Mohon tunggu...
Penny Lumbanraja
Penny Lumbanraja Mohon Tunggu... Lainnya - A girl who love vegetables and fruits. Bataknese.

Warga biasa yang belajar menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Serbuk Kayu

29 Maret 2019   09:30 Diperbarui: 31 Mei 2020   11:31 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesaat kemudian, dia meletakkan kedua karungnya dan mengayunkan kedua tangannya ke arah kedua telinganya. Aku pun bertambah bingung. Kebetulan sekali kurasa, kendaraan berbising kerap melintasi badan jalan tempat kami bertegur.
"Maaf, saya tak dengar." Ucapnya singkat. Aku mendekat.
"Serbuk-serbuk kayumu." Jawabku juga mengarahkannya melihat serbuk kayunya yang bertaburan.
"Tidak apa-apa." Jawabnya dengan senyum tipisnya. Menunduk.


Aku kaget terdiam begitu melihatnya tak mengindahkanku. Pembicaraan kami yang begitu singkat. Aku tak punya celah untuk menanyakan namanya. Dimana dia berhuni. Mengapa suka membawa serbuk-serbuk kayu bersamanya pagi dan sore menjelang petang.


Sepintas saja waktu berlalu. Kembali lagi, aku hanya bisa melihat punggungnya yang membelakangiku. Aku berbalik dengan kecewa. Aku terlalu berharap dalam perjumpaan singkat tak bermakna.


Semalam telah berlalu. Pagi ini aku bangun lebih lama dari waktu biasanya. Aku memberatkan kakiku dengan gembor berisi penuh dengan air.
"Baru saja menyiram semalam, sekarang menyiram lagi." Gumamku.


Disaat aku mulai mengayunkan gembor itu, kulihat lagi dia berlari begitu cepat dengan kedua karung yang sama. Terhuyung-huyung begitu cepat. Tiba-tiba dia jatuh, tepat di pinggir jalan rumahku. Aku kaget dan pergi meraihnya. 

Kulihat tulang keringnya lecet memerah.
"Sakit?" tanyaku iba melihatnya merintih. Namun, dia diam beku tak menjawabku.
"Mengapa dia diam saja?" Gumamku.
Aku berlari mengambil obat ringan dan beberapa kapas kering. Langsung membersihkan dan mengobatinya dengan halus. Dia hanya terdiam dan menunduk.
"Terima kasih." Jawabnya dengan malu. Spontan aku bertanya dengan nada yang kuat.
"Siapa namamu?" Aku menunggu agak lama dan melihatnya yang sibuk berbenah diri melanjutkan pekerjaannya.
"Namaku Serih." Pungkasnya dengan senyum. Aku bergirang. Bertambah satu lagi temanku. Siapa menyangka, begitu sulit hanya untuk mengetahui namanya. Rupanya Serih. Gumamku tersenyum.


Aku berlari ke belakang. Mencari beberapa karung untuk mengikutinya bersamanya mengambil serbuk kayu. Serbuk kayu untuk beberapa tanaman keladi hijauku. Aku menunggunya hingga sore nanti.
***


Dia kembali datang dengan kedua karungnya yang kosong. Aku mengikutinya dari belakang. Meski hanya melihatku sepintas dengan senyuman tipisnya, kami berjalan bersama.


Kami menempuh jalan tandus bergelombang yang kering. Sekira delapan ratus meter. Akhirnya, tibalah kami di sebuah rumah dengan banyak kayu. Kayu-kayu itu ditempah oleh berbagai pelanggan dari penjuru daerah. Ada yang meminta dibuatkan pintu, jendela, meja, kursi, lemari dan banyak perabotan berbahan kayu lainnya. Tempat itu sungguh bising dengan banyak mesin pengetam kayu beroperasi.


Gadis itu spontan berlari menemui seorang pria tua di pojok rumah kayu itu. Aku melihat dengan padangan buram. Mungkin karena banyak abu kayu yang bertebaran di sekitarku. Pria itu tampak sangat tua, pakaiannya lusuh dan terlihat begitu kurus. Tampak kulit wajahnya yang sudah mengendur. 

Pernah sekali dia melihat ke arahku. Bola mata kami bertemu. Namun, wajahnya tampak pucat dengan bibirnya yang kepul membeku. Aku melihat gadis itu berbicara sejenak sekali bersamanya. Mereka terlihat begitu mesra penuh tawa. Namun, tak lama kemudian dia berlari ke arah sebuah tong kaleng berisi ampas serbuk kayu yang menumpuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun