Mohon tunggu...
Melia Niangka Wardoyo
Melia Niangka Wardoyo Mohon Tunggu... -

Being Happy & reasonable are the keys to the succes of life.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bizarre on Stage

30 Maret 2012   06:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:16 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buat seorang Ewelina Eve Smereczyńska: Bizarre is free expression of our so-called ‘abnormalities’ through the act of exposing our true nature. It can take place when we, consciously or unconsciously, abandon all social and political boundaries and we are not afraid of being judged or insulted. Karena itu, demi karyanya yang berjudul Laboratorium, seniman ini pun nekat mengemas seni pertunjukan sendirian di lokasi lain di luar Auditorium Teater ISI yang menjadi tempat pentas Bizarre on Stage. Tak tanggung-tanggung ia akan bermain selama lima jam penuh dan yakin jika pertunjukannya tersebut tidaklah selalu membutuhkan penonton.

Upaya mengkawinkan seni rupa dengan musik juga dilakukan oleh Matilda Komodo (????), Bintang, dan Luqi yang mencoba menciptakan sebuah video instalasi dengan bunyi-bunyian magis.

Berikutnya Opera Jogja dari Michal Bielecki membawa pesan bahwa sebuah musik tidaklah mesti selalu membutuhkan panggung konvensional apalagi yang akbar seperti halnya sebuah panggung opera, tetapi semua tempat semestinya tak haram menjadi tempat pertunjukan, termasuk bangku penonton.

Perkara-perkara ganjil lainnya

Meneruskan pembahasan saya: karya-karya yang lain berupaya mengakomodasi keganjilan secara lebih umum. Nurul Hadi (Performance Art) berperan jadi pengemis di samping ticket box untuk meneror mentalitas para penonton yang sedang antri membeli tiket. Alejandro dalam ‘El Mercade De?: Break with Cellphone Ring’ tampil menggugat ketergantungan ponsel: di mana kemajuan teknologi saat ini membuat manusia tidak bisa lepas lagi dari penggunaan telepon genggam, kendati dering ponsel terkadang merupakan hal yang sangat mengganggu keseharian dan aktivitas kita.

Sementara itu, R.A Yopie berusaha meneror kesabaran penonton dengan menampilkan perfomance memancing di atas panggung, Sammi Rian Afanto berakting sebagai anak muda yang tidak memiliki kemampuan tetapi selalu kepingin tenar—sebuah kritik atas fenomena kaum muda Indonesia kontemporer yang tersihir oleh dunia entertainment dan ajang pencarian bakat yang serba instan.

Selanjutnya, karya perfomance Iris Schmidt, Nuno Barreira, Michal Bielecki bertajuk Yes, I Do! mengandung pesan bahwa sebagai manusia kita senantiasa memiliki pilihan untuk hidup kita, termasuk dalam hal ini pilihan untuk menikah dan tak menikah, sebagaimana juga halnya: ‘option for music”. Untuk ini Iris menyampaikannya lewat kata-kata sederhana: No matter if we want to marry or not, if music is our dream, or we want to celebrate our life in our own way because we love it. The most bizarre thing in this ONE life is if we not follow our dream.

Kangen Punk dari Cinemarebel mencoba memparodikan musik pop dengan video klip berisi anak-anak muda berpenampilan ala kaum punk yang sedang bermain musik pop. Unsur humanis yang ingin diangkat mereka di sini adalah bahwa kaum punk juga manusia. Namun untuk menghindarinya dari sebuah screening film, mereka membalut penayangan video klip tersebut dengan aksi perfomance di atas pentas yang melibatkan para aktor dalam video klip itu sendiri. Karya yang lain lagi dari mereka, The Artist berkisah tentang film maker yg perfeksionis. “Kita komunitas film maker, jadi ketika bikin pementasan, yang muncul tetap dalam koridor new media, setidaknya isu yang kami angkat adalah seputar itu…,” kata salah seorang dari mereka.

Sedangkan Angry Musician (Andreas Marcus Moses) mengemas kemarahan sebagai pertunjukan, seraya mengingat kita kembali betapa ganjilnya kejiwaan manusia sehingga kekerasan pun bisa menjadi satu tontonan yang menghibur (pertengkaran tetangga, berita televisi dan film action).

Terakhir, di samping Ofy Nuhansyah yang akan menampilkan happening art berjudul Tukang Foto, ada pula sebuah penampilan yang sangat biasa sekali, paling normal, wajar dan konvensional, yaitu persembahan Tarian Saman—sebuah tarian tradisional dari Aceh yang dibawakan oleh kelompok tari Samantraya (UGM Yogyakarta). Tapi dengan begitu, ia justru menjadi sebuah pertunjukan yang sangat bizarre (ganjil) di tengah karya-karya ganjil dalam Bizarre on Stage, karena ketidakganjilannya itu.

Ah, mari kita rayakan bersama!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun