Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Melukis dunia dengan kata-kata.

Pendidik anak bangsa pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Gorontalo yang gemar membaca segala macam bacaan dan suka melukis dunia dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Pelantun Cinta

24 September 2024   12:43 Diperbarui: 5 Oktober 2024   21:38 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halipa dan Para Pembesar di bulita. Sumber: Dokumen Pribadi

Tolangga yang menjadi tempat penganan tradisional mencapai tinggi 200 cm. Tolangga dihiasi dengan ornamen yang sangat indah. Melambangkan keindahan ajaran Islam. Menurut ketua panitia, momen Maulid kali ini terkumpul sejumlah 1.400 walima tolangga.

Aku mengambil memaknai ini sebagai bersatunya ajaran-ajaran Rasulullah dengan kearifan lokal. Para pelantun dikili mengenakan pakaian lokal, dipandu oleh Qadhi dan Imam yang berpakaian Timur Tengah, melambangkan ajaran Islam yang universal, yang berasal dari Timur Tengah, menyatu dalam konteks kearifan lokal Gorontalo. Ajaran agama yang universai dikontekskan dengan kearifan lokal Gorontalo.

PARA PEMBURU KOLOMBENGI

Setelah acara di masjid selesai, akupun melangkah keluar. Suasana di luar masjid sangat ramai. Ramai dengan para pengunjung yang berasal dari Desa Bongo. Mereka datang khusus untuk merasakan suasana acara Maulid ini. Maulid yang diadakan di Hari Ahad seminggu setelah acara Maulid yang sesuai dengan tanggal di almanak.

Mereka adalah pemburu kue kolombengi. Sesuai dengan informasi dari seorang narasumber yang aku wawancarai pada peringatan Maulid Nabi di desa ini tahun ini, sebagian besar kolombengi berada di rumah-rumah warga. Kolombengi ini sengaja disiapkaan buat tamu yang datang. Sebuah semangat berbagi yang diteladani dari ajaran Rasul, yaitu memuliakan tamu dan berbagi kebahagiaan.

Keramaian itu juga disebabkan oleh warga Desa Bongo yang berada di perantauan. Mereka menggunakan momen ini untuk pulang kampung. Sangat berbeda dengan tradisi pulang kampung daerah lain yang dilakukan pada momen Idul Fitri.

Aku bertemu dengan seorang teman sekolah di SMP dulu, Marzuki Pakaya. Aku bertanya motivasinya datang. Katanya berburu kolombengi. Aku, secara kelakar, berkata aku tak perlu berburu kolombengi, kolombengi yang mendatangi tempat aku menginap di desa ini. Bagaimana caranya? Dengan bergurau pula aku katakan bahwa inilah keistimewaan seorang dosen. Seluruh mahasiswa dan alumni akan datang membawakan kolombengi untuk aku. Diapun tertawa.

PENUTUP

Yah, inilah sekedar tulisan berbagi pengalaman, berbagi refleksi maulid. Maulid sangat kaya dengan spiritualitas, nilai-nilai dakwah. Sebuah akulturasi, antara pengajaran nilai-nilai keagamaan dalam bentuk budaya lokal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun