Pada skenario pertama, Tuhan menciptakan langit dan bumi beserta segenap isinya, termasuk penerjemahan. Tuhan memberikan bentuk, perwajahan, dan nama yang tetap untuk segala sesuatu, terhadap kegiatan mengemukakan kembali dalam bahasa kedua apa yang diungkapkan seseorang dalam bahasa pertama, Tuhan memberikan nama penerjemahan.Â
Perwajahan penerjemahan kelihatan remeh, sederhana, dan penurut; berbentuk kesetiaan atau kesepadanan, sebagai suatu kesamaan yang setepat mungkin antara makna teks sumber dan teks sasaran.Â
Tuhan memberlakukan sifat-sifat ini untuk sepanjang zaman dan semua tempat. Inilah dan hanya ini satu-satunya penerjemahan. Siapapun yang menyimpang dari bentuk dan perwajahan penerjemahan tidak berhak disebut "penerjemah", dan hasil penyimpangan itu tentu saja tidak bisa disebut "terjemahan".
Pada skenario kedua, penerjemahan muncul dengan sendirinya dari upaya-upaya untuk berkomunikasi dengan orang yang berbicara bahasa lain. Awal mulanya dari perniagaan dan perdagangan, politik dan peperangan.Â
Penerjemah dan juru bahasa dilatih dan dipekerjakan oleh orang-orang berharta dan berkuasa yang sedang dalam perundingan, mereka yang ingin memperoleh jaminan bahwa pesan mereka disampaikan dengan tepat kepada pihak lain dan memahami dengan tepat pernyataan pihak lain kepada mereka.
Akhirnya, ketika kekuasaan orang orang ini cukup besar untuk menguasai bagian-bagian dunia yang luas (Institusi agama, negara-negara Barat), hubungan kekuasaan ini dibalut dalam jubah keuniversalan -tempat asal mulanya skenario pertama. Tetapi penerjemahan tetap menjadi ajang pertikaian, dipertengkarkan oleh kepentingan-kepentingan yang berselisih:
Anda bawa penerjemah Anda, saya akan bawa penerjemah saya, dan kita akan lihat siapa yang menentukan penafsiran apa tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi.Â
Demikian pula di zaman sekarang, penerjemah profesional dalam banyak hal harus menyesuaikan diri dengan harapan orang yang membayar jasa mereka. Jika klien berkata sunting, penerjemah akan menyunting; jika klien berkata jangan disunting, maka penerjemah tidak menyunting.Â
Jika klien meminta penerjemahan harfiah, maka melakukan penerjemahan secara harfiah untuk membuktikan bahwa Anda menuruti perintah klien. Itulah sebagian fakta yang sesungguhnya dilakukan penerjemah.
Penerjemah boleh menolak suatu pekerjaan bila dirasakan memuakkan secara moral, tidak etis secara profesional, atau tidak mungkin dikerjakan. Mereka juga boleh menentang dan berusaha mengubah perintah yang mereka terima dari orang yang membayar mereka. Tetapi jenis, cara, dan latar belakang penerjemahan biasanya ditentukan oleh penerbit, klien, dan agen-bukan oleh norma-norma universal.