4. Pertahanan udara mobil / kavaleri, jarak dekat, menengah, dan jauh.
Dalam kenyataannya, TNI hanya memiliki hanud sekelas manpad, alias rudal anti pesawat jarak dekat yang dipanggul atau bisa ditaruh di atas jeep / ranpur ringan.
Kelemahan kedua adalah kurangnya infantri mekanis TNI. Infantri elite AD memperoleh kualifikasi "para" alias "linud", artinya dapat di deploy melalui udara dengan parasut, dan sudah melalui pelatihan pasukan elit TNI. Namun dalam prakteknya, jumlah pesawat TNI sangat terbatas sehingga mayoritas pasukan "para" tersebut tidak dapat di deploy melalui udara. Yang mengenaskan, jumlah truk-pun terbatas, sehingga hanya sedikit pasukan "para" tersebut yang dapat diangkut dengan truk. Sampai ada guyonan pasukan lintas udara dipelesetkan menjadi lintas angkot, karena pasukan "para" terpaksa naik angkot atau mobil pribadi karena truk militer tidak memadai.
Idealnya suatu pasukan moderen membangun infantri mekanis pada tingkat Divisi, bukan Batalion seperti di TNI. Infantri mekanis dapat berperang dari dalam kendaraan lapis baja IFV yang dilindungi oleh tank-tank kavaleri. Dengan adanya divisi infantri mekanis, pergerakan pasukan infantri bisa mengikuti kavaleri sehingga mewujudkan elemen kejutan yang merupakan faktor kunci dalam perang moderen.
IFV TNI walaupun canggih (50 Marder dan BMP 3F) masih terlalu sedikit jumlahnya. Bandingkan misalnya dengan Singapura yang memiliki 800 IFV. Idealnya seluruh infantri Kostrad dan Marinir dikonversi menjadi pasukan divisi mekanis, dengan ranpur-nya. Dengan demikian kendaraan APC justru tidak perlu terlalu banyak. Yang dibutuhkan banyak justru IFV yang bisa berenang seperti BMP 3, sehingga infantri mekanis memiliki kemampuan amfibi sesuai geografi Indonesia.
Paskhas sesuai rencana, seharusnya dapat membentuk infantri mekanis lintas udara, dengan IFV lintas udara seperti pada konsep ranpur Russia. Jadi tidak sepenuhnya menggunakan ranpur perintis yang ringan atau tanpa lapis baja.
Adanya korps lapis baja ketiga setelah Kostrad dan Marinir akan sangat membantu pemenuhan kebutuhan kapabilitas tempur moderen TNI yang kurang saat ini.
Fokus Industri Nasional
Strategi Singapura membangun platform IFV sendiri harusnya ditiru oleh Indonesia, mengingat semestinya jumlah kebutuhan ranpur IFV Indonesia jauh diatas kebutuhan Singapura. Melalui pembangunan platform IFV, dapat dikembangkan industri truk nasional, bersama dengan industri kendaraan tempur nasional.
Strategi Singapura yang juga jitu adalah mengembangan SP Howitzer 155mm yang dapat dengan mudah diangkut pesawat (Primus). Juga kendaraan tempur serbaguna Bronco yang fungsi tempurnya sebagai SP Mortir. Pada prinsipnya militer Singapura menentukan arah pengadaan dalam jumlah besar, kemudian mendorong industrinya untuk mengadakan platform tersebut.
Hal serupa dilakukan oleh Indonesia, namun sayangnya arah pengembangan kurang bermakna. Sebagai contoh industri hankam Indonesia masih berfokus pada kendaraan beroda, belum memiliki platform berantai (tracked) yang lebih utama dalam industri ranpur. Pengembangan platform beroda tersebut pun sangat lambat karena tidak terfokus.