Sesampainya di kapal, aku langsung menemui bapak berbaju biru itu.
"Pak permisi, saya anta, mahasiswa dari Bandung, mau bertanya-tanya seputar penangkapan ikan pak," tanyaku dengan halus.
"Saya," jawab bapak berbaju biru.
"Bapak kapten di kapal ini ya pak?" Tanyaku.
"Saya," ia menjawab dengan menunduk dan tersenyum. "Jauh banget dari Bandung, kalau di Bandung cewenya cantik-cantik ya mas, eh kang maksudnya, kan orang Sunda dipanggilnya akang bukan mas ya?” Bapa berbaju biru itu tertawa.
"Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga sama Kapten kapal. Iya pak cantik-cantik, cewe Bandung terkenal juga ya sampai ke Timur Indonesia," jawabku dengan tersenyum sumringah.
"Wah, saya berasa artis kang, akang sampai begitu bersyukurnya bisa ketemu saya, dulu sebelum saya nikah, saya punya mantan orang Bandung, cantik deh kang. Cuman saya diputusin," Kapten kapal tertawa sendiri.
Andai bapak ini tahu perjuanganku untuk bertemu dia. Akhirnya aku mendapat banyak cerita dari sang Kapten, ia bercerita banyak tentang keluh kesah perjuangan nelayan di sini. Obrolan kami dipenuhi dengan canda dan tawa. Kapten kapal ini sangat humoris dan baik, selesai mengobrol, aku dikasih oleh-oleh berupa dua ekor ikan tuna cakalang. Ia bilang buat dimakan, jangan dijual lagi.
Aku bersyukur, Negaraku mempunyai bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia. Tidak bisa kubayangkan apabila Negara yang begitu kaya akan bahasa daerahnya ini jika tidak memiliki bahasa pemersatu, pastinya akan sulit berkomunikasi. Tidak mungkin kan jika dalam suatu Negara untuk berbicara dengan orang di daerah lain yang masih termasuk satu Negara, tapi berbicaranya dengan bahasa Inggris.
Oh daerah Timur, lautmu begitu indah dan bersih, aku bangga pernah melihatmu.
NB : ‘Bas’ adalah sebutan untuk montir mesin kapal penangkapan ikan di sana.