"Saya," jawabnya dengan berbicara sambil menunduk.
Aku mulai suudzan, aku putuskan untuk turun dari kapal ini. Aku takut ketika berbicara dengan bapak berbaju biru itu, nantinya akan semakin dibercandai, yang bermuka dingin saja bercandanya seperti itu. Jangan-jangan nanti aku tanya kaptennya dimana, dia jawab sedang menyelam di tengah laut.
Aku turun dari kapal, berjalan ke kantor pelabuhan perikanan, melewati para tengkulak yang masih sibuk tawar-menawar ikan. Aku berniat meminta tolong pegawai pelabuhan perikanan untuk menemaniku mengobrol dengan Kapten kapal, aku ceritakan kejadian yang kualami tadi. Kejadian yang membuatku bingung akan candaan orang-orang di sini.
Setelah diceritakan, pegawai yang kutemui malah tertawa terbahak-bahak, aku semakin bingung, bahkan bingungku sudah sampai ke ubun-ubun.
"Kok bapak malah ketawa?" Tanyaku.
"Mas, orang yang mas temui pasti bilang 'saya' nya sambil sedikit menunduk kan?" Pegawai pelabuhan perikanan itu kembali bertanya kepadaku.
"Iya pak, semuanya selalu menjawab saya dengan sedikit menunduk," jawabku yang keheranan, mengapa bapak ini bisa tau.
"Itu artinya bukan saya seperti aku atau gua kalau kata orang Jakarta, 'saya' itu artinya iya atau ada atau benar, itu jawaban yang sopan mas, kalau di orang sunda biasanya bilang 'sumuhun', jadi mas salah perkiraan, mereka bukan bercanda tapi menghormati mas, itu bahasa yang sangat halus mas," ujarnya sambil kembali tertawa melihat keluguanku.
"Oh iya pak saya mengerti, ya sudah pak saya mohon ijin mau kembali ke kapal itu,"
"Oke mas, sekarang sudah mengerti kan?" Tanya pegawai pelabuhan perikanan kepadaku.
"Saya," jawabku sambil sedikit menunduk. Bapak itu kembali tertawa dan aku berjalan kembali ke kapal itu.