Mohon tunggu...
Penny Lumbanraja
Penny Lumbanraja Mohon Tunggu... Lainnya - A girl who love vegetables and fruits. Bataknese.

Warga biasa yang belajar menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Serbuk Kayu

29 Maret 2019   09:30 Diperbarui: 31 Mei 2020   11:31 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata gadis itu mengambilnya dari sana. Aku turut mengikutinya.
Kami mengambil serbuk-serbuk kayu itu bersama tanpa berkata apapun. Aku tak berpikir banyak. Gadis ini begitu giat. Melihat tangan-tangannya yang begitu lihai, menuangkan serbuk-serbuk kayu itu ke dalam karung-karungnya. 

Aku kagum padanya. Sesaat dia meraih karungku yang masih kosong. Dia tertawa mengejekku dan membantuku dengan cepat. Tanpa berkata apapun lagi, kami kembali bersama dengan menenteng dua karung penuh berisi serbuk-serbuk kayu.


Selama di perjalanan. Aku kerap memanggilnya.
"Serih." Tuturku dengan pelan.
Dia tak menoleh ke arahku. Padahal kami berjalan bersamaan. Kupanggil lagi dia. Kali ini dengan nada yang agak lebih keras dari sebelumnya.
"Serihhh!" akhirnya dia menoleh ke arahku.
"Maaf, aku tak bisa mendengarmu dengan baik." Jawabnya tersenyum, menunduk.


Aku terbungkam diam saat dia menjawabku. Senyuman itu tiba-tiba tenggelam dengan tatapannya yang muram. Sangat sedih. Raut wajahnya yang menunjukkan duka begitu kelam. Mendengar suaraku sangat sulit untuknya. "Ada apa dengan pendengaran gadis ini?" Tanyaku mendalam.

***


Sebentar saja sudah habis serbuk-serbuk kayuku. Menutupi setiap serbuk kelapa tanaman anggrek bulan yang telah kurawat belum seberapa lama. Aku pun menunggunya dengan dua karung kosong di bawah pohon jambu lonceng depan rumahku. 

Tak lama kemudian dia datang menghampiri. Sepertinya dia tahu aku menunggunya. Meski sudah sore menjelang petang, kami tetap berjalan tampak bersemangat.


Setibanya di sana, aku melihatnya spontan berlari menghampiri bapak tua itu. Bapak tua berkaos putih lusuh yang giat mengetam kayu. Tampaknya tempat di sana sungguh bising dan berabu. Aku berjalan mendekati mereka yang tampak mesra syahdu. 

Namun, aku tersadar ketika seseorang menepuk pundakku dari belakang. Seorang pria tua pemilik rumah kayu itu. Dia menegurku. Terlihat tatapannya yang begitu heran padaku.
"Sudah sore kali, ngapai?" Terkaget. Aku seperti tersadar.
"Mau ambil sisa serbuk kayu di sana, kek." Menunjuk ke arah tong.
"Kalau sudah sore begini ya sudah habis dibawa buruh kayu."
"Sudah habis? Kami biasa ngambil jam segini masih banyak, kek." Jelasku padanya.
"Kami? Siapa kawanmu?" Tanya kakek menegas.
"Itu, Serih gadis kecil pembawa serbuk kayu, kek." Tuturku.


Aku menunjuk ke arah tong serbuk kayu. Namun, gadis itu hilang entah kemana.
Spontan kakek menarikku ke rumah. Dia memintaku menceritakan semua kejadian yang telah terjadi padaku. Pertemuanku dengan gadis itu, hingga petang menjelang malam ini.


"Kamu sudah keliru terlalu lama, Nak. Tidak ada gadis yang bernama Serih di lingkungan ini." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun