumpahan minyak, disamping itu drone juga bermanfaat untuk pemetaan daerah tercemar sehingga bisa ditangani secepat mungkin.

Perlu dilakukan kajian atau penelitian untuk melihat hasil dari drone penyemprot. Oleh karena itu, dukungan pemerintah sangatlah penting. Para peneliti tidak bisa berdiri sendiri untuk mengembangkan drone namun butuh dukungan sarana  dan prasarana untuk mewujudkannya.

 

 

 

 

  

DAFTAR PUSTAKA

Bonner, J. J. , D. LaRiviere, dan L. Autenrieth. 2008. Biodegradation of Oil Contaminated Sediment : Effect of Dispersant and Natural Organic Matter. USA. pp.765-778.

Kuncowati. 2010. Pengaruh Pencemaran Minyak di Laut terhadap Ekosistem Laut.  Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Vol. 1 No. 1 : 18-22.

Meinarni, N. P. S. 2016. Dampak Pencemaran Lingkungan Laut terhadap Indonesia Akibat Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor. Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Vol. 2 No. 2 : 228-235 .

Nugroho, A., E. Effendi, dan F. Annisa. 2007. Pertumbuhan Konsorsium Isolat Bakteri Asal Benakat pada Media  Minyak Bumi Bersalinitas Tinggi : Studi Kasus Biodegradasi Minyak Bumi Skala Laboratorium. Jurnal ILMU DASAR Vol. 8 No. 2 : 186-192.

Pradana, M. G. A., R. Prasakti, S. B. Worsito, dan N. Fajaryati. 2016. Single Propeller Drone (Singrone) : Inovasi  Rancang Bangun Drone Single Propeller sebagai Wahana Pemetaan Lahan Berbasis Unmaned Aerial Vehicle (UAV). ELINVO Vol. 1. No. 3 : 157-162.

Priadie,  B.  2012.  Teknik  Bioremediasi  sebagai  Alternative Upaya  Pengendalian  Pencemaran  Air.  Jurnal  Ilmu Lingkungan Vol. 10 No. 1 :  135--145.

Priyono. 2012. 265++ Pertanyaan Sains Paling Seru & Norak. Media Pusindo. Jakarta.

Rahmaniar, R. 2016. Simulasi Biodegradasi Minyak menggunakan Bakteri Laut Dalam. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sulistyono. 2012. Dampak Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut  pada Kegiatan Industri Migas dan Metode Penanggulangannya. FORUM TEKNOLOGI Vol. 3 No. 1 : 49-57.

Suwedi, N. 2017. Model Hubungan Waktu Terjadinya Tumpahan Minyak di Suatu Lokasi dengan Bentuk Sebarannya pada Daerah Terdampak Studi Kasus : Tumpahan Minyak di Sekitar Pesisir Lhokseumawe-NAD.  Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 18  No. 1 : 104-111.

Tantowi, A. dan Yopi. 2013. Keragaman Bakteri Laut Pendegradasi Alkana dan Poliaromatik Hidrokarbon di Pulau Pari Jakarta. Jurnal Biologi Indonesia Vol. 9 No. 1 : 131-140.

Umroh. 2011. Bioremidiasi Pencemaran Minyak di Sedimen Pantai Balongan, Indramayu   dengan Menggunakan Bakteri  Alcanivorax sp. TE-9 Skala Laboratorium.  AKUATIK Vol. 5 No. 2 : 23-31.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun