Mohon tunggu...
Ali Eff Laman
Ali Eff Laman Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Lepas Bebas

Orang biasa yang dikelilingi orang luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Rumah Sehat atau Rumah Sakit (Eps 1)

30 Juni 2022   01:30 Diperbarui: 6 Agustus 2022   12:26 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebutuhan akan hunian merupakan hak asasi, dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 40 (Gambar: SHUTTERSTOCK/ARTAZUM via KOMPAS.com)

Rumah adalah Kebutuhan Dasar

Dalam mukadimah UUD 1945 alenia ke IV menyatakan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pengejawantahan dari alinea tersebut diuraikan dalam Pasal 28C ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan: "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya..."

Kebutuhan dasar manusia bermacam-macam, ada satu teori terkenal yang bisa menjelaskan konsep kebutuhan manusia. Teori tersebut adalah teori hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.

Abraham Maslow seorang tokoh psikologi asal Amerika Serikat. Hierarki yang pertama menurut Maslow adalah kebutuhan Fisiologis, kedua rasa aman, ketiga kebutuhan sosial cinta mencintai, keempat kebutuhan akan penghargaan atau harga diri dan kelima kebutuhan akan aktualisasi diri.

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling mendasar dari hierarki Maslow. Kebutuhan ini disebut juga sebagai kebutuhan primer, seperti oksigen, makan, minum, dan pakaian, serta tempat tinggal. Manusia akan memenuhi kebutuhan fisiologis terlebih dahulu sebelum ia beranjak ke kebutuhan berikutnya. Sebab, kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling kuat dan mendesak pemenuhannya.

Banyak orang sependapat bahwa kebutuhan akan oksigen, makan dan minum serta pakaian merupakan kebutuhan dasar yang tak mungkin diabaikan. 

Kebutuhan tersebut adalah urusan paling penting dalam hidup. Namun kebutuhan akan tempat tinggal seringkali dianggap bukan kebutuhan dasar mungkin karena memperoleh tempat tinggal tidak semudah memperoleh oksigen, makan dan minum serta pakaian terutama dengan semakin bertambahnya jumlah manusia pada zaman ini.

Manusia purba yang hidup pada Zaman Mesolitikum dengan insting alamiah mencari tempat tinggal untuk kebutuhan perlindungan, menetap di gua-gua alam. Karena, teknologi yang dikuasai manusia purba masih sangat terbatas dan belum mampu mendirikan tempat tinggal atau rumah, sehingga tinggal di gua menjadi pilihan.

Tentu saja, alasan manusia purba mencari tempat tinggalnya adalah untuk menghindari cuaca buruk, seperti panas, hujan dan badai sehingga tempat tinggal menjadi kebutuhan mendesak untuk bertahan hidup.

Semakin meningkatnya peradaban manusia, bertambahnya pengetahuan dan berkembangnya teknologi, kebutuhan akan tempat tinggal dapat dipenuhi sesuai kebutuhan manusia dan kita tidak perlu tinggal di gua-gua seadanya serta berpindah pindah tempat ketika perubahan musim.

Saat ini kita sudah dapat merasakan tinggal ditempat yang dapat menghadapi cuaca di segala musim di dalam bangunan yang tidak hanya kita sebut sebagai Rumah tetapi Rumah Layak.

Rumah Layak adalah Kebutuhan Hak Asasi

Menurut UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

Yang dimaksud dengan "rumah yang layak huni" adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, dan kecukupan minimum luas bangunan, serta kesehatan penghuni. 

Rumah sebagai Sarana Pembinaan keluarga artinya rumah sebagai tempat dimana di dalamnya ada upaya pembinaan yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan keluarga.

Lingkungan keluarga berkontribusi besar dalam pembentukan perilaku. Pembinaan terhadap keluarga dapat dilakukan melalui agama, pendidikan, kesehatan adat dan budaya.

Rumah sebagai aset karena dapat menghasilkan manfaat ekonomi di masa depan untuk pemiliknya. Misalnya, jika rumah yang kita tempati saat ini memiliki lokasi strategis dekat dengan pusat kota, pusat aktivitas, sarana pendidikan, terutama universitas maka rumah bisa dimanfaatkan untuk hunian sewa. Yang tentu saja menghasilkan profit tiap bulannya dan pertambahan nilai jual pada rumah. 

Dengan harga yang semakin hari semakin mahal tentu saja untuk investasi di bidang properti khususnya rumah bisa menjadi salah satu pilihan investasi berjangka yang menghasilkan.

Setiap orang berhak menginginkan hunian yang layak, namun tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk dapat memperolehnya maka negara berkewajiban untuk memenuhinya seperti halnya dalam konsideran huruf b Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU-PKP) menyatakan bahwa:

Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.

Lebih tegas lagi bahwa kebutuhan akan hunian merupakan hak asasi, dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 40 dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. 

Pemenuhan hak atas perumahan sebagai hak dasar berasal dari keberlangsungan hidup dan menjaga martabat kehidupan umat manusia. 

Kewajiban negara tersebut juga telah jelas tertuang dalam Pasal 8 yaitu perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggungan negara.

Membangun Rumah Sehat atau Rumah Sakit

Pada Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 secara jelas menjamin bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 

Pasal ini setidaknya mengamanatkan tiga hal penting pada negara dalam mewujudkan hidup sejahtera lahir dan batin. Pertama pemenuhan tempat tinggal, kedua pemenuhan lingkungan yg baik serta pemenuhan pelayanan kesehatan.

Dari ketiga amanah tersebut biasanya yang menjadi perhatian dan dianggap paling penting adalah Pelayanan Kesehatan yakni dengan meningkatkan penyediaan fasilitas kesehatan karena dengan menggunakan pemikiran sederhana bahwa pelayanan kesehatan adalah kunci utama untuk menjadi sehat.

Namun benarkah bahwa pelayanan kesehatan merupakan faktor yang paling besar dalam mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat?

Nyatanya Teori H.L. Blum menyebutkan bahwa derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh 40% faktor lingkungan, 30% faktor perilaku, dan hanya 20% faktor pelayanan kesehatan, lainnya 10% adalah faktor genetika (keturunan). 

Dengan kata lain, faktor lingkungan yang dalam hal ini lingkungan sekitar manusia, seperti lingkungan pemukiman dan sanitasi rumah harus baik, serta faktor perilaku yang dalam hal ini juga terbentuk dari pendidikan dan pembinaan keluarga dalam rumah dan lingkungan tempat tinggal menjadi faktor penentu tertinggi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sebesar 70% (lingkungan dan perilaku)

Yang terjadi pada program pembangunan dan yang banyak dilakukan masyarakat saat ini, dalam meningkatkan derajat kesehatan hanya mengandalkan pelayanan kesehatan yang pengaruhnya hanya 20%. Artinya banyak masyarakat yang melakukan pengobatan atau kuratif di fasilitas kesehatan tapi kebersihan lingkungan, kelayakan hunian, pembinaan perilaku di rumah dan di lingkungan kurang diperhatikan. 

Gayung bersambut penyediaan layanan kesehatan dengan berlomba membangun rumah sakit terkesan menjadi lahan empuk komersialisasi, hingga layanan ini nyaris kehilangan watak sosialnya. Tidak berarti Membangun rumah sehat dengan mengganti fungsi rumah sakit, fungsi rumah sakit sejatinya memang untuk urusan kuratif. Sementara rumah sehat harusnya hadir di setiap bangunan yang ditempati manusia sehingga  menciptakan keluarga sehat. 

Dan bukankah dalam bidang kesehatan sudah ada pembagian area antara tenaga medis yg mengelola rumah sakit dan tenaga kesehatan masyarakat yang menangani area promotif dan preventif , konsep paradigma sehat yang salah satunya diwujudkan dalam rumah sehat. Keduanya penting rumah sakit maupun rumah sehat sepanjang ada kolaborasi dan synergitas yang baik.

Kita dihadapkan pada dua pilihan yang sama pentingnya, terus membangun rumah sakit atau membangun rumah sehat? Banyak hal penting yang harus kita lakukan tapi kita harus tahu, mana yang lebih penting. Tetapkan pilihan penting disaat kondisi belum genting, saat kondisi kita masih sehat.

30 Juni 2022

Penulis:

Ali Eff Laman
Pejabat Teknis BLUD Unit Pengelola Dana Perumahan
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Prov DKI Jakarta.

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun