Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo.

Saya dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Memiliki hobi membaca dan menulis. Saya membaca buku fiksi maupun non fiksi dan puisi. Saya juga suka menulis, baik tulisan ilmiah, ilmiah populer, fiksi, dan puisi.,

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Cerpen: Menyusuri Lorong Cahaya

6 April 2024   20:58 Diperbarui: 6 April 2024   21:00 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Tristan RajasaDianindra di https://www.kompasiana.com/tristan80326/633583531368027eba0a08a2/tumbilotohe-tradisi-pasang-lampu-di-gorontalo 

Tumbilotohe
Ti Kaita Bubohe
Tumbili padamala
Ti Kaita Pandala
Ta mohile jakati
Bubohe lo popati

Syair yang diselingi tertawa, "Ha ha ha ha ha ha." Terlebih bila ada di antara teman kami yang celananya melorot karena karetnya putus. Susah payah dia berjalan sambil memegang obor sementara tangan yang sebelahnya sibuk menangani celananya yang maunya turun ke lutut.

Malam semakin larut. Tiba-tiba terdengar bunyi jam alarm kamarku berdering. Aku kaget terbangun. Jam di kamarku menunjukkan pukul 3.30 pagi waktu Philadelphia. Alarm itu memang aku setel untuk membangunkan aku untuk sahur.

Aku duduk sebentar di ranjang. Rupanya aku bermimpi masa kecilku dulu, masa bermain menyusuri lorong cahaya di malam tumbilotohe. Kuusap mataku. Kulayangkan pandanganku di sekeliling kamarku. Ini adalah tahun ketiga aku berpuasa di Philadelphia, di negeri Paman Syam, negeri Amerika Serikat. Tugas belajar yang kuemban membawa aku di negara yang muslimnya tergolong minoritas.

Aku berjalan menuju jendela kamarku. Kubuka pintu jendela. Udara musim panas masuk tanpa permisi. Cahaya-cahaya lampu jalanan yang terlihat olehku, sangat berbeda dengan cahaya lampu tumbiltohe. Namun cukup mengingatkan aku akan kampungku, teman-teman masa kecilku, sanak famili.

Tiba-tiba wajah ayah bunda yang telah lama dipanggil ilahi terbayang di pelupuk mata. Perasaan rindu tiba-tiba mendera hatiku. Aku teringat tiliaya*** yang sering kusantap pada saat sahur di Gorontalo, kampungku yang jauhnya hampir setengah bola bumi ini. Kali ini aku harus sahur dengan hotdog, yang halal tentunya.

Tiba-tiba aku ingat, sebentar lagi Idul Fitri. Kali ini untuk ketiga kalinya aku akan merayakan hari bahagia ini jauh dari keluargaku. Aku telah menyiapkan CD rekaman takbiran ala Indonesia, yang dilengkap dengan tabuhan beduk, yang akan kunikmati di kamarku ini sendiri di malam takbiran nanti. Waktu menderaku semakin sepi.

Catatan:

* Hey itu punyaku.

**Bukan ini punyamu, punyamu yang sana.

*** Masakan tradisional Gorontalo, terbuat dari adonan telur, santan kelapa, dan gula merah yang dikukus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun