Mohon tunggu...
Sindyke Permata
Sindyke Permata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Life is beutiful if you could enjoyed it!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Langkah - Langkah Rindu di Kota Pelajar : Cerita dari Yogyakarta yang Menemukan Hati

2 Januari 2025   09:05 Diperbarui: 1 Januari 2025   21:12 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiasan di Taman Siswa (Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2023))

Dinginnya malam menyelimuti tubuh, tak sadar kereta berhenti di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Kaki ini melangkah jauh sambil menggendong ransel dan mendorong koper kuning yang berisikan sejuta rasa penasaran. Sebuah cerita pendek dimulai dari sini, bukan sekedar ingin melihat indahnya Kota Istimewah, lebih dari itu perjalanan saya kali ini adalah sebuah misi untuk menemukan diri sendiri. 

Malam itu saya memesan mobil online untuk mengantarkan saya ke tempat saudara yang kebetulan menetap di Jogja. Saya bermalam disini untuk beberapa hari selama liburan di Jogja. 

Kota istimewah ini menjadi destinasi utama saya menghabiskan waktu liburan tengah semester kuliah. Bukan hanya sekedar keindahannya yang terkenal hingga mancanegara, Jogja saya pilih karena kota ini menyimpan sejuta harapan yang pernah saya tanamkan di masa akhir SMA. Akhirnya setelah belajar untuk mengikhlaskan, saya dapat berkunjung ke kota ini walau dengan waktu yang singkat. 

Pagi itu, saya mengabari semua teman teman saya yang kuliah di Jogja. Sebuah pesan singkat yang berisikan informasi bahwa saya sedang ada di kota yang sama dengan mereka. “Guyss, gua lagi di Jogja nih, ya kali ga ketemu” isi pesannya. Tidak perlu menunggu waktu lama, pesan itu langsung mendapat balasan dari penerimanya. “Wihh seru, ayo main” ujar teman teman saya. 

Taman Siswa

Malamnya, saya dijemput dan diajak ke suatu tempat yang menurut saya cukup unik. Taman siswa namanya. Tempat itu seperti sebuah cafe pada umumnya seperti di Jakarta, namun yang membedakan terlihat dari pengunjungnya. Itu adalah malam minggu, tapi hampir setiap meja terdapat laptop diatasnya. “Kok mereka pada bawa laptop ya?” tanya ku penasaran. “Biasa mahasiswa di Jogja memang begitu” sebuah informasi baru yang kudapati, ternyata pengunjungnya dipadati oleh para mahasiswa yang kuliah di Jogja. 

Suasana itu membuatku menggelitik, seolah bernostalgia pada kenangan yang tak pernah saya lewati hahah. Pasalnya, berkuliah di Jogja adalah sebuah impian saya dari masa SMA, namun takdir berkehendak lain dan akhirnya Jakarta lah yang menjadi pelabuhan untuk menimbah ilmu di bangku kuliah. Melihat para mahasiswa yang seolah berambisi masih terus belajar dan berdiskusi di malam minggu membuatku takjub, suasana ini baru saya dapati di Jogja. 

Pepohonan yang rindang masih terasa asri walau di malam hari. Sesuai dengan namanya “Taman Siswa”. Cafe itu berkonsep taman karena ada hamparan rumput yang luas dilengkapi dengan pepohonan, tak lupa para mahasiswa yang menjadi tokoh utamanya. 

Bergeser sedikit ke depan, saya mendapati sebuah toko buku dengan quotes ala ala disana. Bak sebuah pelengkap ditengah ambisinya para mahasiswa belajar, tokoh buku itu ramai dikunjungi oleh pengunjung cafenya. 

Malam itu, saya dan teman teman bertemu dan melepas rindu karena sudah lama sekali tidak bertemu. Mereka bercerita tentang kegiatannya selama berkuliah di Jogja. Saya mendengarkan dengan seksama dan penuh antusias. Bagi saya tak apa jika Jogja tidak menjadi tempat untuk saya menimbah ilmu, tapi Kota Pelajar ini tetap bisa saya nikmati dari sudut pandang seorang pelancong. 

Puas bercerita di Taman Siswa, lalu mereka mengajak saya beranjak sedikit. Kami berjalan kurang lebih 500 meter ke sebuah tempat yang banyak sekali penjual makanannya. Saya lupa namanya, tapi yang jelas ada beratus macam jenis makanan yang saya dapati disana. Rasanya semua makanan ingin saya coba, namun sayangnya perut ini memberikan sinyal untuk istirahat dulu hahah. 

Herannya, dari beribu macam jenis makanan, saya hanya mengantri untuk seporsi ‘dimsum’. Terdengar biasa saja, tapi bagi saya dimsum adalah makanan yang bisa saya temui dimana saja, bahkan menjadi makanan favorit saya di kampus. Entahlah, baunya yang khas membuat hati ini memilih untuk membeli dimsum saja.

Harganya pun masih tergolong murah, untuk satu porsi dimsum berisi 4 buah. Saya hanya perlu membayar Rp 15.000 saja. Sangat worth it bukan untuk kantong mahasiswa?

Sayangnya karena asyik bercerita dengan teman teman, saya tak banyak mengabadikan foto disana. Hanya sebuah foto yang saya gunakan untuk PAP (Post a Picture) ke teman saya yang sempat saya abadikan. 

Tak terasa waktu sudah menunjukkan larut, waktunya untuk kembali pulang. Saya diantar kembali oleh teman saya. Di perjalanan pulang, saya menikmati indahnya kota Jogja. Bahkan di malam minggu pun, pengendara di lampu merah Jogja begitu tertib, saya tak mendapati orang orang yang menerobos lampu merah. Hal ini membuat saya takjub. 

Candi Prambanan

Keesokkan harinya, saya memutuskan untuk pergi ke Candi Prambanan. Perjalanan saya dari rumah menuju Candi Prambanan hanya sekitar 30 menit menggunakan ojek online.

Sesampainya di pintu gerbang Candi Prambanan, saya kebingungan untuk menemukan jalan masuk bagi pejalan kaki. Lantaran, saya meminta mas ojek online nya untuk memberhentikan saja saya di depan pintu gerbang. Saya ingin menikmati perjalanan saya sendiri dengan berjalan kaki. 

Sebagai seorang pelancong, saya hanya bisa mengandalkan peta online dan sesekali bertanya jika tersesat. Namun sayangnya di tempat saya diturunkan oleh Mas ojek, saya tidak melihat ada seseorang yang bisa saya tanyai. Sehingga saya berjalan saja mengikuti kemana kaki ini melangkah.

Setelah 5 menit berjalan, akhirnya saya menemukan loket untuk masuk ke Candi. saya membeli tiket masuk dengan harga Rp 50.000 per satu tiket untuk orang dewasa. Dengan harga yang cukup mahal, saya jadi punya ekspektasi tinggi pada wisata terhadap apa yang ditawarkan pada pengunjung dari Candi Prambanan ini. 

Saya pun memasuki pintu masuknya, dari kejauhan saya sudah bisa melihat indahnya bangunan Candi Prambanan. Sebelum memutuskan untuk mendekati, saya mau mengabadikan momen dengan membuat video perjalanan solo saya kali ini. 

Dengan modal tongsis (tongkat eksis) dan handphone dengan kualitas kamera yang tidak seberapa, saya memberanikan diri untuk merekam perjalanan saya ini. 

img-20241208-wa0013-67754aeced6415110b2338a2.jpg
img-20241208-wa0013-67754aeced6415110b2338a2.jpg
Pada awal masuk, saya disambut dengan peta jalan, yang menunjukkan arah kemana saya harus melangkah. Lalu saya memutuskan untuk langsung saja masuk ke kawasan Candi Prambanan. 

Begitu mendekat ke pintu masuk Candi Prambanan, saya ditawari oleh banyak kameramen untuk mengabadikan momen di depan Candi. “Sepertinya saya bisa menggunakan HP saja untuk memotret keindahan Candi” pikir saya, sehingga saya tolak semua tawaran mereka. 

Memasuki kawasan candi, tak henti hentinya saya ucapkan rasa syukur karena diberikan kesempatan untuk melihat indahnya Candi Prambanan. Saya benar benar menikmati perjalanan solo saya ini. Saya memasuki ruang ruang yang ada di Candi Prambanan. Lalu didalamnya saya dapati ada sebuah patung besar yang menyimpan kisah. 

Seorang tour guide mengatakan bahwa patung yang ada di ruang utara Candi Prambanan, atau yang biasa dikenal dengan Candi Siwa itu adalah arca Roro Jonggrang. Arca nya begitu besar, namun gelap sehingga perlu bantuan senter untuk menerangi jika ingin mengambil foto. 

Candi Prambanan (Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2023))
Candi Prambanan (Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2023))

Saya mendatangi semua bilik yang ada di Candi Prambanan, tidak lupa untuk memotret sebagai asupan untuk sosial media saya. Namun saya merasa sudah cukup banyak mengambil foto relief dan keindahan di Candi Prambanan. Saya perlu ada yang memotret saya juga, karena saya pergi sendiri saya pikir lebih baik jika meminta bantuan Mas mas fotografer untuk memotret saya. 

Saya datangi mereka dan meminta bantuan untuk di potret. Saya minta di foto menggunakan kamera dan foto menggunakan HP saya juga. Tapi saya merasa hasilnya tidak begitu memuaskan ketika di foto menggunakan HP, sehingga ada sedikit perasaan kecewa hehe. 

Beranjak dari kawasan di luar Candi Prambanan, saya mendapati pepohonan yang rindang dan sejuk. Suasananya begitu asri walaupun sedikit panas, namun saya tetap menikmati perjalanan. Di sepanjang jalan saya disuguhi dengan bangunan bangunan candi yang ada di sekitar kawasan Candi Prambanan. Namun saya tidak terlalu banyak menghabiskan waktu disana, karena saya pikir pemandangannya sama saja seperti yang ada di Candi Prambanan. 

Hingga sampailah saya di sebuah tempat seperti kebun binatang. Tentu saja sebagai seorang pelancong saya penasaran, lalu saya masuk ke kawasan tersebut. Saya melihat ada banyak sekali jenis hewan, dari mulai Burung sampai Rusa. 

Saya melihat Rusa nya seperti kelaparan, namun sayangnya saya tidak menemukan ada penjual makanan untuk para hewan disana. Para Rusa itu mendekat pada saya, lalu saya melihat ada dedaunan kering dan saya coba kasih ke bibir Rusa itu. Saya terkejut ternyata dia suka dan memakannya. Entahlah saya merasa sedikit sedih, lantaran melihat Para Rusa itu kelaparan sampai mendekati para pengunjungnya berharap ada yang dapat memberikan mereka makanan. 

Memberi Makan Rusa (Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2023))
Memberi Makan Rusa (Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2023))

Saya melanjutkan perjalanan menuju tempat tempat selanjutnya. Saya melihat ada banyak sekali penjual yang menjual berbagai macam aksesoris. Lalu saya mendekati, ada banyak sekali pilihan aksesoris yang bisa dijadikan oleh oleh untuk keluarga di rumah. Saya tertarik pada koleksi tas yang ada di salah satu tokoh, setelah banyak memilih akhirnya saya memutuskan untuk membeli satu tas sebagai kenang kenangan perjalanan saya ke Jogja pada liburan kali ini. Tidak lupa saya membeli beberapa koleksi gantungan kunci sebagai oleh oleh untuk teman teman terdekat dan keluarga di rumah. 

Setelah lelah berkeliling Candi Prambanan, akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke rumah saudara. 

Pantai Midodaren

Sore nya, saudara saya mengajak saya untuk berkunjung ke Pantai. Satu hal yang menyenangkan sekali bagi saya, membayangkannya saja saya sudah antusias. Saya memang menyukai pantai, namun sayangnya di kota asal saya tinggal sulit sekali untuk mendapati suasana pantai. 

Perjalanan menuju pantai memakan waktu kurang lebih 1 jam menggunakan sepeda motor, sepanjang perjalanan saya benar benar menikmati indahnya kota Jogja. Tepatnya di Sleman, Yogyakarta. Tinggi nya gunung menjadi pemandangan indah selama di perjalanan, udara Jogja yang sejuk membuat saya semakin jatuh hati pada Kota Pelajar ini. 

Di Pertengahan jalan, kami berhenti sejenak untuk  mengisi bahan bakar dan membeli beberapa cemilan untuk dinikmati di Pantai. Usai beristirahat, kami melanjutkan perjalanan. 

Sesampainya di kawasan pantai, saya sedikit takut karena jalan menuju pantai harus melewati jalan setapak diatas bukit. Selain itu, jalannya yang berbatuan membuat saya terus beristighfar sembari berdoa agar sampai ke pantai dengan selamat. Terdengar kocak tapi itu yang terjadi hahah. 

Diperjalanan, kami sering sekali membayar uang retribusi. Pada awal masuk pantai kami membayar Rp 5.000 per orang, kurang dari 300 meter ke depan kami bertemu lagi dengan warga yang meminta uang retribusi. Total per orang menghabiskan biaya sekitar Rp 15.000 sebagai biaya masuk pantai. 

Ada satu tempat dimana kami mendapati banyak sekali parkiran mobil, saya kira kami sudah sampai. Namun itu bukanlah pantai yang dituju, ditengah kebingungan itu datanglah seorang warga yang bertanya 

“Mas Mba mau ke pantai mana?” tanya seorang bapak tua kepada kami. 

“Ke pantai Midodaren Pakde” Jawab saudara ku. 

“Oh pantai Midodaren masih jauh di depan mas mba, kalau mau mari saya antar saja” responnya sambil menawarkan bantuan

Setelah berdiskusi saudara ku dan teman temannya memilih untuk pergi sendiri saja, lalu kami menolak dengan baik tawaran sang Pakde.

Kurang lebih setelah perjalanan selama 15 menit akhirnya kami sampai di kawasan Pantai Midodaren. Untuk mencapai bibir pantai, kami harus berjalan menuruni bukit. Namun keindahannya sudah dapat dinikmati dari atas bukit. Angin yang kencang membuat desiran ombak terasa menyeramkan bagi ku. 

Pantai Midodaren Yogyakarta dari Atas Bukit (Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2023))
Pantai Midodaren Yogyakarta dari Atas Bukit (Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2023))

Kami sampai di kawasan pantai cukup petang, sehingga harus bergegas menikmati waktu yang singkat ini sebelum gelap tiba. 

Saya sendiri senang sekali bermain di Pantai ini. Saya merasa pantai ini begitu indah, dari mulai karangnya yang membentuk sebuah bukit, pasirnya yang putih ditambah derasnya angin membuat kenikmatan pantai semakin terasa dekat. 

Menikmati deburan ombak dan pasir putih di kaki adalah salah satu aktivitas yang saya sukai. Perlahan langit mulai berubah warna menjadi jingga, saya pun bergegas memotret banyak sekali keindahan pantai dari berbagai macam sisi. Tak lupa mengabadikan momen diri sendiri saat bermain di pantai. 

Mengabadikan Momen di Pantai Midodaren Yogyakarta (Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2023))
Mengabadikan Momen di Pantai Midodaren Yogyakarta (Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2023))

Jogja memang lebih dari sekadar destinasi wisata. Kota ini adalah tempat di mana cerita, kenangan, dan mimpi saling bersinggungan. Dari Taman Siswa yang penuh semangat pelajar, keagungan Candi Prambanan yang memikat, hingga keindahan alami Pantai Midodaren yang menenangkan jiwa, setiap sudutnya mengajarkan saya untuk menikmati perjalanan, bukan hanya tujuan.

Liburan ini menjadi pelajaran bahwa kadang hidup membawa kita ke jalan yang berbeda dari impian awal. Meskipun Jogja bukan tempat saya menimba ilmu, kota ini tetap menjadi ruang untuk menemukan diri sendiri dan menikmati momen-momen kecil yang berarti. Perjalanan singkat ini mengingatkan saya untuk selalu bersyukur dan merangkul setiap pengalaman baru dengan hati terbuka. Jogja, sampai bertemu lagi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun