Mohon tunggu...
Heru Purnomo
Heru Purnomo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pengawasan Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Drone Bertenaga Matahari (Collar Cell)

15 Juli 2017   20:40 Diperbarui: 16 Juli 2017   03:53 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekayaan Ikan Indonesia

Indonesia  sebagai  negara  tropis, kaya  akan   sumberdaya  hayati,   yang dinyatakan   dengan   tingkat   keanekaragaman  hayati  yang  tinggi.  Dari  7000 spesies   ikan   di   dunia,   2000   jenis diantaranya    terdapat    di    Indonesia. Potensi  lestari  sumberdaya  perikanan laut Indonesia kurang lebih 6,4 juta ton per  tahun,  terdiri  dari  :  ikan  pelagis besar  (1,16  juta  ton),  pelagis  kecil  (3,6 juta   ton),   demersal   (1,36   juta   ton), udang  penaeid  (0,094  juta  ton),  lobster (0,004  juta  ton)  ,  cumi-cumi  (0,028 juta ton),  dan  ikan-ikan  karang  konsumsi (0,14  juta  ton).  Dari  potensi  tersebut jumlah    tangkapan    yang    dibolehkan (JTB) sebanyak 5,12 juta ton per tahun, atau  sekitar  80%  dari  potensi  lestari.  Potensi sumberdaya ikan ini tersebar di 9    (sembilan)    wilayah    Pengelolaan Perikanan Indonesia (Lasabuda, 2013).

Indonesia adalah surga perikanan dunia. Menurut data potensi sumber daya perikanan yang diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015, Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil ikan tangkap laut setelah Cina. Per tahun, produksi ikan yang dihasilkan mampu mencapai 5 juta ton.  Terdapat 11 zona sumber ikan tangkap di Indonesia yang selama ini menjadi fokus Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Daerah dengan produksi tertinggi yakni Laut Jawa, Selat Karimata, Natuna, Laut Cina Selatan, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali (Darmawan, 2016).   

Selain itu, Laut  Indonesia  merupakan  laut  terluas  kedua  di  dunia  (setelah  Kanada)  yang memiliki  luas  laut 7.900.000  km2,  empat  kali  dari  luas  daratannya.  Wilayah  ini meliputi  laut  Teritorial,  Laut  Nusantara,  dan  Zone  Ekonomi  Ekslusif.  Selain  itu, bukan  hanya  ikan  yang  begitu  banyaknya  tetapi  juga  sumber  daya  alam  yang berlimpah.  Setidaknya  dalam  pemberitaan  berbagai  media  massa  ditemukan  ratusan bahkan ribuan kapal asing yang sedang menjarah ikan di Indonesia (Siregar, 2016).

Indonesia   juga   dapat memanfaatkan  sumber daya  ikan  di  perairan  laut  lepas  (high  seas). Hal  ini dikarenakan, posisi  perairan  Indonesia  yang  berhadapan  langsung  dengan dua  perairan  internasional,  yaitu Samudera Hindia  dan Samudera Pasifik. Tentu saja,  pemanfaatan sumber  daya  ikan di perairan  laut lepas  oleh  suatu negara pantai (coastal state) di dasarkan pada asas kekebasan yang melekat pada rezim laut lepas (Tarigan, 2015).

Melihat potensi kekayaan laut, termasuk di dalamnya potensi perikanan, Indonesia tidak pantas memiliki utang luar negeri, apalagi dalam jumlah besar sebagaimana yang terjadi saat ini. Potensi laut Indonesia sebesar 171 miliar dolar AS per tahun. Khusus potensi ikan, sebesar 32 miliar dolar AS per tahun. Jika potensi itu dikelola dengan optimal, Indonesia akan menjadi negara yang sangat kaya (Sajarwo, 2014).

Pencurian Ikan

Pengelolaan  laut  di  Indonesia tentu harus mencerminkan keberpihakan   dan   keadilan   terhadap penduduk  Indonesia  khususnya  nelayan yang menjadikan sektor kelautan sebagai sumber utama mata penceharian untuk   menghidupi   keluarga.   Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi    dan    persaingan global  antar  negara  --  negara  maju  dan berkembang   menyebabkan   terjadinya berbagai   macam   tindak   kejahatan   di bidang  perikanan,  salah  satunya  adalah tindak  pidana   pencurian  ikan (illegal fishing) (Khairi, 2016).

Penangkapan   ikan   secara   illegal,   atau   yang disebut  pencurian  ikan  (Illegal  Fishing)  sangat merugikan  negara  maupun    nelayan  tradisional. Nelayan  tradisional  yang  merupakan  masyarakat indonesia,  sehingga  masyarakat  pesisir  tersebut juga terkena imbas dari pencurian ikan ini. Selain itu,  masyarakat lain  yang  menjadi konsumen juga ikut  dirugikan  karena  tidak  bisa  menikmati    hasil laut  di  negeri  sendiri.  Secara  makro,  Ikan-ikan Indonesia    yang    dicuri    lantas    diolah    dengan peralatan  mumpuni  sehingga  meningkatkan  harga jualnya di luar negeri (Tribawono, 2011).

Para pencuri ikan, seperti telah disebutkan sebelumnya, tanpa konvensi antar pencuri, mereka seolah telah mengapling lautan Nusantara. Laut Cina Selatan sepertinya sudah di bawah kekuasaan nelayan liar asal Thailand. Lautan sekitar Indonesia Timur sepertinya sudah menjadi wilayah kekuasaan nelayan liar Cina. Permasalahan berikutnya bukan nelayan liar lagi, tetapi pengusaha ikan legal yang meminta izin dari pemerintah Indonesia. Mereka ingin berusaha di lautan Indonesia untuk mengeduk keuntungan dengan member pajak atau imbal hasil dengan pemerintah. Pengusaha-pengusaha demikianlah yang kerap  menjadi "lawan alias musuh' nelayan tradisional kita yang bertahan berdasarkan hukum laut otonomi daerahnya (Damanik, 2010).

Dengan   motif   dan   modus   operandi, illegal   fishing dapat   digolongkan   sebagai kejahatan  ekonomi (economic  crime). Hal  ini sangat  beralasan, sebab  di  dalam  penjelasan umum   Undang-Undang   Nomor   31   Tahun 2004 tentang Perikanan, antara lain menegaskan bahwa : " Pengelolaan perikanan perlu dilakukan secara  berhati-hati  dengan  berdasarkan  asas manfaat,   keadilan,   kemitraan,   pemerataan, keterpaduan,     keterbukaan,     efisiensi     dan kelestarian yang berkelanjutan. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan perlu ditingkatkan peran pengawas  perikanan  menjadi sangat  penting dan    strategis    dalam    rangka    menunjang pembangunan perikanan secara terkendali dan sesuai   dengan   asas   pengelolaan   perikanan, sehingga  pembangunan  dapat  berjalan  secara berkelanjutan" (Lewerissa, 2010).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun